jpnn.com - JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo diingatkan agar tak usah terlalu khawatir jika kelak sudah resmi memerintah bakal diganggu parlemen. Terlebih pria yang dikenal dengan sebutan Jokowi itu sudah terbiasa menghadapi tekanan dari legislator baik saat memimpin Solo maupun DKI Jakarta.
Menurut pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) AA Ari Dwipayana, konsistensi Jokowi menjalankan program pro-rakyat baik saat jadi wali kota maupun gubernur sudah terbukti efektif menangkis tekanan parlemen. Buktinya, Jokowi bisa memenangi pemilu presiden. “Karena rakyat dalam pemilu menjadi penilai dari kerja-kerja yang dilakukan oleh seorang pemimpin," ulas Ari di Jakarta, Kamis (9/10).
BACA JUGA: Parlemen Jegal Pelantikan Jokowi, KPU tak Punya Antisipasi
Menurutnya, kegaduhan politik di DPR karena partai pendukung Jokowi tak bisa menguasai pimpinan parlemen juga tak usah terlalu digubris. Sebab, UUD 1945 menempatkan presiden dalam posisi kuat karena menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. “Dalam sistem presidensialisial, presiden adalah single chief of executive, sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," sebutnya.
Ari lantas menyodorkan agumennya bahwa kini presiden bukan lagi mandataris MPR. Bahkan dengan meraih 52,3 persen suara sah pemilih di pemilu presiden lalu, Jokowi tak mudah dimakzulkan.
BACA JUGA: Ada 249 Kasus Penyimpangan Penerimaan Siswa Baru
Ari juga merujuk pasal 4 UUD RI yang menyebut presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD. Termasuk dalam pengambilan keputusan atas sebuah rancangan undang-undang, DPR tak bisa sendirian karena harus mendapat persetujuan presiden.
Ari justru melihat pemisahan pemegang kekuasaan di parlemen dan di eksekutif justru positif bagi demokrasi. “Perbedaan konstelasi politik antara legislatif dengan eksekutif harus dipandang sebagai bagian dari bekerjanya check and balances dalam sistem pemerintahan yang demokratis," sambungnya.
BACA JUGA: Ini Bukan untuk Kepentingan Jokowi
Kalaupun DPR yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP) hendak mendorong pemakzulan, lanjut Ari, maka harus melalui syarat yang tak mudah. Sebab, mengacu pada pasal 7A dan dan 7B UUD 1945, usul pemberhentian presiden harus melalui pemeriksaan, diadili dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Dengan demikian, upaya memakzulkan Presiden tidak semudah dibayangkan, karena harus melewati proses politik dan hukum yang panjang," ungkapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Riefan Sebut Dakwaan Tidak Masuk Ranah Pidana
Redaktur : Tim Redaksi