Tarif bea keluar ekspor biji kakao yang selama ini dibayar petani kepada pemerintah sebesar 250 dollar AS per ton, sudah sangat memberatkan petani dan menguntungkan industri pengolahan serta pemerintah
BACA JUGA: Pelumas Pertamina Tambah Negara Tujuan Ekspor
"Yang namanya petani, tetap dalam posisi menanggung semua biaya ekspor," tegasnyaSedangkan manfaat ekonomi yang diperoleh eksportir adalah kesempatan untuk memperbaiki cash flow dalam rangka mengurangi beban bunga
BACA JUGA: Pemeliharaan Rutin, Listrik Padam Setengah Hari
"Logikanya, tambah tinggi tarif Bea keluar tambah kecil bunga yang dibayar eksportir," jelasnya.Lebih lanjut dikatakannya, mekanisme ekspor biji kakao yang saat ini diberlakukan pemerintah sesungguhnya tidak sejalan dengan program gerakan nasional Kakao yang menelan biaya triliunan rupiah karena sama sekali tidak menyentuh sisi perbaikan mutu biji kakao untuk difermentasi.
"Industri pengolahan kakao di dalam negeri tidak mendorong berkembangnya investasi industri baru ke arah proses fermentasi
Bagi para petani yang tidak mau melakukan kakao fermentasi, lanjutnya, pemerintah bisa saja memberlakukan tarif baru bea keluar biji kakao dua kali lipat dengan masa sosialisai 1 tahun guna memberikan waktu bagi investor membangun mesin pengolah komplementer kakao berbentuk powder.
"Jika saja Indonesia bisa mendorong produksi biji kakao hingga ke tingkat fermentasi, jelas dengan sendirinya akan mengurangi impor powder yang selama ini menguras devisa negara," kata Zul
BACA JUGA: Laba Bentoel Melonjak 386,49 Persen
Saat ini Indonesia menghasilkan 600 ton biji kakao pertahun400 ton diantaranya diekspor, sedangkan sisanya 200 ton untuk kebutuhan dalam negeri, imbuhnya (fas/jpnn)BACA ARTIKEL LAINNYA... KADIN Minta Hentikan Mendeskreditkan Direksi PLN
Redaktur : Tim Redaksi