Mencairkan Pasang Surut Diplomasi dengan Budaya

Kamis, 05 Agustus 2010 – 09:32 WIB
DUTA BUDAYA: Gangsadewa dan grup tari Citra Nusantara yang tadi malam manggung lagi di Canberra. Wiwiek S.F. (Deputy Chief of Mission KBRI di Canberra) dan Jordi Paliama. Foto: don kardono/indopos
Pasang surut hubungan diplomatik Indonesia-Australia memang sulit dihindarkanPolitik dalam negeri mereka, persaingan partai Buruh dan partai Liberal, tekanan internasional, pengaruh kekuatan regional sampai urusan Timor Leste, cukup membuat gelombang itu bergerak dinamis

BACA JUGA: Anny R. Goeltom, Pemenang Gugatan Kasus Mobil Hilang di Parkiran



DON KARDONO, Canberra


DI masyarakat Australia sendiri ada dua asumsi besar mereka dalam memandang dirinya
Pertama, mereka menyebut negerinya itu sebagai Bangsa Barat yang berdomisili di Timur

BACA JUGA: Filsafat Hujan dalam Promosi Pariwisata

Kedua, menganggap sebagai bangsa Timur, yang tentu harus bertetangga dengan kawasan terdekat
Inilah yang sering membuat hal yang kecil menjadi besar, dan hal-hal besar menjadi sangat kecil

BACA JUGA: Pecahkan Rekor Bupati Klaten, Siap Dongkrak PAD



Aktivis-aktivis Timor Leste dan OPM, yang aktif bergerak memanfaatkan liberalitas dan kebebasan berekspresi di Sydney dan Melbourne juga menciptakan suasana yang rapuhHubungan diplomatik itu gampang goyahKarena itu, misi kebudayaan melalui musik dan tari seperti show Gangsadewa dan tarian Citra Nusantara ini bisa menjadi membuka jendela hatiUniversalitas budaya jauh lebih bermakna daripada sekadar kepentingan jangka pendek

’’Misi kebudayaan ini bisa memperkuat misi intercultural dialIni sangat pentingMelalui seni-budaya, kami berharap bisa mempermudah dialog dengan masyarakat AustraliaSaya ingin mereka juga melihat Indonesia dari kekayaan budaya,’’ kata Wiwiek Setyawati Firman, Deputy Chief of Mission, saat menerima rombongan Cultural Roadshow 2010 Across Australia ’’Spirit of Indonesia’’ KBRI di Canberra

Dia mengakui, masih banyak hal yang harus diselesaikan untuk membangun hubungan diplomatik yang idealBanyak sekali persinggungan yang sudah terjadi’’Misi budaya ini sangat membantu tugas kami sebagai diplomat, agar semua bisa cairSeperti diketahui, sampai sekarang kan, pada tingkat people to people contact, hubungan RI-Australia kan belum seperti yang diharapkan,’’ jelas Wiwiek.
 
Pimpinan rombongan Jordi Paliama, yang juga Deputy Director of Promotion for Europe, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) RI itu juga membenarkan soal misi ituKalau sudah sehati, seirama, satu frekuensi, maka yang sulit-sulit pun akan cairEnding-nya, setelah hubungan diplomatik bisa berlangsung optimal, maka kunjungan wisatawan dan investasi dari Negeri Kanguru ini juga lebih banyak

’’Berdasarkan catatan kami dengan Biro Pusat Statistik, bulan Januari-Mei 2010 saja, turis asal Australia sudah 248 ribu lebihItu berarti naik 44 persen dari tahun sebelumnya pada capaian bulan yang samaKami optimis, target 620 ribu di akhir tahun ini tercapai,’’ kata Jordi

Jika komunikasi intercultural makin baik, Jordi Paliama berharap angka itu semakin fantastikDia tidak sedang bermimpi di siang bolongPotensinya sangat besar’’Terus terang, kami ingin publik Australia ini tidak hanya melihat Indonesia dari sisi keindahan alamTetapi juga kekayaan budaya yang amat membanggakanMisi ini hanyalah memperkenalkan salah satu dari ribuan seni etnik di tanah air,’’ sebut Jordi yang didampingi Dony Priyanto, Kasi Promosi Wilayah Eropa Timur.
 
Kerjasama dengan Arts Center di berbagai kota tengah dijalin, agar seniman-seniman Indonesia diberi tempat untuk tampilMelbourne telah berhasil membangun koneksitas itu’’Apresiasi publik Australia terhadap misi kesenian yang kami bawa sangat respekItu yang membuat kami semakin serius untuk membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga yang bisa dijadikan wahana untuk mempromosikan Indonesia,’’ kata pria berkacamata yang hobi berenang ini.
 
Jordi menyebut, tahun lalu Twilight Orchestra tampil di Opera House Sydney dan memperoleh respons yang membanggakanKali ini musik etnik Gangsadewa yang dikelilingkan ke Melbourne, Canberra, Sydney dan PerthRombongan juga membawa komposer Franki Raden PhD yang juga kritikus musik dan ethnomusicologyPria berambut gondrong itu tengah menggarap orkestra dengan mengeksplorasi alat-alat musik tradisional dari ujung Aceh sampai Papua sana

Namanya INO-Indonesian National Orchestra yang mencoba menyatukan suara-suara surga dari daerah-daerah di negeri ini ke dalam format orkestraSedikitnya 40 personel yang memainkan alat seperti sasando-Lombok, taganing-Tapanuli, rebab-Jawa, perkusi dari berbagai daerah, kulintang-Sulut, guzheng-Tiongkok, rebana, bedug, dan berbagai modifikasi alat musik etnikMantra-mantra Dayak pun dinyanyikan oleh kelompok kor’’Saya ingin memahami soul pecinta seni di Australia, agar komposisi yang kelak kami suguhkan ke mereka cocok dengan kesukaan mereka,’’ kata Franki yang 16 tahun tinggal di AS dan Kanada itu.

Franki memperoleh gelar doktor Ethnomusicology, Performance Art and Southeast Asia Studies dari The University of Wisconsin MadisonPada 2004-2005 dan 2006-2007, dia mengajar di York University Canada dan University of TorontoPada 2008 dia juga mengajar di National University of Singapore’’Sekarang saya konsentrasi untuk memopulerkan kebudayaan musik tradisional Nusantara ke seluruh penjuru dunia,’’ aku pria kelahiran Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, ini(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyapa Art Center Melbourne dengan Pesan Cinta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler