Apakah Robin Siahaan Itu Robin Hood?

Sabtu, 21 November 2015 – 06:09 WIB
Komjen (Purn) Togar M Sianipar. Foto: Kapanlagi

jpnn.com - PERISTIWA perlawanan warga terhadap aparat Reskrim Polsek Medan Labuhan saat berupaya menyergap buronan kasus perampokan, Robin Siahaan, di Komplek Gabion Lingkungan 9 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan, Kamis (18/11) dinihari, sungguh mengagetkan.

Saat itu, warga dengan membawa cairan bensin nyaris membakar aparat kepolisian, termasuk Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, Iptu Musa Alexandershah yang ngumpet di rumah seorang warga.

BACA JUGA: Tjahjo: Indonesia Berada Pada Tahap Ngerubuhaken Pagare Batin

Bisa dibilang ini kasus baru, unik. Yang pernah terjadi beberapa kali, warga di kawasan peredaran narkoba yang melawan saat hendak digerebek polisi. Sementara yang di Sei Mati ini kasus perampokan. Robin Siahaan pun lolos.

Komjen (Purn) Togar M. Sianipar menganalisis peristiwa ini dari dua sisi; masyarakat dan kepolisian.

BACA JUGA: MKD Rame-rame Mendengar Rekaman Percakapan Novanto Cs, Asli atau Rekayasa?

Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan tokoh kepolisian asal Siantar yang pernah menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Penerangan Polri, Kapolda Bali, Kaltim, dan Sumsel itu, kemarin (20/11).

Bagaimana Bapak menilai peristiwa di Sei Mati itu?

BACA JUGA: Selangkah Lagi, DPR Tetapkan 65 Daerah Otonom Baru

Sebuah ungkapan dari pakar sejarah kepolisian Charles Reith, yang mengatakan, the police are the public and the public are the police. Polisi adalah masyarakat dan masyarakat adalah polisi. Maksudnya, keberhasilan tugas polisi sangat ditentukan sejauh mana polisi berhasil menggerakkan potensi-potensi yang ada di masyarakat untuk menciptakan keamanan,  ketertiban, dan ketentraman di lingkungannya. Kalau sampai polisi bertugas mendapat perlawanan dari warga, berarti ungkapan itu tidak ada di situ.

Apa yang memicu masyarakat bersikap seperti itu?

Nah, itu yang harus dikoreksi sendiri oleh pimpinan kepolisian di sana. Apakah selama ini polisi di sana kurang dekat atau tidak berhasil mendekatkan diri dengan masyarakat. Di mana pun polisi harus selalu berupaya mendekatkan diri dengan masyarakat. Ada yang namanya strategi trust building, network and partnership building. Kalau ada resistensi dari warga saat polisi menjalankan tugas, berarti ada yang salah di situ. Kalau warga malah “memerangi” polisi, pimpinan polisi setempat harus melakukan koreksi. Harusnya masyarakat membantu. Kasus itu sungguh suatu pengecualian.

Apa kira-kira pemicu utamanya?

Itulah yang mesti dicari tahu karena ada yang nggak beres di sana. Apakah polisi di sana sering mengecewakan masyarakat? Misalnya ya, misalnya kalau ditangkap tidak dihukum tapi malah dijadikan ATM. Intinya ada yang nggak beres. Mengapa masyarakat antipati pada polisi.

Dari sisi masyarakat, bagaimana?

Masyarakat keliru besar jika berbuat seperti itu. Ada juga yang gak beres di masyarakat. Yang pernah terjadi itu, polisi saat melakukan pengungkapan kasus narkoba di lokasi tertentu, mendapat perlawanan dari warga karena selama ini warga juga menjadi bagian dari peredaran narkoba. Mereka hidup dari narkoba. Nah, ini yang dibela warga seorang perampok. Apakah dia merampok seperti Rabin Hood, yang membagi-bagikan hasil rampokannya ke warga? Memberi makan warga? Bisa jadi begitu.

Bagaimana kalau itu penyebab utamanya, apa yang mesti dilakukan?

Kalau seperti itu, sudah menyangkut kesejahteraan warga, yang harus ditangani pemda, melalui Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perdagangan, dan yang terkait lainnya. Ingat, ada dua aspek penting manusia yakni kesejahteraan dan keamanan. Tidak mungkin aman jika tak sejahtera, tidak mungkin sejahtera kalau tak aman. Pemda setempat harus melihat kasus warga yang melindungi perampok itu sebagai problem sosial.

Apa mungkin pihak polisi yang tidak cermat dalam melakukan upaya penyergapan?

Ya, bisa jadi seperti itu. Bagaimana peran intelijen di situ sebelum dilakukan tindakan kepolisian, harusnya ada yang menyusup dulu untuk melakukan pemetaan. Tapi kita memang lemah intelijennya, itu secara umum, secara nasional, tidak hanya polisi saja. Mestinya, sebelum bergerak, intelijen menyusup dulu, pulbaket, pengumpulan bahan keterangan. Hasilnya dilaporkan ke pimpinan, lantas pimpinan melakukan briefing sebelum dilakukan penyergapan.

Ada kemungkinan salah prosedur?

Ada istilah MOP, manajemen operasional polri. Mungkin itu sudah dilupakan. Ketika ada target operasi, maka harus ditentukan dulu cara bertindak, CB. Setelah itu menentukan susunan kekuatan, berapa personel dan ketrampilannya. Setelah itu ditentukan pengawasan atau pengendaliannya. Jadi tak bisa polisi langsung bertindak melakukan penyergapan terhadap target operasi.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... KSPI Klaim 5 Juta Buruh Segera Gelar Aksi Mogok Nasional


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler