Selain Hikmahanto, hadir sebagai pembicara Prof Sunaryati, Sekjen Komisi Hukum Nasional Prof Mardjono Reksodiputro dan Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Deplu Arif Havas Oegroseno
BACA JUGA: Soetrisno Bachir ke AS Lihat Pilpres
Hikmahanto mencontohkan, dalam ratifikasi hukum internasional yang ditandatangani Indonesia mengenai larangan subsidi bagi produk pertanian, ternyata hasilnya sangat merugikan para petani Indonesia karena hampir 60% petani Indonesia masih miskin."Sementara secara diam-diam pemerintah AS masih memberikan subsidi bagi petani jagung mereka
Hikmahanto menyarankan, sebelum suatu hukum internasional diratifikasi, harus dilihat bagaimana penegakan hukum dan dana yang akan disiapkan oleh pemerintah.
Misalnya, Hikmahanto menambahkan, jika Indonesia meratifkasi ICCPR (hukum internasional tentang pengungsi) maka harus menyiapkan dana meskipun pengungsinya ada di Malaysia atau Australia
BACA JUGA: Handphone Muchdi Dikloning ?
"Rakyat sendiri banyak yang miskin kok malah bantu warga negara lain," kata Hikmahanto.Sunaryati menambahkan, jatuhnya ekonomi AS yang menyeret krisis keuangan global, termasuk Indonesia merupakan dampak dari ratifikasi pemerintah dengan World Trade Organization (WTO)
BACA JUGA: Karir Kapolda Sumut Bisa Terganggu
Apakah pemerintah AS bertanggungjawab atas dampak yang ditimbulkan."Belum lagi soal HAM, kita banyak meratifikasi tentang HAM.Kita banyak diserang dunia internasional,mereka tidak melihat latar belakang saat itu," katanya seraya menyatakan keheranannya, kenapa pemerintah terkesan mudah meratifikasi hukum internasional.(eyd/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MA Berhentikan Tujuh Hakim Indisipliner
Redaktur : Tim Redaksi