jpnn.com - KALI ini cerita lakon di koin Rp1000 yang baru; Ktut Pudja. Bukan kisahnya sebagai anggota PPKI. Bukan pula sebagai saksi perumusan dan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ini adegan ketika dia…
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Tintin, Hadiah Tahun Baru!
6 Maret 1946. Sehari setelah pasukan Belanda yang datang atas nama Sekutu atau tentara Serikat berhasil menduduki Bali.
Atas nama Sekutu, Van Beuge mengajak pihak Indonesia berunding. Van Beuge bukan orang asing di Bali. Menjelang Jepang mengusir Belanda dari Indonesia pada 1942, dia Residen Belanda untuk daerah Bali dan Lombok.
BACA JUGA: Julius Caesar, Reformasi Kalender & Sejarah Tahun Baru
Perundingan digelar di Istana Buleleng.
Di meja runding, Van Beuge bicara atas nama Allied Military And Civil Administration Branch (AMACAB)—pemerintahan sipil Sekutu.
BACA JUGA: Apa dan Siapa di Koin Rp 500?
Pihak Indonesia diwakili Ktut Pudja. Gubernur Sunda Kecil, yang pada zaman Hindia Belanda pernah bekerja di kantor Residen Bali dan Lombok--anak buah Van Beuge.
Nah, apa yang terjadi di meja runding?
Berikut bunyi perundingan itu, dicuplik utuh dari dokumen “Perslah Pembitjaraan Antara PT Gupernur Sunda Ketjil Dengan Tuan V Beuge, CO AMACAB”...
Van Beuge—selanjutnya disingkat VB: Pertemuan tidak resmi ini diadakan ialah untuk menghindari kemungkinan adanya salah paham antara penduduk dengan tentara pendudukan Serikat yang datang di pulau ini.
Sebagai diketahui Bali dan Lombok, demikian juga Jawa dan Sumatera termasuk daerah yang diduduki oleh tentara Inggris.
Kedatangan tentara pendudukan ini mempunyai maksud; memperlucuti senjata tentara Nippon; melepaskan dan mengurus tawanan perang; menjaga keamanan dan ketentraman umum.
Yang datang kemarin adalah pasukan-pasukan Belanda dengan serdadu-serdadunya yang terdiri dari orang-orang Belanda semua, termasuk dalam komando Letnan Jendral Inggris yang pada tanggal 8 bulan ini akan datang dengan pesawat terbang.
Pemimpin pasukan Belanda ini ialah Letnan Kolonel Ter Meulen, yang membawa perintah-perintah Serikat, yang tersimpul dalam tiga macam kewajiban itu.
Serdadu-serdadu Nippon yang dibenci oleh penduduk di sini akan diperlucuti senjatanya dan dikumpulkan di suatu tempat, dengan dijaga oleh serdadu-serdadu Belanda. Kalau keadaan pelayaran sudah mengizinkan dan tersedia kapal-kapal yang cukup jumlahnya, mereka akan lekas dikirim kembali ke negerinya.
Yang terpenting dalam waktu dekat ini ialah mengatur keamanan, sebagaimana dibicarakan dengan para raja baru-baru ini.
Pemerintahan di pulau ini sekarang dijalankan oleh Gabungan Raja-Raja; hal itu telah dibicarakan pula dalam rapat pada tanggal 28 bulan yang lalu di Klungkung.
Demikianlah maka tentara pendudukan sama sekali tak akan mencampuri urusan pemerintahan, karena kewajiban kami hanyalah tiga macam itu saja sebagaimana diperintahkan oleh Serikat.
Kalau ada perampokan, perampasan atau pembunuhan misalnya, kami akan mencampurinya, setelah diminta oleh pemerintah di masing-masing daerah.
Dalam keadaaan demikian polisi Indonesia dan serdadu-serdadu kami harus bertindak bersama-sama. Janganlah kita sekarang membicarakan soal-soal politik, karena soal-soal itu akan dirundingkan oleh Gubernur Jendral Van Mook dengan kabinet Soekarno.
Baiklah kita menunggu keputusan pembicaraan di Betawi itu saja karena pada akhirnya yang berlaku ialah keputusan senteral. Marilah kita bekerja bersama-sama untuk keamanan dan kemajuan negeri.
Adapun tentang Pulau Bali, termasuk dalam republik atau tidak, tergabung dengan pulau-pulau lain atau berdiri sendiri, tergantunglah pada keputusan pembicaraan di Betawi itu.
Maksud kami tak lain ialah supaya penduduk di sini mendapat kesenangan lagi sebagai sediakala. Pemerintah Belanda suka menolong penduduk di sini, misalnya kalau kebutuhan obat-obatan, mesin-mesin, cangkul-cangkul untuk kaum tani dan lain-lainnya.
Karena itu saya ingin mendapat keterangan dari tuan-tuan tentang keadaan Pulau Bali, ialah yang berkenan dengan kesehatan, perekonomian, pertanian dan lain sebagainya.
Sukur jika saya dapat berbicara sendiri dengan kepala-kepala jawatan pemerintahan di sini.
Akhirnya saya perlu menjelaskan, bahwa pangkat saya sekarang ialah C.O Amacab, Opsir Tentara Pendudukan Serikat bagian Tata Usaha Sipil.
Ktut Pudja—selanjutnya disingkat KP: Pada tanggal 17 Agustus tahun yang lalu Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya, sehingga dengan demikian kepulauan Sunda Kecil umumnya dan Pulau Bali khususnya, sebagian dari negeri Indonesia, sendirinya turut juga merdeka.
Oleh presiden kami telah diangkat sebagai kepala pemerintahan daerah Sunda Kecil saya sendiri. Adapun kepala propinsi di sini disebut gubernur.
Pemerintahan daerah di Bali termasuk dalam pemerintahan republik. Pun setelah pemerintahan itu diserahkan pada Gabungan Raja-Raja.
Bali tetap menjadi sebagain dari Republik Indonesia. Saya telah mendengar dan mengerti tentang kewajiban tentara pendudukan, sebagai tadi tuan uraikan itu.
Saya sependapat dengan tuan, bahwa soal-soal politik kita serahkan saja atas kebijaksanaan Jakarta, ialah pada wakil-wakil kita, dari pihak kami Perdana Menteri Sjahrir dan dari pihak Belanda tuan Van Mook.
Tuan telah menerangkan bahwa tentara pendudukan tidak akan mencampuri urusan pemerintahan. Hal itu dapat kami setujui sepenuhnya.
Untuk mencegah timbulnya salah paham antara penduduk dan pihak tuan-tuan, saya minta supaya tuan mengeluarkan pengumuman-misalnya dengan surat-surat selebaran agar penduduk mengerti benar-benar akan kewajiban tuan-tuan datang kemari dengan batas-batasnya yang nyata.
VB: Yang berkuasa mengeluarkan maklumat semacam itu adalah komandan kami dan bukan saya yang ada dibawah perintahnya. Kalau ia sudah datang, saya akan usulkan supaya maklumat sebagai permintaan tuan itu dikeluarkan.
Saya perlu memberi penjelasan sedikit. Hanya kalau pemerintah di sini tak sanggup menjaga keamanan dan ketentraman, kami akan campur tangan dalam urusan itu. Artinya ialah, bahwa tindakan-tindakan kami akan kami lakukan atas permintaan pemerintah di sini, dan itu kalau hanya perlu saja.
Saya menganjurkan, supaya polisi Indonesia diperkuat, dengan mencari orang-orang yang jujur, yang tidak ke kiri dan ke kanan.
Harap diumumkan kepada penduduk, terutama kepada polisi, bahwa kami datang tidak sebagai musuh, melainkan sebagai teman. Jangan hendaknya orang memandang kami sebagai musuh.
Baik kiranya jika pemerintahan mengeluarkan maklumat tentang soal itu. Saya ulangi lagi permintaan saya, ialah supaya bisa mendapat keterangan tentang keadaan Pulau Bali karena saya akan mengirimkan pelaporan kepada komandan kami.
Pula agar saya dapat menolong kebutuhan penduduk di sini, misalnya; pakaian, obat-obatan dan lain-lainnya. Juga kami mempunyai ahli-ahli pekerjaan yang dapat juga memberi bantuan kepada tuan-tuan.
KP: Kalau kelak ada perundingan resmi antara kami dengan pihak Inggris dapatlah kami memberi keterangan tentang keadaan Pulau Bali.
Malah kalau pembesar Inggris sebagai tuan katakan tadi sudah datang, saya akan memprotes tentang kejadian-kejadian di Denpasar, ialah penurunan bendera kami Sang Merah Putih dan penangkapan atas dirinya tuan Ketut Subrata.
Tentang itu saya tadi mendapat telepon dari Denpasar.
VB: Penurunan bendera Merah Putih? Kami mendapat perintah bendera merah putih tidak boleh diturunkan. Baiklah saya nanti akan urus kejadian-kejadian itu dan barangkali saja besok pergi ke Denpasar.
Lain dari pada itu, perlu kiranya diperhatikan Undang-Undang Militer (Militaire Verordening. Dikeluarkan oleh E.C Mansergh, Mayor Jendral Panglima Tentara Serikat Jawa Timur--red) yang dikeluarkan oleh komandan kami, yang bermaksud;
Pertama, melarang orang keluar malam, mulai jam 10 malam sampai jam pagi. Selama waktu itu orang-orang di tempat yang diduduki oleh tentara kami tak boleh meninggalkan halaman rumah kediamannnya masing-masing. Polisi dan orang-orang jaga dikecualikan.
Kedua, memerintahkan penghapusan semboyan-semboyan yang menyakiti hati orang, golongan atau bangsa lain. Keterangan lebih lanjut dapat dibaca dalam undang-undang itu.
KP: Di sini tidak ada kejadian apa-apa. Mengapa dikeluarkan Undang-Undang militer yang berisi pembatasan keluar malam?
VB: Undang-undang itu dikeluarkan supaya di sini tidak terjadi apa-apa, supaya keamanan dapat terjamin. Dan bagaimana tentang permintaan saya untuk bertemu dengan kepala-kepala jawatan?
KP: Kalau tuan-tuan hanya melakukan kewajiban sebagai diperintahkan oleh Serikat itu, rasanya tuan tak usah minta bertemu dengan kepala-kepala jawatan, pun tak usah minta keterangan tentang keadaan perekonomian dan lain-lain.
Permintaan semacam itu dapat dianggap mencampuri urusan pemerintahan.
VB: Saya tidak mencampuri urusan pemerintahan, melainkan hanya minta keterangan saja. Hal itu perlu untuk pelaporan yang harus saya buat dan kirim kepada pembesar kami.
KP: Saya sendiri tak dapat memberi keputusan tentang hal itu. karenanya saya akan berunding dengan kawan-kawan saya. Jawaban akan saya sampaikan kepada tuan-tuan lekas.
***
Setelah itu perundingan berakhir. Enam hari kemudian, 11 Maret 1946, perundingan dibuka lagi. Kali ini di rumah Gubernur Sunda Kecil, Ketut Pudja di Singaraja.
Selain tuan rumah dan Van Beuge, hadir dalam perundingan itu Ketua KNI Sunda Kecil, Manuaba dan kepala-kepala jawatan di lingkungan Sunda Kecil.
Baru saja perundingan akan dimulai, rumah itu dikepung oleh pasukan yang dipimpin Kapten Smith.
“Gubernur, Ketua KNI dan kepala-kepala jawatan ditahan atas sesuai perintah Mayjen Manserg dari Jakarta,” seru Kapten Smith, sebagaimana dicuplik dari buku Pasukan M--Pertempuran Laut Pertama dalam Sejarah RI.
Alasan penahanan itu, kata dia, karena Sunda Kecil tidak aman. Di Bali banyak pembunuhan, keamanan tidak terjamin dan pemerintahan republik tidak bisa bertanggungjawab.
Di samping itu disebutkan bahwa mereka pernah menjadi alat pemerintah Jepang.
***
Ktut Pudja lahir di Singaraja, 19 Mei 1908. Dan berpulang di Jakarta, 4 Mei 1997. Pemerintah Indonesia menganugerahinya gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No.113/TK/2001.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari ini 1949
Redaktur & Reporter : Wenri