Audit HIN, DPR Diminta Bentuk Pansus

Sabtu, 26 November 2011 – 14:20 WIB
JAKARTA - Ketua Indonesia Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus mendesak Komisi XI DPR RI segera membentuk Pansus Audit PT Hotel Indonesia Natour (HIN) bila Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak membentuk Komite Etik terkait tidak tidak dilakukannya audit rutin terhadap PT HIN sejak tahun 1998.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus menilai, sikap Komisi XI membentuk Pansus Audit tersebut sangat penting agar BPK tidak dengan sewenang-wenang melakukan atau tidak melakukan audit rutin sebab Undang-Undang  BPK sudah mengamanatkan demikian.

Menurut Iskandar, pihaknya mensinyalir ada kerugian Negara akibat pembangunan kawasan gedung, perkantoran, pertokoan dan apartemen Kempinski di kompleks bundaran Hotel Indonesia yang dibangun dengan model Build Operate and Transfer (BOT) antara Hotel Indonesia Natour (PT HIN) dengan pihak group PT Djarum.

"Kami menduga BPK sejak 1998 sengaja tidak melakukan audit rutin terhadap penggunaan dan atau pengelolaan uang Negara pada PT HIN sehingga timbul berbagai persoalan yang melilit PT HIN saat ini," kata Iskandar Sitorus di Jakarta, Sabtu (26/11).

Persoalan yang paling pelik dikritisi publik saat ini lanjut Iskandar, terkait Build Operate and Transfer (BOT) antara Hotel Indonesia Natour (PT HIN) dengan pihak group PT DjarumDikatakanya, tidak dilakukannya audit rutin oleh BPK mengakibatkan segala sesuatu data dan informasi tentang dasar hukum usulan, perencanaan, dan pelaksanaan BOT antara PT HIN dengan pihak PT Cipta Karya Bumi Indah, PT Srikandi Bali Coffee, PT Grand Srikandi Hayu Mandiri dan PT Karya Cipta Balindo menjadi tidak dapat diketahui dengan segera oleh Negara.

"Akibatnya, besaran antara kewajiban dan hak yang seharusnya didapatkan oleh Negara menjadi pertanyaan besar saat ini

BACA JUGA: Kelebihan Subsidi Dibayar Tahun Depan

Padahal, jika audit rutin dilakukan maka hal itu tidak akan pernah terjadi
Karena BPK dengan sengaja sudah melalaikan dan menyimpangkan kewenangannya, akhirnya persoalan PT HIN menjadi berlarut-larut," paparnya.

Selain itu, IAW menilai BPK tidak menjalankan fungsinya dalam melakukan audit terhadap uang Negara

BACA JUGA: Dahlan Mengurai Penyakit BUMN di Rumah Makan

Padahal, sudah ada UU sebagai landasannya sejak 1973 dan kemudian direvisi Tahun 2006
BPK kata Iskandar, seharusnya melaksanakan perintah Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

"Jikalau BPK tidak segera melakukan pemeriksaan melalui Komite Etik seperti yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dan Komisi Pemberantasan Korupsi maka publik akan semakin meragukan kredibilitas BPK," tandasnya.

Belum lagi lanjut Iskandar, ternyata BPK banyak tidak melalukan audit rutin terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau uang milik Negara yang ada didalam perusahaan-perusahaan semi BUMN seperti PT Indosat dan PT Semen Gresik.

"Sangat banyak fakta pengukur yang tidak dapat diketahui BPK karena mereka lalai tidak melakukan audit rutin dengan gamblang dalam rentang waktu yang cukup lama maka wajar jikalau kami menduga bahwa dalam proses penggunaan dan atau pengelolaan uang Negara oleh jajaran Direksi PT HIN telah terjadi hal-hal yang bertentangan dan  berlawanan  hukum," pungkasnya

BACA JUGA: Tugu Pratama Ancang-ancang IPO

(kyd/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Impor Beras Dibatasi 2 Juta Ton


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler