Bantah Tuntutan Jaksa, Terdakwa Sebut Migor Langka Karena HET

Rabu, 28 Desember 2022 – 01:09 WIB
Sejumlah terdakwa perkara minyak goreng membantah tuntutan Kejaksaan Agung (Kejagung). Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah terdakwa perkara minyak goreng membantah tuntutan Kejaksaan Agung (Kejagung). Para terdakwa menolak tuntutan jaksa yang menyebut telah menjadi dalang kelangkaan minyak goreng di Indonesia.

Mereka antara lain Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumagor dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana.

BACA JUGA: Master Parulian Sebut Pihaknya Hanya Berniat Membantu Kelangkaan Migor

Dalam nota pembelaan atau pleidoi, Master Parulian mengatakan penyebab kelangkaan minyak goreng ialah kebijakan kontrol harga, dalam hal ini harga eceran tertinggi (HET).

Kementerian Perdagangan sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

BACA JUGA: Hmm, Utusan Airlangga Disebut Bertemu Anthony Salim Cs di Singapura saat Migor Langka

"Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master secara daring yang disiarkan langsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).

Master menjelaskan sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi karena mengikuti nilai fluktuatif dunia. Namun, setelah terbit aturan HET, kata Master, semua produk minyak goreng hilang di pasaran.

BACA JUGA: Sidang Mafia Migor, Pejabat Kemendag Buka-bukaan soal Lin Che Wei

"Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya.

Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng layaknya bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.

"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng," imbuhnya.

Terdakwa lainnya, Indrasari Wisnu Wardana juga menepis tuntutan yang dilayangkan tim jaksa. Melalui nota pembelaannya, Indrasari menyebut tuntutan yang disampaikan jaksa keliru dan tidak sesuai fakta-fakta terungkap di persidangan.

"Sebenarnya saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan demi kebenaran dakwaan," kata Indrasari di ruang sidang.

Indrasari meminta jaksa jangan sampai ada upaya menyembunyikan fakta persidangan. Sebab, dia memandang banyak fakta persidangan yang tidak dimasukkan ke dalam tuntutan tim jaksa.

"Karena pelanggaran terhadap fakta persidangan bukan hanya sebagai pembunuhan karakter tetapi juga sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," ujarnya.

Sementara itu, penasihat hukum Master, Juniver Girsang menyebut penuntut umum menuduh para terdakwa termasuk kliennya menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng.

Menurut Juniver, tim jaksa sangat memaksakan tuduhannya mengembalikan pertanggung jawaban atas hilangnya migor curah dan kemasan sederhana di pasar kepada para terdakwa.

"Penuntut umum dengan nafsu berlebihan menuntut terdakwa Master Parulian Tumanggor, yang begitu banyak dikatakan sebagai komplotan mafia migor," kata Juniver seusai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Juniver juga menyinggung soal bukti yang tidak disita Kejagung sebab bisa meruntuhkan fakta yang sebenarnya.

"Sebuah perkara yang diawali dari rumah saksi Indrasari Wisnu Wardana di Tangerang Selatan, yang diduga menerima uang yang ditempatkan dalam lima kantong minyak goreng kemasan merek Sania, kelima kantong migor tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng," kata Juniver.

Sebelumnya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung.

Master dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

Sementara itu, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana dituntut hukuman pidana selama tujuh tahun penjara.

Jaksa juga menuntut Hakim PN Tipikor, Jakarta Pusat untuk menjatuhi Indrasari dengan hukuman denda sebesar Rp 1 miliar.

Adapun, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp 18,3 triliun.

Lima terdakwa dimaksud ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. 

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. (tan/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Migor Mendekati HET, Politikus PKS Bilang Begini


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler