Kementerian Pelancongan Malaysia menargetkan 38 juta wisatawan berkunjung ke negerinya hingga 2020Untuk mencapai target itu, Malaysia kini gencar menjual program wisata homestay
BACA JUGA: Mencairkan Pasang Surut Diplomasi dengan Budaya
Mereka mengajak para turis tinggal di rumah penduduk sebagaimana yang dirasakan wartawan Jawa Pos ERWAN WIDYARTO yang mengikuti program itu, 30?31 Juli lalu= = = = = = = = =
SUARA burung berkicau bersahutan
BACA JUGA: Anny R. Goeltom, Pemenang Gugatan Kasus Mobil Hilang di Parkiran
Gemericik air sungai yang mengalir beraturan beriramaBACA JUGA: Filsafat Hujan dalam Promosi Pariwisata
Benar-benar alami.Suasana itulah yang terasa di Kampung Pelegong, Seremban, Negeri SembilanPelegong merupakan salah satu di antara ratusan kampung yang masuk dalam program wisata homestay yang belakangan digalakkan pemerintah MalaysiaDi kampung itu, para wisatawan bisa merasakan aura "masa lalu" di pedesaan seperti suasana di kawasan Kaliadem, Kaliurang, atau di Trawas, PasuruanKampung Pelegong sebenarnya tak jauh dari Kuala LumpurSekitar dua jam perjalanan daratBahkan, waktu tempuh dari kampung itu ke KLIA (Kuala Lumpur International Airport) sekitar 30 menitDi situlah keunikan kampung homestay tersebutTak jauh dari keramaian kota, tapi masih sangat dekat dengan gemericik air di hutanSaat malam, suara jangkrik berpadu dengan suara mobil yang melintas di kejauhan.
Kampung yang dihuni sekitar 400 jiwa dari 100 keluarga tersebut memang berada di sisi jalan tolUntuk menuju ke kampung itu, pengunjung akan melewati terowongan yang di atasnya merupakan jalan tol Kuala Lumpur-KLIA.
Rumah-rumah dari kayu berarsitektur Melayu atau Minangkabau masih terlihat di desa tersebutRumah-rumah itu merupakan bantuan dari kerajaan dengan ukuran tiga bilik atau tiga kamar tidurDi rumah-rumah seperti itulah para wisatawan ditampung selama melancong.
"Di antara 100 rumah penduduk di sini, 25 rumah siap menjadi homestayTentu yang fasilitasnya layak sesuai dengan laisen (lisensi) dari Tourism Malaysia," terang Mardliyah, koordinator Pelegong Homestay.
Begitu masuk kampung tersebut, para pelancong akan disambut musik semacam hadrahSetelah itu, tamu dibawa ke Balai Raya Pelegong (seperti balai desa di Indonesia, Red) untuk mendapat penjelasan seputar program homestaySaat itu pula pengelola program akan mendistribusikan tamunya ke rumah-rumah penduduk serta diperkenalkan dengan orang tua angkat selama di Pelegong.
Keramahan dan sambutan hangat akan dirasakan para tamu begitu masuk menjadi bagian dari penduduk setempatSejak itulah, wisatawan menjalani kehidupan baru sebagai warga PelegongSelain bisa menikmati suasana pedesaan, wisatawan akan merasakan hal-hal yang alami dan khas pedesaan
Misalnya, dalam hal makananTuan rumah akan menyuguhkan menu makanan yang "tradisional" seperti nasi sayur lodeh, balado kentang teri, rendang, dan ikan gorengAcara makan-makan itu dilakukan bersama keluarga tuan rumahDengan demikian, tak heran bila keakraban cepat terjalin antara pemilik rumah dan tamuSebab, di meja makan tersebut akan terjalin dialog dan komunikasi intensif.
Pada hari pertama program berlangsung, para wisatawan asing akan diajak tur berkeliling Kampung PelegongYang paling mengasyikkan adalah saat diajak menyusuri sungai kecil yang membelah kampung"Sebenarnya, di tempat kita banyak yang seperti iniCuma, orang Malaysia pintar mengemasnya jadi komoditas wisata," ujar Josephine Suharto, peserta homestay dari Surabaya.
Sepanjang dua kilometer berbasah-basah di kali, peserta kemudian diajak merasakan eksotisme alam di sepanjang sungai ituSebab, banyak pohon yang melintang di atas kali maupun julur-julur akar yang menghiasi pinggir-pinggir sungaiPeserta cilik, Nizar dan Kiki, dari Jakarta pun girang ketika mencoba menjadi Tarzan dan Jane.
Saat tur menjelang berakhir di Jeram Tebrau, ada "kejutan" yang diberikan pemanduSatu per satu peserta mendapat corengan lumpur di wajahHanya, lumpur yang dipakai berwarna putih yang diyakini bisa menghaluskan kulit"Wah, jadi muda lagi aku," canda Edwin Ismedi Himna, ketua Asita Jogja.
Lumpur di wajah itu tak boleh dihilangkan hingga kering sebelum sampai di Jeram Tebrau yang tinggal sekitar 200 meter lagiBaru, setelah sampai di jeram tersebut, corengan lumpur yang mulai mengering di wajah dibasuh dengan air sungai yang bening itu"Inilah spa lumpur yang percuma (gratis)Berbeda dari spa lumpur di KL (Kuala Lumpur) yang mahal," ujar Nor Erma, salah seorang pemandu acara susur sungai tersebut.
Menurut dia, sayang hari itu tidak turun hujanSebab, bila turun hujan, debit air akan naik"Kalau hujan, air akan sedikit naik sampai lututSaat itulah biasanya lintah-lintah akan keluar sehingga tuan-tuan dan puan-puan bisa merasakan digigit lintah," tambah Erma serius.
"Ya, para turis dari Eropa sangat suka digigit lintah di siniKalau orang Indonesia, mungkin tidak anehSebab, kita masih serumpun dan kondisi alamnya samaTapi, bagi orang Eropa, mungkin akan jadi sensasi tersendiriBuktinya, mereka sangat suka digigiti lintah," jelas Erma dengan logat "Upin-Ipin".
Setelah makan siang di rumah masing-masing, peserta mendapat jeda istirahat hingga pukul 14.30Peserta lalu diajak membuat anyaman dari rotan serta memasak ikan hasil tangkapan di sungaiKegiatan sore itu diakhiri dengan olahraga "boling" yang memanfaatkan kaleng bekas sebagai pin dan kelapa kering sebagai bolanya.
Saat malam, peserta dikumpulkan di Balai Raya untuk mengikuti malam kebudayaan berupa upacara perkawinan adatYang menjadi "pengantin" adalah peserta homestayMereka didandani ala pengantin Malaysia, lalu ditandu dan diarak menuju pelaminanAcara itu dimeriahkan atraksi bunga api dari sabut kelapa menyala yang diputar-putar menjadi tontonan yang menarikSemua serba alami dan penuh kesederhanaan.
Model wisata pedesaan di Malaysia tersebut ternyata dirintis sejak 1996Program turisme itu sebenarnya juga pernah dikembangkan di Jogjakarta dengan Desa Wisata-nyaBedanya, di Malaysia disokong penuh kementerian pariwisata, sedangkan di Indonesia kurangPromosi, fasilitas, dan pengembangan sumber daya pendukung program homestay di Malaysia diberikan secara berkesinambungan.
Menurut Wakil Menteri Pelancongan Dr Datuk James Dawos Mamit, Malaysia kini bergiat mengembangkan wisata yang lebih berorientasi mengangkat ekonomi rakyat sekaligus mengenali kehidupan alami di pelosok MalaysiaItu dilakukan untuk mencapai target 38 juta wisatawan hingga 2020
Dalam konteks itulah, Dawos menguraikan empat bidang yang digarap Kementerian Pelancongan Malaysia dengan mengkhususkan pada minat dan pasar yang ada"Untuk turis-turis dari Jepang, kami kembangkan wisata lifestyleDari Korea, kami kembangkan wisata belajar bahasa InggrisIndonesia dengan wisata belanja, pengobatan, dan homestay serta pertukaran pelajar," jelas pejabat yang senang lagu-lagu ST12 dan Letto itu ketika menerima rombongan peserta homestay dari Indonesia.
Menurut dia, wisata homestay mendapat sambutan dari warga Indonesia terutama jika digabung dengan aktivitas lainMisalnya, homestay dengan golf atau homestay dengan pengobatanDia menyampaikan data, sudah ada 675 turis dari Indonesia yang mengikuti program homestay yang baru dipromosikan untuk Indonesia mulai tahun ini"Juga, sudah ada 2.300 yang inden," tegasnya.
Begitulah, pesona Menara Kembar Petronas di Kuala Lumpur Central City (KLCC) boleh jadi tetap menjadi trade mark bagi pariwisata MalaysiaTapi, mengandalkan Twin Towers saja diyakini akan kurang mampu mendongkrak kedatangan wisatawan dengan target 38 juta wisatawan itu
Apalagi, kini semakin banyak negara lain yang membangun menara dengan pesona yang melebihi Menara Petronas tersebutKarena itu, kini Malaysia mengincar para pelancong yang suka suasana pedesaan, lengkap dengan spa lumpur dan gigitan lintahnya(*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pecahkan Rekor Bupati Klaten, Siap Dongkrak PAD
Redaktur : Tim Redaksi