Koordinator penasehat hukum Ismeth Abdullah, Tumpal Hutabarat, mengaku mendapat informasi penundaan setelah dihubungi Jaksa Penuntut Umum (JPU)
BACA JUGA: Empat Tersangka Segera ke Penuntutan
Persidangan atas Ismeth diundur hingga Selasa (4/5) pekan depanBACA JUGA: Pemerintah Kalah di 61 Persen Sengketa Pajak
Katanya diundur karena Pak Ismeth tidak bisa dihadirkanSementara dalam surat dakwaan bernomor Dak-11/24/04/2010 yang sudah dua kali ditunda pembacaannya, Ismeth didakwa melakukan korupsi saat menjadi Ketua Otorita Batam (OB), terkait proyek pengadaan enam unit damkar pada tahun 2004 dan 2005
BACA JUGA: Mau Pasok ke Surabaya Dicokok di Cengkareng
Ismeth memberi persetujuan untuk pengadaan damkar melalui mekanisme penunjukan langsung.Sementara tanda tangan kontrak pengadaan dilakukan pada 16 Mei 2005 oleh Nur Setiajid selaku ketua panitia pengadaan damkar dan Hengky Samuel Daud dari PT Satal NusantaraMenurut JPU, kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp 5,463 miliar yang menjadi keuntungan bagi PT Satal Nusantara.
Namun dalam dakwaan tidak disebut adanya aliran dana dari Hengky ke IsmethJustru penerimanya adalah anak buah Ismeth di OB dan anggota DPR RIDari proyek itu, keuntungan yang diterima PT Satal Nusantara mengalir ke sejumlah pihak.
Penerimanya antara lain anggota DPR periode 2004-2009 dari Fraksi PPP, Sofyan Usman sebesar Rp 1 miliarSelain itu ada aliran dana sebesar Rp 504 juta yang mengalir ke Kepala Bagian Anggaran Otorita Batam, M IqbalDeputi Administrasi dan Perencanaan (Adren) OB, M Prijanto juga mendapat Rp 45 jutaDirektur Pengelolaan Lahan Otorita Batam, Danial Yunus, juga menerima RP 70 jutaSementara seorang pegawai Otorita Batam bernama Indra Sakti, menerima Rp 98 juta
Dalam surat dakwaan, Ismeth dianggap melakukan korupsi dan menyalahgunakan kewenanganDakwaan primairnya, Ismeth dianggap melanggar ancam dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1)Sedangkan dakwaan keduanya, Ismeth dianggap melanggar pasal 3 jo 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1).
Menanggapi dakwaan yang belum dibacakan itu, salah satu pembela Ismeth, Luhut M Pangaribuan, menyatakan, ada optimisme tim pembela bahwa Ismeth bisa bebasPasalnya, jika dakwaannya pasal (2) UU Tipikor, maka Ismeth tidak mememperkaya diri dari proyek itu"Tidak satu sen pun yang mengalir ke Pak ISmeth," ujarnya.
Demikian pula pasal 3 UU Tipikor yang menjadi dakwaan kedua, Luhut menilai tidak ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Ismeth"Pak Ismeth sebagai Ketua Ototita Batam tidak menggunakan pengaruhnya untuk memenangkan perusahaan tertentu," tandas Luhut.
Ditambahkan, seharusnya ada perbedaan perlakuan dalam melihat kasus pengadaan damkar di BatamSelain karena kondisi yang mendesak, sambung Luhut, juga karena Otorita Batam memiliki kekhususan tersendiri"Namanya saja OtoritaArtinya sebagai institusi memang punya kekhususan," imbuhnya.
Luhut menegaskan, Ismeth hanya memberikan persetujuan karena Panitia Pengadaan memberi masukan bahwa pengadaan damkar melalui mekanisme penunjukan langsung dimungkinkan dalam kondisi mendesak dan sudah sesuai Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa"Persetujuan Pak Ismeth melalui disposisi dalam proyek damkar tidak bisa disebut sebagai perbuatan melawan hukum serta tidak memenuhi syarat materiil tindak pidana korupsi," ucap Luhut.
Luhut juga menegaskan, sampai sejauh ini Ismeth masih belum berstatus terdakwaPasalnya, seseorang disebut terdakwa setelah ada pembacaan surat dakwaan, ada keberatan (eksepsi) atas surat dakwaan, serta ada putusan sela dari Majelis Hakim"Jadi masih ada proses hingga Pak Ismeth statusnya menjadi terdakwaPaling tidak dalam tiga persidangan," tandasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini, Mendagri Minta Ketegasan Gubernur Sumut
Redaktur : Tim Redaksi