Bank Dunia Jadi Biang Krisis Global

Selasa, 14 Oktober 2008 – 18:37 WIB
JAKARTA - Koalisi Anti Utang (KAU) menuding Bank Dunia sebagai penyebab krisis iklim, finansial dan pangan yang saat ini tengah mengancam dunia"Bank dunia satu-satunya lembaga keuangan pemberi utang terbesar untuk industri ekstraktif

BACA JUGA: Krisis Tak Pengaruhi Anggaran KPU

Sejak tahun 1992 lebih dari 133 paket utang dengan total mencapai US$28 Milyar guna membiayai industri ekstraktif seperti batu bara, minyak dan gas," kata Koordinator KAU Dani Setiawan di Jakarta, Selasa (14/10).

Pinjaman tersebut, lanjutnya, setiapnya telah digunakan untuk membiayai proyek yang menghancurkan lingkungan dan iklim
Sementara utang tersebut dibayar lewat anggaran publik, perusahaan transnasional yang jelas-jelas hanya menguntungkan Bank Dunia.

Tidak hanya itu, Dani Setiawan juga mensinyalir selama 3 dekade Institusi Keuangan Internasional juga menjadikan utang sebagai alat untuk mengintervensi kebijakan negara selatan termasuk Indonesia yang mendorong liberalisasi keuangan, ekstraksi kekayaan alam dan konsentarasi kekayaan pada segelintir orang serta penghisapan ekonomi negara selatan oleh negara utara dan perusahaan transnasional.

"Semua itu mendorong pola pembangunan neoliberal yang menyebabkan terjadinya krisis iklim, finansial dan pangan," tegas Dani Setiawan.

Dijelaskannya, Extractive Industries Review (EIR), yang merupakan komisi evaluasi independen dari aktivitas-aktivitas Bank Dunia di sektor ekstraktif, merekomendasikan bahwa Bank Dunia harus segera menghentikan utang untuk program-program batubara dan keluar dari proyek-proyek utang untuk minyak pada tahun 2008

BACA JUGA: TK : Pemerintah Tak Serius Atasi Krisis

Akan tetapi, justru kucuran dana dari Bank Dunia untuk proyek-proyek minyak meningkat hingga 93 persen dari US$450 Juta ke US$869 Juta dari tahun keuangan 2005 ke 2006.

Sedangkan pada tahun 2008 utang Bank Dunia untuk minyak dan gas naik sebesar 97 persen dari tahun 2007, dengan total sebesar $3 Milyar
Untuk pembiayaan batu bara saja jumlah utang tersebut naik 256 persen dari tahun 2007.

"Khusus untuk Indonesia, utang Bank Dunia lewat IFC untuk PT

BACA JUGA: Prabowo : Konglomerat Terlalu Dimanja

Adaro Energy Tbk sebesar $25 Juta mendorong penggunaan batu bara sebagai sumber energi yang menyebabkan kerusakan lingkungan," ujarnya.

Dengan track record seperti itu Skema utang baru Bank Dunia untuk perubahan Iklim (climate investment fund) yang mencapai US$ 5 Milyar tidak lebih dari upaya untuk memanfaatkan krisis iklim demi keuntungan Bank Dunia, imbuhnya.

Oleh karena itu dalam rangkaian Pekan Aksi Global Melawan Utang dan Lembaga Keuangan International (Global Week of Action Against Debt and IFIs) pada tanggal 13-18 Oktober 2008 yang dilaksanakan serentak diseluruh duniaKAU menyatakan: Pertama, mendesak pengahapusan utang yang tidak sah (illegitimate debt) Bank Dunia yang menyebabkan terjadinya krisis Iklim

Kedua, menolak skema utang baru Bank Dunia untuk perubahan iklim (Climate insvestment fund)Ketiga, menolak skema utang untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklimKelima, mendesak pengakuan dan pembayaran utang ekologis (ecological debt) negara utara ke negara selatan(Fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eks Konjen RI di Kinabalu Susul Rusdihardjo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler