Anggota Dewan Perokok Berat, Dukung Rp 50 Ribu per Bungkus

Senin, 22 Agustus 2016 – 06:04 WIB
Petani tembakau. Ilustrasi Foto: Jawa Pos Group/dok.JPNN.com

jpnn.com - MATARAM –  Petani tembakau di Lombok, NTB, menolak wacana menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus.

Bila wacana ini diterapkan sama saja menutup mata pencaharian ribuan petani tembakau di Lombok yang selama ini hidup dari budidaya tembakau Virginia.

BACA JUGA: Tolong, Pabrik Gula Cemari Air Sungai jadi Hitam

Dikatakan Hamdani petani tembakau asal Sakra Lombok Timur ini, jika harga rokok naik drastis maka perusahaan rokok akan mengurangi  produksinya.  Imbasnya ke petani. Perusahaan akan mengurangi pembelian tembakau ke petani. 

''Kalau ini terjadi, ini sama saja membunuh ribuan petani tembakau. Terus petani mau hidup dari apa? Sampai saat ini belum ada yang bisa menggantikan tanaman tembakau di masyarakat,'' jelasnya Minggu kemarin (21/8).

BACA JUGA: Berangkat Haji via Filipina, Disebut Mirip Kasus Archandra Tahar

Dia meminta pemerintah mengkaji betul wacana ini. Menurutnya, tembakau ini padat karya. Jumlah petani tembakau di Lombok memang ribuan orang tetapi penduduk yang hidup dari usaha tembakau ini mencapai ratusan ribu orang.  

''Ingat tembakau ini padat karya. Jika ini tutup, berapa banyak orang kehilangan pekerjaan dan mata pencahariannya. Pengangguran dan kemiskinan akan meningkat. Jelas akan berdampak ke sosial dan kondusifitas daerah,'' tambahnya.

BACA JUGA: Prosedur Pemberangkatan Calon Jamaah Haji via Filipina, Ongkos Ratusan Juta

Pemerintah daerah (Pemda) di NTB diminta memperjuangkan nasib petani ini dengan menolak wacana itu. ''Pemerintah harus memikirkan dampaknya,'' tegasnya.

Senada dikatakan H. Satrah. Dia tegas menolak rencana pemerintah yang menaikkan harga rokok itu. Menurutnya dengan menaikkan harga rokok membuat petani tembakau semakin merugi. 

''Kalau harga mahal, perusahaan tidak mau membeli tembakau kami. Ujung-ujungnya, kami petani yang dirugikan,'' kata petani asal Rensing, Lombok Timur ini. 

Petani lainnya  Bukri meminta kebijakan ini tidak serta merta diterapkan. Pemerintah diminta untuk mencari solusi pengganti tembakau yang mempunyai daya jual tinggi dan menguntungkan petani. ''Jangan hanya pemerintah mau untung, tapi petani menjadi buntung,” katanya.

Berbeda dengan petani, anggota DPRD NTB  tidak mempersoalkan adanya wacana pemerintah pusat yang akan menaikkan harga rokok. Kebijakan tersebut dinilai positif untuk menyelamatkan nasib generasi bangsa dari bahaya rokok.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi NTB, HL Jazuli Azhar berpendapat, dirinya termasuk perokok berat. Namun, demi masa depan anak bangsa maka kebijakan menaikkan harga rokok sangat baik. "Saya dukung itu walaupun saya perokok berat, ini kan tujuannya baik," kata Jazuli.

Dijelaskan, sejak lama kontroversi tentang rokok telah terjadi. Rokok terbukti membahayakan nyawa dan setiap tahun banyak orang meninggal dunia karena rokok. 

Tidak hanya itu, parahnya lagi anak-anak juga sudah banyak yang mengkonsumsi rokok karena harganya masih bisa terjangkau.

Dengan naiknya harga rokok, maka sangat berpengaruh pada jumlah perokok. Anak-anak juga tidak akan rela membuang-buang uangnya demi rokok. 

"Coba lihat masyarakat kita, mereka rela beli rokok daripada uangnya digunakan ke hal-hal yang lebih positif. Saya yakin kalau harga rokok mahal akan banyak yang berhenti merokok dan kesehatannya menjadi terjaga," terang Jazuli.

Meskipun begitu, ia tidak menampik kebijakan tersebut juga akan banyak mendatangkan masalah baru. Apabila rokok mahal maka permintaan produksi menjadi menurun, artinya perusahaan akan mengurangi jumlah produksi. 

Hal ini dipastikan berdampak pula tenaga kerja di perusahaan rokok. "Kita akui akan banyak terjadi PHK, tapi kan ini juga demi kesehatan anak bangsa, demi kepentingan yang lebih besar," katanya.

Ia berharap pemerintah pusat memikirkan dampak atas sebuah kebijakan. Jangan sampai hanya mengeluarkan kebijakan tanpa ada solusi yang jelas. Jazuli tidak ingin terjadi lagi seperti nasib ribuan nelayan lobster yang kini menderita.

Di Provinsi NTB sendiri, banyak sekali yang menggantungkan hidupnya pada rokok. Semakin banyak perokok maka harga tembakau akan semakin tinggi. Sebaliknya, apabila produksi rokok berkurang maka dikhawatirkan petani akan kesulitan menjual tembakaunya

"Untuk petani ada dua kemungkinan, mereka akan senang karena harga tembakau akan tinggi, atau sebaliknya bisa saja petani kita akan kesulitan menjual tembakaunya karena permintaan berkurang," ujarnya.  (cr/wan/zwr/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pergoki Kawanan Pencuri, Penjaga Kontrakan Didor Bagian Kepalanya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler