AS Akhiri Shutdown, Pasar Keuangan bergairah

Jumat, 18 Oktober 2013 – 03:21 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kesepakatan Kongres AS untuk membuka kembali layanan pemerintahan dari shutdown, membawa angin segar bagi pasar keuangan tanah air. Bank Indonesia (BI) menilai berita positif dari AS tersebut akan menenangkan pasar untuk sementara waktu. Serta melemparkan sinyal positif bagi perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.

"Namun kita tetap harus berhati-hati, karena ke depan risiko ketidakpastian masih tinggi. Karena solusi yang ada (AS untuk membuka shutdown) sifatnya jangka pendek," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A. Johansyah kepada Jawa Pos, Kamis (17/10).

BACA JUGA: Kelas Menengah Rakus Impor

Sebagaimana diketahui, kemelut ekonomi AS akhirnya mendapat spasi untuk bernafas sejenak. Rapat sengit selama 11 jam, menghasilkan kesepakatan antara Kongres dan Pemerintah untuk menghentikan shutdown. Presiden AS Barack Obama pun langsung meneken anggaran pemerintah, melalui senat dan DPR AS.

Setelah 16 hari shutdown, pemerintahan AS kini mulai membuka layanan pemerintahannya pada Kamis (17/10). Dengan pengakhiran sementara shutdown tersebut, maka kongres juga mengizinkan pemerintah AS untuk menaikkan ambang batas utang AS atau debt ceiling yang kini USD 16,7 triliun.

BACA JUGA: Ingatkan Pemda Harus Kompak Terkait Saham Inalum

BI pun masih optimistis kebijakan moneter yang diambil pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 8 Oktober 2013, masih mampu menahan perkembangan global saat ini. "Masih (mampu) karena hasilnya pasar valas kita mulai stabil untuk sementara ini. Dan capital inflow masuk ke surat berharga Negara," jelas Difi.

Analis Rupiah Bank Saudara Rully Nova mengatakan, kesepakatan ekonomi AS ini cukup berpengaruh terhadap rupiah. "Karena pelaku pasar tidak melihat fundamental, hanya sentimen baik dari internal maupun eksternal. Dan sentimen eksternal dari AS itu yang tidak bisa dikendalikan. Karena itu masih belum ada kepastian terhadap volatilitas rupiah," jelasnya kepada Jawa Pos.
      
Rupiah sendiri saat ini masih terjaga pada level stabilnya di bawah Rp 11.500 per dollar AS. Merujuk kurs tengah BI, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan kemarin melemah ke posisi Rp 11.351 per dollar AS, dari perdagangan sebelumnya di posisi Rp 11.316 per dollar AS. Sementara berdasarkan pasar spot valas Bloomberg, kurs rupiah menguat 0,36 persen, di level Rp 11.125 per dollar AS, dari penutupan perdagangan hari sebelumnya di posisi Rp 11.195 per dollar AS.

BACA JUGA: DPR Soroti Rencana Pemprov Libatkan Swasta Urus Inalum

Sebagian bursa saham merespon positif disepakatinya kenaikan plafon anggaran utang Amerika Serikat (AS) sebesar USD 16,7 triliun. Meski begitu tidak bisa dijadikan sebagai alasan euphoria berlebih karena perhatian terbesar semestinya berapa lama kesepakatan anggaran itu bertahan dan apakah shutdown akan benar-benar diakhiri.

Pasca-munculnya kabar kesepakatan kenaikan plafon utang di AS, Wall Street langsung berakhir di zona hijau. Pada penutupan perdagangan kemarin Dow Jones naik 205,8 poin (1,4 persen) ke level 15.374 dan S&P500 naik 23,5 poin (1,4 persen) ke level 1.722.

Begitu juga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) naik 26,669 poin (0,594 persen) ke level 4.518,930 dan LQ45 naik 4,64 poin (0,61 persen) ke level 761,92. Namun bursa saham lain di Asia tidak seluruhnya mengikuti kenaikan. Indeks Komposit Shanghai turun 4,53 poin (0,21 persen) ke level 2.188,54. Indeks Hang Seng turun 133,45 poin (0,57 persen) ke level 23.094,88. Indeks Nikkei 225 naik 119,37 poin (0,83 persen) ke level 14.586,51. Indeks Straits Times naik 12,51 poin (0,39 persen) ke level 3.186,54.

Direktur Utama BEI, Ito Warsito, mengatakan kenaikan plafon anggaran utang AS memang memberikan ruang baru untuk bernafas. "Tapi pertanyaannya adalah berapa lama untuk bertahan. Yang penting lagi kapan shutdown dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) AS disetujui kongres. Itu kan untuk 1 Oktober sampai 31 Desember 2013 seingat saya," ungkapnya usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI di Pacific Place, Jakarta, kemarin.

Investor, kata Ito, akan tetap memberi perhatian terhadap perkembangan tersebut. Sementara dari pasar modal Indonesia hal yang harus dilakukan sebagai langkah antisipasi agar tetap kokoh atas segala kemungkinan terjadi di negeri pimpinan Obama itu adalah membangun pertahanan diri sekuatnya. "Antara lain bagaimana menarik investor global untuk mau berinvestasi di Indonesia, bagaimana jaga investasi di Indonesia tetap tumbuh dan jaga kepercayaan global," ujarnya.

Ito menilai kondisi di AS saat ini belum signifikan dampaknya terhadap pasar Indonesia secara langsung. Sehingga mekanisme yang dimiliki Indonesia yaitu protocol management crisis belum perlu untuk digunakan karena belum ada kejadian yang memicu keharusan penggunaan mekanisme itu.

Pengamat pasar modal, Leo Herlambang, mengatakan kesepakatan peningkatan plafon utang di AS memberikan gambaran bahwa sudah ada kesepahaman antara Partai Demokrat dengan Partai Republik. "Sehingga muncul lagi kepastian bisnis di sana. Jadi yang tadinya mau keluar dari sana sekarang justru balik lagi dan malah yang di pasar kita keluar, kembali ke sana," paparnya.

Pada perdagangan di IHSG kemarin, transaksi investor asing memang tercatat melakukan penjualan bersih (foreign net sell) senilai Rp 409,7 miliar. "Tapi momen seperti ini tidak akan berlangsung lama. Orang sebenarnya hanya melihat perkembangan di AS itu sebenarnya bagaimana. Tapi dengan deal itu artinya antara Demokrat dengan Republik dalam kondisi aman," terusnya.

Namun, bursa saham AS dalam perdangan tadi malam kembali dibuka ke zona merah. Indeks Dow Jones sempat tergerus hampir satu persen walaupun kembali sedikit menguat. Begitu juga S&P500. Hanya Nasdaq saja yang sanggup kembali ke zona hijau dengan cepat.

"Menurut saya itu penurunan wajar, bukan karena ada sentiment negative. Market kan istilahnya sudah terdiskon di sana. Maka terjadi sale on news kalau istilahnya begitu. Ketika takut kita beli, ketika muncul beritanya tinggal jual. Karena sebenarnya investor berkeyakinan persoalan AS akan selesai. Hanya tinggal tunggu berita penyelesaiannya saja," ulasnya.

Khusus untuk bursa saham Indonesia, kata Leo, dalam jangka pendek ini diperkirakan masih akan bertahan di level psikologis 4.500. Beberapa hari belakangan ini investor asing berangsur melakukan penjualan sehingga diprediksi harga saham akan turun. "Tapi tidak tajam, normal saja," ucapnya. (gal/gen)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Pertanyakan Nasib RFID Pengendali BBM Subsidi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler