Begini Cara Pelaut Ulung Menyisir Ombak Membelai Badai

Jumat, 04 Maret 2016 – 07:56 WIB
Piagam dari Menteri Bappenas JB Sumarlin untuk Capt. Gita Ardjakusuma, nakhoda Phinisi Nusantara. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - PHINISI NUSANTARA disergap badai Samudera Pasifik. Alam tak perlu dilawan. Saat mengamuk, ia hanya butuh dibelai. Para pelaut Indonesia ini pun menyisir badai. 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Luar Biasa, Perjuangan Para Pelaut ini Mengharumkan Nama Indonesia

Empat hari Phinisi Nusantara diombang-ambing gelombang besar, saat melintasi Samudera Pasifik dalam pelayaran dari Indonesia menuju Benua Amerika untuk menghadiri Vancouver Expo 86 di Kanada. 

"Topan badai dengan kecepatan 30 knots datang menyergap," kenang Capt. Gita Ardjakusuma, sang nakhoda, dalam sebuah perbincangan dengan JPNN.com.   

BACA JUGA: Bukan Cerita Capt. Jack Sparrow, ini Kisah Nyata...

Mappagau pelaut Bugis yang sarat akan pengalaman seketika mengambil komando.

Dia keluar dari anjungan sambil menyeru, "ambil layar! Cepat ambil layar!"

BACA JUGA: Pelaut-pelaut Gila dan Proyek Pelayaran Maut

Ambil layar, sebagaimana ditulis Nina Pane dalam buku Menyisir Badai, adalah istilah pelaut Bugis untuk perintah menggulung-turunkan layar.

Meski tanpa persetujuannya sebagai nakhoda, Capt. Gita membiarkan Mappagau mengambil kendali.

Kini, tanpa selembar layar pun, Phinisi Nusantara menyerahkan nasibnya pada alam. 

Angin bertiup kencang. Kapal dikocok ombak dan gelombang. 

"Beberapa awak kapal sudah bersiap-siap dengan pelampung," kenang Pius Caro, wartawan Kompas yang ikut dalam ekspedisi 30 tahun silam itu. 

Surat-surat penting dibungkus plastik dikalungkan ke leher. 

Demi melihat itu, Pius Caro bertanya, "untuk apa?" 

"Siap-siap, jika sewaktu-waktu tenggelam…"

Dalam buku Ekspedisi Phinisi Nusantara yang ditulisnya, Pius Caro menceritakan, selama empat hari "bercumbu" dengan badai Samudera Pasifik, mereka terpaksa tidur dalam keadaan terombang-ambing.

Ilmu Berlayar

Setelah badai reda, Capt. Gita mengumpulkan seluruh awak dan berpidato. 

Dia mengakui kepiawaian Mappagau. Pun demikian, tindakan tersebut tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. 

"Jika angin kencang semakin tak tertahankan, maka pertama-tama yang harus diturunkan adalah layar-layar puncak, top sail. Mengapa begitu?" 

Capt. Gita meneruskan, "karena tekanan angin di puncak tiang bisa menyebabkan perahu miring dan mungkin sekali terbalik." 

Kalau tak tertahankan juga, sambungnya, maka layar besar belakang (spanker sail) harus diturunkan. Kemudian menyusul layar utama (main sail), layar jib-luar dan jib-tengah.

"Sedangkan layar jib dalam (stay sail) tidak boleh digulung berhubung fungsi rangkapnya sebagai pembantu kemudi agar kapal lebih mudah diatur." 

Menurut Capt. Gita, urutan-urutan itu penting diperhatikan.

Mhhh...selalu ada pelangi setelah badai. Setelah berlayar selama 67 hari (sejak 9 Juli 1986), Phinisi Nusantara tiba di Victoria. Artinya hanya perlu sehari pelayaran lagi, sampailah di Vancouver, Kanada. 

Mau tahu bagaimana kedatangan mereka disambut? --bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Top! Pelaut Legendaris itu...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler