JAKARTA – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas memastikan, banyak pihak yang berupaya menghambat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) pengadilan tipikorSelain pihak eksekutif dan legislatif, aparat hukum lain juga berupaya agar peran dan kewenangan KPK melemah
BACA JUGA: AJI: Putusan MK Jamin Kebebasan Pers dalam Pilpres
Namun dikatakan, upaya penghambatan RUU pengadilan tipikor tidak dilakukan oleh institusi, melainkan oleh orang-orang yang berada di institusi tersebut.“Upaya (menghambat RUU pengadilan tipikor, red) pasti ada
Dijelaskan Erry, aparat hukum yang lain, seperti kejaksaan dan kepolisian, bisa saja tidak suka dengan keberadaan UU pengadilan tipikor
BACA JUGA: MK Harap Capres Tak Bersengketa
“Tentunya tidak semuanya, tapi aparat hukum yang merasa selama ini pemberantasan korupsi dimonopoli lembaga tertentu, dalam hal ini KPK,” ujarnya.Kalau pandangan mengenai monopoli KPK it terus dikembangkan, lanjutnya, maka bisa muncul benturan antara KPK dengan kejaksaan dan KPK dengan kepolisian
BACA JUGA: Helm SNI, Upaya Perlindungan Pengendara Motor
“Tentunya yang seperti ini tidaklah menguntungkan,” ujarnya.Di tempat yang sama, peneliti hukum Indonesia Corruptions Watch (ICW) Febry Diansyah secara terang-terangan menilai ada upaya dari DPR untuk mengulur pembahasan RUU pengadilan tipikorDia menyebutkan, di DPR ada dua jenis RUU, yakni RUU air mata dan RUU mata airRUU mata air atau yang biasa disebut RUU ‘basah’, biasanya cepat dibahas dan cepat disahkan menjadi UUPembahasan RUU mata air ini biasanya substansinya disesuikan dengan kepentingan pihak lain, baik kepentingan politik dan kepentingan bisnis“Contohnya pembahasan RUU Bank Indonesia,” ujarnya.
Sebaliknya, RUU air mata pembahasannya cukup lama“Dari akhir 2008 hingga semester pertama 2009, DPR paling banyak mengesahkan RUU pemekaran daerah,” ujarnyaFebry pesimis, RUU pengadilan tipikor bisa diselesaikan dalam sisa masa tugas DPR periode 2004-2009 yang akan berakhir 30 September 2009“Kalau ada upaya luar biasa, baru bisa,” ucapnya.
Wakil Ketua Pansus RUU pengadilan tipikor, Arbab Paproeka membantah penilaian FebryDikatakan, kategorisasi RUU dalam dua jenis hanyalah stigmatisasi kepada DPRDitegaskan, DPR hanya menuruti kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan politik dan kepentingan bisnis pihak tertentu.
Mengenai RUU pengadilan tipikor, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, sama sekali tidak ada upaya mengulur-ulur waktu pembahasanKPK, katanya, juga dilahirkan oleh UU yang dibuat oleh DPR, sebagai representasi rakyat Indonesia“Khusus PAN, bahkan kami mengusulkan komposisi dua hakim karir dan tiga hakim ad hocIni agar pengadilan tipikor tetap kuat,” ujarnya(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menhub Sarankan Sepeda Motor Berbonus Dua Helm
Redaktur : Tim Redaksi