APTI Ingatkan Pemerintah, Jangan Sampai Industri Rokok Hancur

Selasa, 06 Agustus 2019 – 08:42 WIB
Petani tembakau. Ilustrasi Foto: Radar Solo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diharapkan tetap memerhatikan nasib petani ketika hendak merumuskan kebijakan cukai bagi Industri Hasil Tembakau (IHT).

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji mengatakan, kebijakan pemerintah yang dimaksudkan bukan hanya atas besaran tarif cukai, tetapi juga penggolongan produk rokok.

BACA JUGA: Serap Banyak Tenaga Kerja, Industri Sigaret Keretek Tangan Butuh Insentif

Alasan Agus, industri rokok, sebagai bagian dari IHT, adalah penyerap utama hasil petani tembakau. "Petani tembakau berharap industri menyerap semua hasil pertanian tembakau, " kata Agus dalam focus group discussion (FGD) yang digelar Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE UB) baru-baru ini.

Agus mengatakan, apapun keputusan yang akan diambil pemerintah, harus mempertimbangkan penyerapan hasil petani tembakau. Selama ini hasil tembakau dari anggota APTI banyak dipakai oleh industri rokok golongan 3, yang banyak menghasilkan sigaret kretek tangan (SKT).

BACA JUGA: Penyederhanaan Cukai Tembakau Bisa Bikin Pendapatan Negara Turun

Simplifikasi golongan rokok, menurut Agus, akan menyebabkan banyak pabrik rokok golongan 3 gulung tikar. APTI menentang simplifikasi ini karena bisa menyebabkan industri rokok hancur dan tentunya juga tidak bisa menyerap tembakau petani.

BACA JUGA: Telat Bayar Tagihan Listrik Konsumen Didenda, Mati Lampu PLN Hanya Minta Maaf

BACA JUGA: Penyederhanaan Cukai dalam PMK Ancam Pabrik Rokok Kecil

Kebijakan cukai memerlihatkan tren kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata kenaikan mencapai 10-11% dalam empat tahun terakhir. Akibat kenaikan tersebut, banyak pabrik rokok kecil yang gulung tikar. Pabrik rokok kecil tersebut banyak menghasilkan SKT. Tutupnya pabrik rokok itu pada gilirannya mengganggu serapan hasil petani tembakau.

Sepanjang yang diketahui Agus, petani tembakau sulit untuk berpindah dari tanaman tembakau ke tanaman lain. Banyak di antara petani tembakau dalam APTI sudah menjalankan usahanya secara turun temurun. "Inilah yang membuat mereka sulit pindah," katanya.

Agus mengatakan, petani tembakau juga berhadapan dengan pajak penjualan tembakau, seperti diatur dalam PP 46/2003. Memang tarif pajak yang dibayarkan mengalami penurunan dari 1% menjadi 0,5%.

Namun, jumlah tarif tersebut tetap dirasakan berat apabila serapan tembakau mengalami penurunan akibat banyak produsen rokok yang gulung tikar.

Karena itu, Agus meminta agar apapun aturan yang ditetapkan pemerintah, hendaknya juga memperhatikan nasib petani tembakau yang menjadi anggota APTI.

Selain itu, Agus juga menyarankan agar 5 kementerian yang terkait dengan IHT secepatnya melakukan sinkronisasi regulasi agar nasib petani tembakau menjadi lebih jelas. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya 10 Persen Pabrik Rokok Mampu Bertahan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler