Antara Kasus Korupsi e-KTP dan Makan Bubur dari Pinggir

Sabtu, 18 Maret 2017 – 12:46 WIB
Peneliti ICW Agus Sunaryanto, menjadi pembicara pada diskusi 'Perang Politik E-KTP', di Jakarta, Sabtu (18/3). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menjerat dua orang sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Keduanya kemudian diajukan sebagai terdakwa.

Padahal, dalam surat dakwaan KPK menyebutkan sejumlah nama yang terlibat bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan menerima aliran dana.

BACA JUGA: Curiga Penganggaran e-KTP tak Lewat Bappenas

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menilai perkara ini baru bagian awal saja. Dia yakin, nanti KPK akan menjerat lebih banyak lagi pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum. “Saya menduga KPK menggunakan strategi makan bubur dari pinggir,” kata Agus saat diskusi “Perang Politik E-KTP” di Jakarta, Sabtu (18/3).

Dia menjelaskan, dalam dimensi kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa, biasanya menjerat penyedia dan pengguna. Penyedia adalah pihak swasta atau perusahaan. Sedangkan pengguna adalah eksekutif.

BACA JUGA: Ini Beda Kasus Maling Jemuran dengan Korupsi e-KTP

Nah, kata dia, kalau saat ini yang menjadi terdakwa adalah pihak eksekutif, maka pihak swasta yang di dalam dakwaan sudah jelas perannya itu tinggal menunggu waktu saja untuk dijerat.

Kemudian, nanti KPK juga masuk ke wilayah perencanaan anggaran. Sebab, kata dia, dalam upaya mendapat anggaran lebih besar untuk proyek e-KTP ini ada upaya pihak swasta dan kesetjenan Kemendagri mendekati DPR, termasuk Komisi II. “Ini jadi persoalan, karena bisa saja kesulitan mencari pembuktian,” kata dia.

BACA JUGA: Kasus e-KTP Bukan Cuma Masalah Hukum, tapi...

Sebab, lanjutnya, dalam konstruksi pasal 2 dan 3 UU Tipikor, harus dibuktikan apakah ada penerimaan dan sebagainya. Penerimaan uang, kata dia, dalam modus korupsi selalu menggunakan sistem cash. “Kalau transfer mudah ditelusuri,” katanya.

Menurut dia, penerimaan bisa saja tidak terjadi saat negosiasi. Penerimaan juga tidak hanya bisa terjadi di lingkungan DPR. Melainkan bisa di hotel dan lain tempat. Selain itu, untuk penerimaan besar bisa saja tidak dalam waktu sekali pemberiaan. “Jumlah banyak, bisa dicicil,” tegasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dari beberapa kasus yang ditangani KPK, tidak semua nama dalam dakwaan diproses hukum. Nah, kata dia, ini harus menjadi tantangan bagi KPK bagaimana memeroses orang yang sudah disebutkan dalam dakwaan tersebut. Kalau nama di dalam dakwaan belum diproses, Agus berpendapat bisa saja KPK belum menemukan bukti.

“Jadi, sabar saja menunggu. Yang jelas, faktanya sudah ada (sejumlah pihak) yang mengembalikan uang sampai Rp 250 miliar,” katanya. Dia mengatakan, publik ingin KPK bekerja lebih maksimal agar bisa membuka kotak pandora perkara e-KTP ini sejelas-jelasnya.

“Agar siapa saja yang terlibat, terutama yang disebut dalam dakwaan bisa diproses hukum,” tegas Agus. Dengan demikian, Agus berharap KPK bisa dipercaya dan bekerja sesuai rel serta tidak diintervensi. “Jadi, masyarakat harus sama-sama mendukung KPK,” pungkas Agus. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... IPW Apresiasi Polri Batalkan Proyek Andi Narogong


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
korupsi e-KTP   e-KTP   KPK  

Terpopuler