Spanduk di Gedung DPR: Tak Ada Rp 5 M, tak Mekar

Senin, 29 September 2014 – 21:59 WIB
Spanduk di Gedung DPR: Tak Ada Rp 5 M, tak Mekar. Foto: Ken Girsang/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Rapat paripurna DPR memanas, Senin (29/9). Ratusan masyarakat dari berbagai elemen yang memenuhi balkon ruang rapat hingga halaman gedung DPR, Jakarta, berteriak-teriak mengecam sikap pimpinan sidang  yang dinilai mengulur-ulur waktu pembahasan paket 65 Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Daerah (DOB).

Bahkan suasana semakin tegang, ketika pembahasan paket 65 RUU DOB dibuka sekitar Pukul 16.00 WIB, Senin (29/9). Terutama ketika pimpinan sidang, Sohibul Iman berusaha mengetuk palu, menyatakan pembahasan pemekaran diserahkan pada masa bakti DPR RI periode 2014-2019.

BACA JUGA: Pensiun dari Presiden, SBY Diprediksi akan Ditinggal Kader

Pimpinan sidang berusaha mengetuk palu, setelah sebelumnya Ketua Komisi II, Agun Gunandjar, menyatakan tidak ditemukan kesepakatan pada pengambilan keputusan tingkat I antara Komisi II DPR RI dengan pemerintah, dalam hal ini diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Alhasil, kecaman bertubi-tubi diteriakkan pengunjuk rasa. Antara lain disuarakan kelompok masyarakat yang mendukung pemekaran Kabupaten Kikim Area, Provinsi Sumatera Selatan. Lewat spanduk besar yang dipajang persis di depan pintu masuk menuju ruang rapat, mereka menilai pimpinan Komisi II DPR RI bajingan dan pemeras. Baik itu Agun Gunanjar, Arif Wibowo, Hakam Naja maupun Khatibul Umam.

BACA JUGA: JK: SBY tak Punya Legal Standing Ajukan Uji UU Pilkada

“Harga pemekaran Rp 5 miliar, tidak ada uang, tidak ada pemekaran. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus segera turun tangan, tangkap pimpinan komisi II,” demikian tulisan dalam dua spanduk berukuran raksasa yang dipajang.

Selain pendukung Kikim Area, ratusan perwakilan masyarakat Papua, juga meluapkan kekecewaan yang sama. Teriakan tidak hanya memuncak dalam ruang sidang. Di luar gedung, ratusan masyarakat Papua dengan berteriak-teriak merangsek memenuhi pintu depan Gedung Nusantara I.

BACA JUGA: MK Kabulkan Sebagian Gugatan UU MD3 dari Kubu Khofifah

“Kami hanya ingin lebih baik. Kalau tidak diberikan, biarkan kami mengurus diri kami sendiri. Lebih baik kami merdeka,” kata salah seorang pengunjukrasa di hadapan ratusan aparat kepolisian yang tiba-tiba merapat setelah melihat suasana semakin memanas.

Menurut perwakilan pemekaaran Kabupaten Yapen Barat Utara, Provinsi Papua, Oktof Airban, mereka sangat mengharapkan rapat paripurna mengesahkan pemekaran, karena kondisi daerahnya sangat tertinggal.

Di dalam ruang sidang, suasana juga kalah panasnya. Sejumlah anggota DPR tidak terima dengan langkah pimpinan yang sempat mengetuk palu menyatakan sidang di skor. Antara lain disuarakan Fachri Hamzah dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rieke Diah Pitaloka dari PDI Perjuangan  dan Michael Wattimena dari Partai Demokrat. Pimpinan sidang akhirnya mencabut skor dan memersilahkan anggota menyatakan pendapat.

“Saya mohon mohon pemerintah dan Komisi II sekali lagi melakukan lobi meloloskan daerah yang memenuhi syarat sebagaimana amanat presiden. Karena mereka ini berharap agar ini disahkan. Mereka ini tidak minta uang, hanya menginginkan agar kewenangan daerah ditambah,” katanya.

Pandangan yang sama juga disuarakan Rieke Diah Pitaloka. Lobi menurutnya perlu kembali dilakukan karena menyadari pemekaran sangat dibutuhkan, mengingat ketimpangan pembangunan yang begitu besar.

“Kami cukup terkesima dengan perjuangan teman-teman dari Papua dan dari daerah lain,termasuk dari Jawa Barat. Oleh karena itu saya mendukung pembahasan dilanjutkan.

Pandangan berbeda justru dikemukakan Chairuman Harahap. Menurutnya, DPR sepenuhnya mendukung pelaksanaan pemekaran. Namun harus juga menghargai keputusan Komisi II yang melakukan rapat dengan pemerintah.

“Tadi Komisi II menyampaikan persoalan yang mereka hadapi. Kita harus hormati, biar mereka yang memutuskan. Jangan beri harapan hampa pada masyarakat. Prinsip pemekaran harus, tapi ini ada persoalan. Komisi II dituduh terima suap. Apa mau kita biarkan. Kita khawatir kalau diputuksan dimekarkan, dinyatakan suap. Karena daerah lain diputuskan pemekarannya ditunda,” katanya.

Pernyataan ini langsung mendapat cemoohan. Baik di dalam gedung, apalagi di luar gedung yang melihat jalannya sidang lewat layar kaca yang ditempatkan di depan Gedung Nusantara I. Salah seorang pengunjuk rasa, secara spontan bahkan seakan-akan ingin melayangkan pukulannya ke layar kaca tersebut.

Atas situasi yang terjadi, pimpinan sidang kemudian memutuskan sidang ditunda. Dan memersilahkan Komisi II melakukan lobi dengan pemerintah. Hasil dari lobi menurut rencana dibacakan pada sidang lanjutan yang digelar Selasa (30/9), sebelum pidato akhir Ketua DPR. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Deputi BPKS Didakwa Korupsi Proyek Dermaga Sabang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler