JAKARTA -- Proses kontrak baru antara pemerintah Indonesia dengan Jepang terkait PT Inalum dihadang protesMenyusul aksi demonstrasi Gepara (Gerakan Penyelamatan Aset Negara) di depan Kedutaan Besar Jepang dan Kementerian BUMN yang digelar kemarin (18/10)
BACA JUGA: Elektronik Impor Bebas Masuk
Gepara menuntut agar pemerintah Indonesia berani menolak permohonan perpanjangan pemberian hak PT Inalum kepada Jepang (JBIC)
BACA JUGA: Taiwan Diminta Tidak Tarik Semua Produk Mie Instan Indonesia
Namun hingga kini tak pernah memberi keuntungan yang siginifikan untuk IndonesiaMenurut Ucok Hidayat, Koordinator Aksi, Inalum perusahaan patungan antara Indonesia dan konsorsium Jepang dengan kapasitas desain 225 ribu ton per tahun, dengan NAA 58,9 persen dan pemerintah Indonesia 41,1 persen sangat merugikan
BACA JUGA: APBN 2011 Dinilai Sangat Rawan Korupsi
Dari kerjasama ini, perusahaan tersebut diperkirakan memasok secara stabil 5 persen dari kebutuhan aluminium JepangKini, Jepang dan Indonesia sedang melakukan negosiasi untuk perpanjangan hak konsesi PT Inalum yang berakhir tahun 2013Apabila perpanjangan hak tersebut diberikan kepada Jepang, maka kapasitas Inalum akan ditingkatkan menjadi 317 ribu ton per tahun dari 225 ribu ton per tahunApabila Jepang tidak diberikan hak atas PT Inalum, maka pemerintah Indonesia harus mengakuisisi PT Inalum dengan harga USD 220 juta.
“Fakta menunjukkan, kemiskinan masih banyak kita temuiIni menunjukkan, kalau telah terjadi kesalahan dalam mengelola potensi yang adaSebagai contoh, kerjasama dengan Jepang yang sudah menjajah, mengeruk kekayaan Indonesia, hampir 30,5 tahun lamanya,” katanya.
Menurut dia, banyaknya tekanan dalam negosiasi perpanjangan, lantaran posisinya yang sangat strategis bagi JepangBanyaknya kontrak perjanjian utang baru serta pinjaman proyek antara pemerintah Jepang dengan Indonesia disinyalir akan berdampak kepada nasib PT Inalum
“Perjanjian utang baru tersebut dikhawatirkan dapat memberikan tekanan kepada pemerintah Indonesia untuk memperpanjang kembali kontrak kerjaInalum dengan konsorsium 12 perusahaan Jepang, Nippon Asahan AluminiumInalum juga menjadi model kerjasama Pemerintah dengan Swasta Jepang di luar negeri yang berhasil memanfaatkan dana murah sebagai bantuan, tapi mendapatkan manfaat komersial yang sangat besar bagi Jepang,” urainya.
Dia melanjutkan, kerugian bertahun-tahun yang harus ditanggung pemerintah Indonesia yang tidak dikomunikasikan, sejak pembentukannya sampai 2002, Inalum selalu menderita rugiKerugian terbesar disebabkan mismatch antara utang dan pembayarannyaUtang kepada pemerintah Jepang untuk menutup biaya investasi sebesar 411 miliar yen pada tahun 1976 dengan bunga 3-4 persen harus dibayar dalam dolar“Keuntungan yang baru dimulai pada 2006 lebih disebabkan makin menguatnya yen terhadap dollar serta meningkatnya harga logam dunia, bukan karena kinerja manajemen yang membaik,” katanya.
Selain itu, laporan keuangan dicatat dalam rupiahHal ini makin meningkatkan eksposur terhadap mata uang yang makin memberatkan laporan laba rugiIni makin memberatkan bagi Inalum untuk mencatatkan laba bersih positif yang dapat dibagikan sebagai dividen kepada para pemodal, termasuk Pemerintah Indonesia
“Fakta bahwa selama lebih dari 30 tahun perusahaan tersebut tetap dipegang top managemen yang berasal dari negara tersebut, menunjukkan kalau Negara ini masih saja dijajah oleh Jepang dengan gaya barunyaApalagi bunga pinjaman yang dikenakan sebesar 3-4 persen itu lebih tinggi daripada bunga pinjaman di dalam negeri Jepang sendiri, yang besarnya kurang dari 1 persenPadahal utang untuk investasi seharusnya merupakan soft loan dari pemerintah JepangSehingga dapat disimpulkan bahwa selisih 1-2 persen ini sebenarnya memberikan keuntungan bagi pemerintah Jepang,” ucapnya(lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kadin: Tindakan KPPU Kebablasan
Redaktur : Tim Redaksi