jpnn.com, JAKARTA - Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (BPHN Kemenkumham) pada Selasa pekan lalu (23/5) menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) terkait penyelenggaraan bantuan hukum di wilayah Jawa Barat.
Tim monev dari Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum BPHN itu dipimpin oleh Kepala Sub Bidang Program Bantuan Hukum Masan Nurpian dan Kepala Sub Bidang Pemantauan dan Evaluasi Bantuan Hukum Nurlaelasari.
BACA JUGA: Kemenkumham Gelar ToF demi Wujudkan Layanan Berkelas Dunia
Masan mengatakan, Tim Monev BPHN mencatat beberapa keluhan admin Sistem Informasi Database Bantuan Hukum (SIDBANKUM) terkait penyelenggaraan bantuan hukum di Jawa Barat. Misalnya, masih kurang tepatnya para penerima bantuan hukum yang dianggap tidak masuk dalam kategori masyarakat tidak mampu.
Selain itu, masyarakat yang mendapat Surat Keterangan Tidak Mampu ternyata justru dari kalangan berada. “Sebab, saat dilakukan pengecekan secara langsung ke tempat tinggalnya ternyata tidak sesuai informasi awal yang disampaikan,” ujarnya, Rabu (31/5).
Lebih lanjut Masan menjelaskan, dalam pemberi bantuan hukum juga masih menghadapi banyak kendala. Misalnya, ada organisasi bantuan hukum (OBH) yang tidak aktif dalam pemberian bantuan hukum litigasi maupun non-litigasi.
BACA JUGA: Jenguk Brimob Korban Bom, Menteri Yasonna Serukan Solidaritas
Alasan OBH enggan memberi bantuan hukum pun beragam. Ada yang karena pergantian kepengurusan, belum memiliki pengurus, hingga OBH yang tidak mau fokus pada masyarakat miskin.
Sedangkan dari wawancara kepada penerima bantuan hukum di Rutan Kelas I Bandung, masih ada ditemukan OBH yang meminta uang dan barang ketika menangani kasus-kasus bantuan hukum. “Padahal OBH telah mendapat dana dari pemerintah melalui BPHN,” tuturnya.
BACA JUGA: Kemenkumham Pastikan Deportasi Corby Sudah Sesuai Aturan
Menurut Nurlaelasari, pemberi bantuan hukum saat melakukan pendampingan hukum litigasi maupun non-litigasi dilarang meminta imbalan dalam bentuk apa pun. Sebab, OBH yang mengikuti mekanisme bantuan hukum telah mendapatkan anggaran dari APBN yang dibayarkan sesuai dengan kasus yang ditanganinya.
Karenanya penerima bantuan hukum tidak harus membayar pengacara dari OBH. “Bantuan Hukum yang diterima mereka tidak berbayar sama sekali,” ucapnya.
Karenanya demi menjaga pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia, BPHN Kemenkumham terus melakukan monitoring dan evaluasi. Dengan demikian anggaran bantuan hukum yang diambil dari APBN diharapkan tepat sasaran.
Merujuk hasil pantauan Tim BPHN, tidak semua kasus yang ditangani OBH mengandung penyimpangan hukum. Karenanya OBH yang terbukti melakukan penyimpangan maka menanggung akibatnya.
Nurlaelasari menegaskan, bisa saja OBH yang terbukti nakal akan diturunkan akreditasinya. “Atau justru kehilangan akreditasinya sehingga tidak dapat mengakses anggaran bantuan hukum,” tegasnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BPHN Siapkan Grand Design Pembentukan Desa Sadar Hukum
Redaktur : Tim Redaksi