jpnn.com - JAKARTA - Terdakwa perkara penerimaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang, Anas Urbaningrum mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Alasannya, putusan majelis belum memberikan rasa keadilan.
"Mas Anas selaku terdakwa diberi hak untuk banding atas putusan jika merasa belum adil. Kami sudah diminta untuk mendaftarkan dan meminta akte bandingnya, yang rencananya akan kami lakukan besok pagi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata penasihat hukum Anas, Handika Honggowongso melalui pesan singkat ke wartawan, Senin (29/9).
BACA JUGA: Kisruh UU Pilkada, SBY Dianggap Salah Kaprah
Menurut Handika, pertimbangan hukum yang digunakan majelis terkait pembuktian dalam dakwaan kesatu subsider dan dakwaan kedua tidak benar. Sebab, putusan itu didasarkan pada saksi dan surat yang tidak bernilai sebagai alat bukti.
"Contoh saksi yang dipakai keterangannya saling kontradiksi, jadi tidak ada persesuainya," ujar Handika.
BACA JUGA: Anak Buah SBY Salahkan Strategi PDIP di Paripurna RUU Pilkada
Selain itu, kata Handika, seharusnya model penilaian alat bukti yang digunakan dalam putusan seperti dalam dakwaan ketiga. Hakim memutus Anas tidak bersalah terkait dakwaan itu. "Dan memang seperti itulah menurut hukum," tandasnya.
Seperti diketahui, Anas dinyatakan terbukti korupsi sebagaimana dakwaan subsider, yakni melakukan perbuatan yang memenuhi pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto (jo) pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Anas dinyatakan terbukti menerima pemberian yang patut diduga karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu.
BACA JUGA: Ini Alasan Hakim Arief Hidayat Dukung UU MD3 Digugat
Hakim juga menyatakan bahwa Anas terbukti korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua yaitu pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP. Ia dinilai terbukti menyamarkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yaitu uang komisi dari proyek APBN yang dikumpulkan Permai Grup dan selanjutnya dibelikan beberapa properti.
Properti itu yakni tanah dan bangunan di Jalan Teluk Semangka seluas 639 meter persegi senilai Rp 3,5 miliar, rumah dan bangunan di Jalan Selat Makassar senilai Rp 690 juta, tanah seluas 200 meter persegi di Jalan DI Panjaitan No 57 Mantrijeron Yogyakarta serta Jalan DI Panjaitan No 139 Mantrijeron seluas 7.870 meter persegi dengan total senilai Rp15,74 miliar yang diatasnamakan mertua Anas, KH Atabik Ali yang juga pemilik pondok pesantren Ali Masum, Krapyak.
Atas perbuatannya, Anas dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh majelis hakim. Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan pencucian uang dilakukan secara berulang kali.
Selain itu Anas juga dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Anas juga dihukum membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya Rp 57.590.330.580 dan USD 5.261.070. Apabila tidak bayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta benda disita jaksa penuntut umum dan dilelang untuk menutupi kekurangan. Kalau harta benda tidak mencukupi diganti pidana penjara selama dua tahun.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Spanduk di Gedung DPR: Tak Ada Rp 5 M, tak Mekar
Redaktur : Tim Redaksi