jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo kembali menegaskan amendemen terbatas UUD 1945 hanya membahas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Urgensi menghadirkan PPHN sejak MPR RI periode 2009-2014 yang tertuang dalam Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014 yang mengamanatkan perlunya dirumuskan kembali sistem perencanaan pembangunan yang tepat.
BACA JUGA: Bamsoet Jamin Tak Ada Penumpang Gelap dalam Amendemen Terbatas PPHN
"Dilanjutkan MPR periode 2014-2019 melalui Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 yang merekomendasikan kepada MPR Periode 2019-2024 untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum PPHN," kata Bamsoet dalam talkshow 'Menuju Amandemen UUD NRI 1945' yang diselenggarakan Tribun Network Kompas Gramedia secara virtual, Rabu (22/9).
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, melalui Badan Pengkajian MPR kemudian menyelesaikan rancangan PPHN beserta naskah akademiknya.
BACA JUGA: Bamsoet: Amendemen UUD NRI 1945 Tidak Ubah Pasal 7 Tentang Masa Jabatan Presiden
Bamsoet menyampaikan, hasil kajian yang disampaikan kepada Pimpinan MPR pada 18 Januari lalu, bentuk hukum yang ideal terhadap PPHN melalui Ketetapan MPR.
Untuk menghadirkan PPHN melalui Ketetapan MPR, lanjut Bamsoet, terlebih dahulu harus dilakukan amendemen terbatas, yaitu hanya menambahkan satu ayat di pasal 3 UUD 1945 terkait kewenangan MPR menetapkan PPHN.
BACA JUGA: Tanggapi Wacana Amendemen UUD 1945, Adi Prayitno: Itu Bahaya
Selain itu, pasal 23 tentang persetujuan RUU APBN oleh DPR yang harus merujuk garis-garis kebijakan PPHN.
"Ini pun perlu dukungan seluruh partai politik. Satu saja tidak setuju, amendemen sulit dilakukan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyampaikan, jika seluruh partai politik sepakat terhadap pentingnya PPHN dan bentuk hukumnya melalui Ketetapan MPR, diharapkan proses amendemen selesai di 2022.
Dilanjutkan penyesuaian peraturan perundang-undangan terkait PPHN pada 2023.
Pada Pemilu Presiden 2024, calon presiden dan calon wakil presiden dapat menetapkan visi dan misi sesuai dengan PPHN.
"Amendemen konstitusi tersebut tidak akan menyasar hal lain di luar PPHN. Misalnya menambah periodisasi jabatan kepresidenan menjadi tiga periode, ataupun memperpanjang beberapa tahun masa jabatan presiden," tegas mantan KetuaKomisi III DPR RI itu.
Hadir menjadi narasumber pada acara tersebut, di antaranya Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, dan Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Arif Satria.
Senada disampaian Bamsoet, Prof Arif Satria menegaskan, membangun bangsa tidak bisa hanya berdimensi 5 tahunan, tapi memerlukan perencanaan jangka panjang yang terukur obyektif dan implementatif.
"Tidak mungkin Tiongkok membangun Great Wall sepanjang 21 ribu kilometer hanya dalam kurun waktu 5 tahun. Tidak mungkin juga Great Wall dibangun hanya dalam satu rezim kepemimpinan politik. Ternyata, butuh kurang lebih 1.800 tahun untuk bisa menyelesaikan Great Wall yang bersejarah," kata Arif mencontohkan.
Kini Tiongkok kembali hadir dengan gagasan besar tentang Blue Economy Valley di Qingdao, sebuah proyek raksasa untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negara itu sentral ekonomi kelautan masa depan.
Arif menambahkan, kondisi Singapura dan Indonesia di 1960-an hampir sama.
Hanya kini Singapura berubah jauh lebih maju karena mempunyai visi besar yang diwujudkan melalui langkah-langkah strategis, sistematis dan berkesinambungan.
"Kita tentu ingin Indonesia menjadi bangsa besar. Proses menuju bangsa besar tidak sebentar. Diperlukan usaha dan perjuangan yang besar. Upaya utamanya adalah proses perencanaan jangka panjang yang matang, terukur, dan berkesinambungan," pungkas Arif Satria. (mrk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD Berikhtiar Hapus Presidential Threshold Lewat Amendemen UUD 1945
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi