jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pelaksana Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi) Iwan Sulaiman Soelasno meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menindaklanjuti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
“Temuan BPK ini harus segera ditindaklanjuti oleh KPK,” kata Iwan, Jumat (6/10).
BACA JUGA: Jangan Lagi ada Pipa Pertagas yang Dijebol Swasta!
Seperti diketahui, pertengahan September 2017 lalu salah satu surat kabar nasional memberitakan BPK menemukan adanya penggunaan dana hampir Rp 1 triliun yang tidak dilengkapi tanda terima di Kemendes PDTT.
Kementerian Desa PDTT tidak bisa tunjukkan tanda terima honor pendamping desa sejak 2015 sampai semester I - 2016 sebesar Rp 1 triliun.
BACA JUGA: Usai Digarap KPK, Pejabat Riau Ini Irit Bicara
Iwan menambahkan, sebaiknya pendamping desa di moratorium dulu sampai ada kejelasan mengenai pertanggungjawaban dana pendamping desa dalam tiga tahun terakhir ini.
“Hentikan dulu, karena ada aroma korupsi,” tegas Iwan.
BACA JUGA: KPK Tetap Kejar Novanto, Tapi Pelan-Pelan
Selain ada aroma korupsi, kata Iwan, pendamping desa juga kental dengan aroma politik. Iwan menyebutkan ada dua partai politik yang secara terang-terangan mempolitisasi pendamping desa.
Akibatnya, kompetensi pendamping desa diabaikan. "Saya menemukan di Sulawesi Barat itu kepala desa malah yang mengajarkan pendamping desanya. Kan jadi ironis, kok bisa terbalik begini,” ungkap Iwan.
Dia menegaskan, pendamping desa itu sesungguhnya tidak wajib. Menurutnya, merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pasal 128 menyebutkan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional.
Kemudian di PP 47/2015 tentang Perubahan atas PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 6/2014 tentang Desa, tidak ada perubahan dan tetap berbunyi dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional.
"Karena itu Kemendes PDTT jangan heboh lah soal pendamping desa ini,” ujar Iwan.
Iwan mengusulkan dana pendamping desa yang sangat besar itu lebih baik dialihkan untuk memperkuat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di provinsi dan kabupaten/kota serta kecamatan agar bisa optimal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan desa.
“Karena inilah yang sesuai dengan amanat UU Desa,” ungkapnya.
Iwan menambahkan lebih baik juga alokasikan anggaran untuk Kementerian Dalam Negeri melakukan pelatihan peningkatan kapasitas aparatur desa secara berkelanjutan.
"Pembinaan aparatur desa itu kan ranah kerjanya Kemendagri, bukan Kemendes PDTT,” tuntas Iwan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rita Widyasari: Berani Bersumpah, Ini Jual Beli Emas 15 Kg
Redaktur & Reporter : Boy