jpnn.com - JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana membantah pernah membahas proyek pembangkit listrik tenaga mikrohidro dengan anggota Komisi VII Dewie Yasin Limpo. Dia bahkan mengaku tidak tahu adanya usulan terkait proyek tersebut.
"Tidak tahu. Yang saya tahu, proyek itu tidak ada," kata Rida kepada wartawan di KPK, Jumat (6/11) malam.
BACA JUGA: Sarat Tendensi Politis, Pansus Pelindo Malah Bikin Publik Sinis
Menurutnya, proyek yang telah menghantarkan Dewie berurusan dengan KPK itu tak pernah dibahas di DPR. Dalam rancangan APBN 2016 pun tidak ada dianggarkan pembangunan pembangkit listrik mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua.
Rida hari ini diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus pemberian suap kepada Dewie Limpo. Dia dikonfirmasi mengenai alokasi anggaran untuk direktorat yang dipimpinnya.
BACA JUGA: Terpidana Korupsi Al Quran Buka-bukaan soal Permainan Proyek Haji
"Tapi gak ada kan (proyek pembangkit listrik mikrohidro, red), makanya pemeriksaan cuma sebentar," ucap anak buah Sudirman Said itu.
Rida diperiksa selama sekitar delapan jam. Menurut Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP, pihaknya mendapat informasi bahwa proyek yang dibekingi Dewie Limpo sudah sempat masuk di rancangan anggaran untuk Kementerian ESDM
BACA JUGA: Kepala BKN Kirim Surat Edaran untuk Penjabat Kada, Ini Isinya
"Ada pengakuan anggaran di pos ESDM. Itu kita perlu bener enggak gitu. Apa benar seperti itu," jelas dia.
Selasa 20 Oktober 2015 lalu, Dewie yang juga merupakan adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo ini dicokok KPK. Selain Dewie, Kpk juga menangkap tangan anak buahnya dan seorang pengusaha.
Mereka yang turut disikat KPK adalah sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandaso; staf ahli Dewi, Bambang Wahyu Hadi; Pengusaha dari PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi; pengusaha rekanan Setiadi, Harry; Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius; dan ajudan Setiadi, Devianto. Seorang supir mobil rental juga ikut diamankan.
Saat penangkapan, petugas KPK menemukan uang dalam bentuk dolar Singapura sekitar SGD177. 700 di dalam snack makanan ringan. Fulus itu diduga uang suap yang diberikan Setiadi dan Harry kepada Dewi Yasin melalui Rinelda Bandaso.
Suap dinilai terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Deiyai, Papua. Proyek itu sempat dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (RAPBN) 2016 di Komisi VII DPR.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK, akhirnya KPK menetapkan tersangka terhadap Iranius, Setiadi, Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso, dan Bambang Wahyu Hadi. Mereka dijerat dengan pasal yang berbeda dan langsung ditahan. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pak Jokowi, Nasdem dan Komisi IX DPR Satu Suara Soal Ini
Redaktur : Tim Redaksi