JAKARTA - Bubble atau gelembung ekonomi selalu menjadi momok bagi sebuah negara yang menjadi sasaran dana jangka pendek atau hot money seperti IndonesiaNamun, Bank Dunia (World Bank) menyebut, hingga saat ini, Indonesia masih aman dari ancaman bubble.
Ekonom Senior Bank Dunia Enrique Blanco Armas mengatakan, derasnya arus modal asing yang masuk ke pasar finansial Indonesia masih sejalan dengan fundamental perekonomian Indonesia yang tumbuh cukup tinggi
BACA JUGA: Transaksi TEI Tembus USD 369,3 Juta
"Jadi, belum akan mengakibatkan bubble," ujarnya dalam teleconference antara perwakilan Bank Dunia di Tokyo dan di Jakarta kemarin (19/10).Sebagaimana diketahui, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan aliran dana asing yang masuk ke pasar finansial Indonesia sepanjang Januari - September 2010 sudah mencapai Rp 115 triliun
Apalagi, lanjut Armas, BI selaku pemegang otoritas moneter di Indonesia sudah melakukan langkah-langkah antisipatif
BACA JUGA: Tolak Jepang Kuasai Inalum
Misalnya, dengan menerapkan kebijakan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankanSelain itu, Armas menilai, kebijakan BI yang mengharuskan dana di SBI minimal harus berjangka waktu 1 bulan juga merupakan langkah antisipatif untuk mencegah gejolak pasar finansial akibat hot money
BACA JUGA: Elektronik Impor Bebas Masuk
"Kebijakan itu cukup efektif meminimalisir dampak jika terjadicapital outflow," terangnya.Meski relatif aman dari ancaman bubble ekonomi, namun Indonesia tetap diminta waspadaEkonom Kepala Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Vikram Nehru menambahkan, prospek pertumbuhan di negara-negara emerging market serta masih lemahnya pertumbuhan di negara maju, menjadi dua faktor yang bakal terus mendorong aliran modal masuk ke emerging market"Arus modal ini selanjutnya mendorong apresiasi nilai tukar," ujarnya.
Karena itu, dengan adanya fenomena perang kurs, maka semua negara harus mampu meningkatkan daya saing agar aliran dana tidak hanya masuk ke pasar finansial yang berpotensi menyebabkan bubble, tapi bisa masuk ke sektor riil"Investasi memang hanya bisa diraih jika negara memiliki daya saing, stabilitas sektor finansial, serta inflasi yang rendah," katanya.
Secara umum, lanjut Nehru, pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) riil 2010 di kawasan Asia Timur akan mencapai 8,9 persen, atau lebih tinggi dari angka pertumbuhan 2009 yang sebesar 7,3 persenBank Dunia menyebut, faktor pendorong pertumbuhan tersebut diantaranya adalah bergeraknya sektor swasta serta arus perdagangan yang telah kembali ke tingkat sebelum krisis 2008(Owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taiwan Diminta Tidak Tarik Semua Produk Mie Instan Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi