Anggap Pengadaan 100 ATM Bank DKI hanya Kasus Perdata

Selasa, 19 Agustus 2014 – 16:56 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Dugaan korupsi pengadaan pengembangan jaringan distribusi layanan ATM antara PT Bank DKI dengan PT Karimata Solusi Padu (KSP) telah digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam sidang ini Henri J Maraton, Direktur Utama KSP duduk sebagai sebagai terdakwa. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa perbuatan Henri telah merugikan negara lebih dari Rp 7 miliar. 

Menurut JPU, perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Direktur Operasional PT Bank DKI. Caranya, KSP menerima pembayaran tiga bulan dimuka. Pembayaran tersebut diterima KSP dengan tidak memberikan Berita Acara Kemajuan sesuai Surat keputusan Direksi PT Bank DKI No. 169/2007 dan Nomor 170/2007. Nah, KSP lantas telah melakukan sub kontrak kepada PT Inti Sentral Operasional (ISO) tanpa sepengetahuan PT Bank DKI. 

BACA JUGA: Pansus Mestinya Sasar Pemerintah, Bukan KPU

Akibat perbuatan KSP tersebut, menurut Jaksa Penuntut Umum, telah menguntungkan dan memperkaya ISO dan atau diri sendiri, perbuatan mana melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan Jaksa tersebut, tim kuasa hukum terdakwa, Rosita P. Radjah mengajukan keberatan (eksepsi). Menurut Rosita,  Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Selain itu dia juga menyatakan keberatan terhadap surat dakwaan jaksa yang menurutnya tidak memenuhi syarat sebagai surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP.  "Surat dakwaan yang tidak jelas, tidak cermat, tidak lengkap sehingga seharusnya dakwaan tersebut dibatalkan," kata Rosita.

BACA JUGA: KPK Tindaklanjuti Aset Nazaruddin yang Berpindah Tangan

Rosita menjelaskan, tidak semestinya perkara ini disidangkan di pengadilan Tipikor,  karena dasar dari pengadaan pengembangan jaringan distribusi layanan ATM antara Bank DKI dan KSP adalah perjanjian sewa lokasi ATM berikut mesin ATM dan pengelolaannya seperti yang tercantum dalam surat Nomor 131/SP/DIR/XII/2009 tanggal 30 Desember 2009. 

Menurutnya, apa yang didakwakan jaksa mengenai uang muka tiga bulan pertama, nilai proyek, dan adanya subkontrak kepada pihak ketiga, semuanya diatur dalam perjanjian sewa ATM antara Bank DKI dengan KSP. Jadi, apabila pembayaran uang muka yang dimasalahkan, itu bisa dibicarakan para pihak yang berkaitan. "Kan sampai hari ini, Perjanjian Sewa ATM tersebut belum pernah diputus oleh PT Bank DKI, dan baru akan berakhir Desember tahun ini. Tapi kenapa tiba-tiba saja PT Bank DKI dengan menggunakan perpanjangan tangan BI dan Jaksa langsung melaporkan adanya korupsi," ujar Rosita. 

BACA JUGA: Perkuat Kemenangan Jokowi-JK, Serahkan Resume 54 Halaman ke MK

Rosita melanjutkan, masalah ini sebenarnya adalah masalah sewa-menyewa. Nah, perjanjian sewa telah dibuat antara KSP dan Bank DKI, dan telah memenuhi syarat sahnya perjanjian. "Karenanya jika ada wanprestasi atau pun sengketa antara KSP dan  Bank DKI mengenai perjanjian sewa tersebut, seharusnya diselesaikan berdasarkan cara perdata,” imbuhnya.

Selain itu, imbuhnya KSP tidak pernah merugikan negara dalam pengadaan 100 ATM Bank DKI. Pasalnya, perjanjian sewa menyewa ATM tersebut sudah berjalan 13 bulan dan 11 hari dan tidak pernah ada komplain atau teguran dari Bank DKI yang menyatakan KSP telah merugikan negara. 

Rosita lantas mengklaim bahwa yang terjadi justru sebaliknya. KSP sangat dirugikan dalam kasus ini karena belum dilakukan pembayaran oleh Bank DKI. 

Menurut Rosita, langkah Kejaksaan Tinggi DKI yang menganggap adanya kerugian negara dalam perjanjian sewa ini tidak beralasan. Sebab, semua proses tender telah dilalui oleh kliennya sesuai prosedur yang berlaku di PT Bank DKI. Harga yang didapat oleh Bank DKI juga jauh lebih rendah dari competitor lainnya. "Jadi dimana kerugian negaranya?" kata dia dengan nada ketus.

Terkait dengan pekerjaan sub-kon yang dilansir oleh JPU sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan negara, dalam industri perbankan, pengerjaan pelayanan dan jaringan ATM selalu melibatkan lebih dari satu perusahaan. Jadi, menurut Rosita, tidak mungkin hal itu dikerjakan oleh satu perusahaan saja. 

Hal ini sudah menjadi hal yang umum. Contohnya, untuk pengisian uang hanya dapat dilakukan oleh perusahaan tertentu yang telah diakui dan memenuhi standar Bank Indonesia, penyediaan sarana komunikasi ATM, lokasi mesin ATM dalam hal jaringan minimarket dan pembelian mesin ATM baru. 

"Dengan demikian apa yang didakwakan oleh JPU sungguh tidak benar dan semua proses yang terjadi merupakan rana hukum perdata, oleh karenanya  KSP sebagai pihak yang dirugikan secara perdata akan mengajukan gugatan perdata sebagai upaya hukum," ujarnya. (mas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ikatan Alumni Lemhanas 49 Dukung Ide Jokowi soal Tol Laut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler