jpnn.com - TINTIN. Masih ingat jambul dan petulangannya? Komik wartawan cerdas tak terkalahkan ini diciptakan oleh seorang pria yang bercita-cita jadi wartawan, pada tahun baru 1929.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
BACA JUGA: Julius Caesar, Reformasi Kalender & Sejarah Tahun Baru
Semacam hadiah tahun baru. Herge dipanggil Pastor Norbert Wallez, direktur koran Le Vingtieme Siecle.
Herge, "diberi kepercayaan sebagai penanggungjawab halaman Le Petit, suplemen untuk anak yang dimuat koran itu tiap Kamis," tulis Michael Farr, dalam buku sejarah Tintin.
BACA JUGA: Apa dan Siapa di Koin Rp 500?
Herge berpikir cepat. Ia tidak punya banyak waktu. Kamis, 10 Januari 1929 sudah di depan mata.
***
BACA JUGA: Hari ini 1949
Herge! Pengarang Tintin itu lahir di Brussels, Belgia, 22 Mei 1907 dengan nama Georges Prosper Remi. Hobi menggambar sejak kanak-kanak. Buku sekolahnya lebih banyak dipenuhi gambar, ketimbang catatan pelajaran.
Lulus sekolah ia mendapat pekerjaan di koran Le Vingtieme Siecle. Bukan sebagai wartawan--meski itulah cita-cita sebenarnya. Di koran Katolik tersebut Herge menangani urusan pelanggan.
Sama seperti di sekolah dulu, mengisi waktu di sela pekerjaannya Herge senang menggambar. Eh, ada awak redaksi yang melirik.
Mula-mula vinyetnya dimuat. Kemudian dia mulai diminta menggambar ilustrasi sebagai pelengkap di halaman seni dan resensi buku.
"Bekerja pada kantor surat kabar yang sibuk, merupakan pengalaman menggairahkan bagi Herge. Dia rajin meng-update dan mengikuti perkembangan berita dari hari ke hari," tulis Michael Farr.
Meski bukan wartawan, gaya hidup Herge seperti wartawan. Dia suka berlama-lama di perpustakaan kantor. Dan lazimnya wartawan, belakangan dia membuat perpustakaan sendiri.
"Dia bermimpi menjadi reporter terkenal seperti Albert Londres," ungkap Michael.
Albert Lorders wartawan investigasi kenamaan kala itu.
Belakangan, dia hilang dalam insiden karamnya kapal Georges-Philippar milik Prancis yang terbakar secara misterius di Laut Merah, 1932. Padahal dia berjanji membawa berita yang belum terungkap.
Nah, saat dipercaya mengelola halaman Le Petit, suplemen anak di koran Le Vingtieme Siecle, Herge terbayang sosok reporter seperti Londres. Lahirlah serial Tintin.
Reporter-cum-Detektif
Tintin tampil perdana pada 10 Januari 1929. Wartawan yang memiliki semangat kepanduan (Pramuka--red) itu berkepala bundar, hidung kancing, dua titik sebagai mata dan--ini yang jadi ciri khasnya--rambut jambul.
Kemana pergi, Tintin digambarkan membawa kamera dan buku catatan untuk menuliskan reportase bagi Le Petit Vingtieme.
"Aku harus membuat artikel yang bagus," begitu dialog Tintin saat menulis laporan panjang di sebuah meja, sebagaimana dicuplik dari serial Tintin di Tanah Sovyet.
Tak hanya Albert Londers. Tintin juga terinspirasi oleh Bill Deedes wartawan Morning Post yang berangkat meliput perang Italia-Abisina, 1935.
Bill Deedes ini jadi editor Daily Telegraph dalam rentang waktu 1974-1986. Dalam posisi itu, ia tetap jadi jurnalis dan petualang aktif hingga masa tuanya.
Menurut Herge, dandanan rapi ala Tintin dengan jas double-breasted terinspirasi gaya berpakaian Bill.
Pada serial Tintin di Congo, si jambul dielu-elukan pers lokal setelah membongkar rencana Al Capone mengontrol produksi berlian di Congo, yang ketika itu masih jajahan Belgia.
Mulai dari wartawan investigasi, Tintin berkembang jadi detektif. Dalam serangkaian petualangan berikutnya, dia pun terlihat jarang membawa kamera dan buku catatan.
Bukan sama sekali tak ada. Pada serial Si Kuping Belah, ada adegan di Museum Etnografi yang memunculkannya lagi sebagai wartawan handal.
Saat berkumpul dengan reporter lain, bersama mewawancarai petugas kebersihan dan direktur museum, Tintin mendadak buru-buru menarik Milo (anjingnya) memeriksa museum seraya berkata, "Ini pasti jadi berita bagus untuk di koran."
Pada 26 September 1946, Tintin tak lagi sekadar suplemen di koran Le Vingtieme Siecle. Hari itu ia terbit sendiri sebagai sebuah majalah; TINTIN.
Dari Belgia, Tintin dikenal orang di Prancis, Swiss, Portugal dan lalu ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Lire, Desember 1978, Herge yang bercita-cita jadi wartawan mengakui bahwa melalui Tintin dia bisa mengalami kehidupan reporter.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oiya...Bung Karno pernah jadi Perancang Busana?
Redaktur & Reporter : Wenri