jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah berencana untuk mendorong realisasi nilai tambah produk tambang batubara. Hal tersebut dilakukan untuk memperbaiki industri batubara yang terkena dampak rendahnya harga jual. Nantinya, pemerintah akan menyediakan berbagai kemudahan bagi investor yang berminat.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, hal tersebut bakal dicantumkan dalam revisi ketiga peraturan pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2010.
BACA JUGA: Peternakan Sapi Perah Tumbuh
Dalam amandemen tersebut, pihaknya bakal menguraikan produk-produk akhir yang termasuk dalam nilai tambah batubara.
"Ada yang dirubah menjadi gas atau liquid (cairan). Ada juga yang meningkatkan kualitas atau upgrading. Terakhir, ada yang dalam bentuk coal mixture (campuran batubara dengan bahan lain, Red)," ujarnya di Jakarta kemarin (14/3).
BACA JUGA: Bikin Bahan Peledak, PT Dahana Kantongi 7 Perizinan
Dia menegaskan, tidak akan ada kewajiban bagi pengusaha dalam peraturan tersebut. Sebab, batubara dinilai sudah bisa dimanfaatkan di pasar domestik tanpa harus melalui pengolahan.
"Yang penting adalah kami akan alokasikan batubara dalam kualitas tertentu bisa menjadi objek yang ditingkatkan nilai tambahnya. Tentu saja, pemerintah akan memberikan kemudahan bagi pengusaha yang berminat," jelasnya.
BACA JUGA: Revitalisasi Pasar Berbasis Teknologi, Siapkan Dana Rp 556 M
Salah satu yang bakal menjadi kemudahan adalah kepastian offtaker (pembeli) dari produk akhir hasil pengolahan batubara.
Menurutnya, hal tersebut sudah jelas menjadi kewajiban pemerintah agar investor bisa merasa yakin melakukan proyek jangka panjang.
Mereka pasti tanya siapa yang akan beli produknya kalau investasi besar-besaran. Yang gampang kan BUMN. Indonesia kan juga sedang butuh gas. Nanti bisa PLN, PGN, atau Pertamina. Konon harganya lebih murah daripada natural gas. Juga, bisa digunakan untuk industri kimia," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga bakal memberikan insentif-insentif tertentu bagi perusahaan yang berkomitmen di pengembangan nilai batubara tersebut.
Menurutnya, insentif tersebut sudah wajar dilakukan sebab industri tersebut masih belum ada di Indonesia. "Tentu harus kita encourage dengan paket-paket kemudahan. Misalnya, insentif fiskal. Mereka ini nantinya kan menjadi pelaku industri pioneer," ungkapnya.
Soal kemungkinan investor yang tertarik, Sukhyar mengaku cukup opimistis. Pasalnya, harga batubara saat ini sedang jeblok dan membuat rugi. Terutama, batubara dengan kualitas 4000 kilo kalori per kilogram (kcal/kg).
"Sekarang harga batubara itu kisarannya USD 19-82 per ton. Padahal, ongkosnya mencapai USD 30 per ton. Otomatis yang memproduksi batubara kalori rendah tak bisa beproduksi. Kalau berpoduksipun hanya untuk mengurangi beban. Praktis, mereka ini sedang rugi," tambahnya.
Dia menambahkan, pihaknya juga tengah memfinalisasi revisi PP nomor 9 tahun 2012 terkait royalti perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) Batubara.
Rencananya, pemerintah bakal menyamakan besaran royal menjadi 13,5 persen. Beban tersebut sama dengan perusahaan tambang batubara generasi lama atau biasa disebut PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara).
"Kami sedang menyelesaikan prosesnya. Mungkin satu bulan ini selesai. Ya paralel dengan PP nomor 23 2010," jelasnya (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Kendaraan Pribadi Meroket, Kemenhub Pasrah
Redaktur : Tim Redaksi