jpnn.com, JAKARTA - Hakim Mahkamah Kontitusi (MK) Daniel Yusmic mengapresiai gugatan yang diajukan Teguh Satya Bhakti dalam memperjuangkan gaji dosen swasta agar setara dengan kampus negeri.
"Saya merasa ini permohonan yang sangat mulia. Karena ada kesadaran dari warga negara yang mempunyai kesadaran memperjuangkan hak yang sama," kata Daniel dalam sidang yang disiarkan melalui akun MK di YouTube MK, Rabu (18/10).
BACA JUGA: Sulit Memisahkan Putusan MK, antara Hubungan Anwar Usman dengan Gibran bin Jokowi
Di sisi lain, Daniel menilai seharusnya tidak hanya kesetaraan dosen PTS dan PTN. Namun, bagi para guru di tingkat SD, SMP, dan SMA.
"Memang ini masih parsial, ini, kan, masih dalam tingkat perguruan tinggi. Bagaimana dengan pendidikan dasar, menengah. Ini keprihatinan bersama," ungkap Daniel.
BACA JUGA: Putusan MK Ibarat Jalan Tol, Bima Arya Berkata Begini soal Peluang Gibran Cawapres
Bagi Daniel, apa pun hasilnya nanti, gugatan Teguh telah menjadi sejarah bagi hukum ketatanegaraan Indonesia. Daniel meminta Teguh tidak malu-malu melampirkan
"Saya kira ini menjadi catatan sejarah di MK nanti. Terserah nanti disetujui atau tidak. Tetapi menurut saya ini permohonan yang mulia," ucap Daniel.
BACA JUGA: Putusan MK soal Gugatan Usia Capres-Cawapres Dinilai Tak Melanggar Etik
Pujian juga disampaikan oleh hakim MK lainnya, Guntur Hamzah. Guntur Hamzah menilai gugatan itu hanya pintu masuk dan ada pesan lain yang akan dibuka lebih jauh.
"Setidaknya kami perlu tahu, sejatinya ini apa? kalau ini, kan, pintu masuk saja," kata Guntur Hamzah.
Teguh berharap rekan-rekan sesama dosen lain di seluruh Indonesia bergerak dan ikut bergabung dalam gugatannya itu.
"Saya mengajak rekan-rekan dosen perguruan tinggi swasta untuk bergabung bersama saya menjadi pihak menggugat untuk kebaikan kami bersama yang nantinya semakin baik kesejahteraan kami otomatis kami semakin giat bekerja dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga kualitas pendidikan yang diterima mahasiswa itu menjadi juga semakin lebih baik daripada yang sebelumnya," kata Teguh.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Teguh Satya Bhakti, menggugat UU Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Teguh berharap gaji dosen disamakan, baik untuk kampus swasta atau pun Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Teguh menyerahkan kasus itu kepada pengacaranya, Viktor Santoso Tandiasa, Harseto Setyadi Rajah, Rustina Haryati, dan Nur Rizqi Khafifah.
Gugatan dilakukan karena terjadinya perlakuan yang berbeda terhadap dalam lingkup profesi dosen. Di mana sebagai dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS), pengaturan upah mengikuti besaran UMK dan UU Ketenagakerjaan.
Hal itu berbeda-beda penetapan besaran gaji pokoknya di setiap daerah. Sementara terhadap dosen pada PTN memiliki pengaturan terhadap besaran upah yang sama dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
"Artinya ada perlakuan yang tidak sama terhadap profesi dosen yang dialami oleh pemohon di mana sebagai dosen padaPTS menjadi tidak ada jaminan terhadap besaran upah yang sama di setiap daerah karena terhadap dosen swasta tidak memiliki aturan yang seragam sebagaimana aturan terhadap dosen PNS sebagaimana diatur pada PP 15/2019," beber Viktor.
Viktor menegaskan pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu bangsa. Karena pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan ini merupakan salah satu tujuan dan cita-cita dari bangsa Indonesia, yang telah tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.
"Untuk mewujudkan dari cita-cita bangsa ini, maka pemerintah dapat menjalankannya dengan membuat peraturan untuk mengatur pengelolaan, penyelengaraan pendidikan, selain itu masyarakat juga mempunyai kewajiban yang dapat diterapkan melalui pendirian dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta," ungkap Viktor.
Namun, Pasal 70 ayat (3) UU 12/2012 yang menyebutkan, "Badan penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan gaji pokok serta tunjangan kepada Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
"Ketentuan ini tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum yang adil karna tidak dapat menjamin pemberian gaji pokok serta tunjangan oleh badan penyelenggara kepada dosen dan tenaga kependidikan dapat dipenuhi secara layak dan optimal," urai Viktor.
Serta, Pasal 89 ayat (1) huruf b UU 12/2012 yang berbunyi, "Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk PTS, sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan".
Oleh sebab itu, Teguh meminta MK menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan' adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'Yang dananya bersumber dari dana Pendidikan Tinggi yang disubsidi oleh pemerintah kepada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat'.
"Menyatakan Pasal 89 ayat (1) huruf b UU Pendidikan Tinggi sepanjang frasa 'sebagai bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan' bertentangan dengan UU 1945 sepanjang tidak dimaknai 'sebagai bantuan biaya gaji pokok Dosen, tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan profesor, serta investasi dan pengembangan'," pungkasnya. (Tan/JPNN)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seusai Putusan MK, Waspada Muncul Gerakan Besar
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga