Anggaran Daerah Masih Dibajak Elit Lokal

Senin, 20 Desember 2010 – 06:52 WIB

JAKARTA - Anggaran daerah masih menjadi "target empuk" yang rawan dibajak elit daerahPola yang digunakan bermacam "macam, mulai bantuan sosial (bansos), bantuan partai politik, belanja penunjang operasional, sampai pelesiran mahal berkedok perjalanan dinas para pejabat daerah.

"Pembajakan anggaran ini mengkhianati kepentingan rakyat," kata Kepala Divisi Pengembangan Jaringan Daerah dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Hadi Prayitno di Hotel Ambhara, Jalan Iskandarsyah Raya, Jakarta Selatan, kemarin (19/12).

FITRA melakukan pemetaan berdasarkan hasil audit semester I tahun 2010 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan daerah

BACA JUGA: Anas Kangen Makan di Warteg

Hasil yang diperoleh cukup mencengangkan
Dari laporan realisasi APBD 2009 ditemukan penyimpangan penggunaan bantuan sosial sebesar Rp 765,3 miliar yang tersebar di 19 provinsi

BACA JUGA: MK Dituding Kerdilkan Hasil Temuan Tim Investigasi

"Kecenderungannya bansos hanya dibagikan oleh elit daerah kepada jaringan politik dan pengikutnya saja," terang Hadi.

Modus penyimpangannya beragam
Di antaranya, pemberian bantuan tanpa adanya pengajuan usulan, pemberian yang melebihi alokasi terhadap satu organisasi, potongan pada setiap item bantuan dan tidak adanya pertanggungjawaban atas penggunaan

BACA JUGA: Bupati Simalungun Siap Jalani Penyelidikan di KPK

"Bahkan, terindikasi adanya bantuan fiktif," bebernyaCelah lain yang marak digunakan adalah belanja penunjang operasional bagi kepala daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang tidak sesuai aturanHasil audit BPK kembali menemukan penyimpangan anggaran sebesar Rp 58,4 miliar"Padahal, setiap tahun BPK sudah membuat statement tidak boleh dianggarakanTapi, ini memang bagian dari modus yang sulit dikendalikan," ujar Hadi.

Penyimpangan lain yang ditemukan BPK adalah penyalahgunaan bantuan parpol mencapai Rp 24,6 miliar"Bantuan ini telah menjadi beban baru bagi anggaran daerah dan tidak bermanfaat apapun bagi masyarakat," kritik Hadi lagi.

Berangkat dari hasil audit BPK itu, FITRA juga menemukan adanya penyalahgunaan belanja perjalanan dinas oleh elit "elit darah sebesar Rp 50,8 miliarModusnya mulai perjalanan fiktif sampai tidak adanya pertanggungjawaban yang memadai"Dana plesiran juga menjadi ajang tambahan uang penghasilan baru," sindirnya.

Semua ini semakin memperburuk kondisi keuangan daerah yang sudah sangat terbatasHadi mengingatkan pemerintah pusat selalu mengklaim anggaran ke daerah terus ditingkatkanTapi, sampai tahun 2010, porsi untuk daerah sebenarnya tidak pernah beranjak dari sekitaran 30 persenPadahal, sebanyak 70 persen urusan sudah diserahkan ke pemerintah daerah"Urusan diserahkan, sayangnya tidak diiringi dengan desentralisasi fiskalJadi, anggaran masih tetap didominasi pusat," katanya.

Keleluasaan daerah untuk mengelola keuangannya juga kian terbelengguIni disebabkan adanya kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan gaji atau belanja pegawai sebesar 15 persen"Sementara itu, rekrutmen pegawai negeri sipil yang harus dibiayai APBD seolah tidak bisa dihindari setiap tahunnya," ujar Hadi.

Akibatnya, lanjut dia, implementasi program akselerasi di bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan hanya bersifat residual"Hanya kebagian sisa "sisanya saja, karena sebagian besar sudah dibelanjakan untuk kepentingan belanja pegawai dan birokrasi," tegasnya.

FITRA merekomendasikan sejumlah langkah untuk mencegah terulangnya kesalahan pengelolaan anggaran daerahDi antaranya, perubahan UU Perimbangan Keuangan Pusat "Daerah dengan memberikan kewenangan fiskal yang lebih luas dan alokasi yang lebih besar kepada daerahSelanjutnya, perlu moratorium (penghentian sementara) rekrutmen PNS Daerah dibarengi reformasi birokrasi tingkat daerah"Pengaturan penggunaan bansos, bantuan parpol, belanja operasional, dan perjalanan dinas harus diperketat," tandas Hadi(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Atasi Kekumuhan Dilarang Main Gusur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler