jpnn.com - JAKARTA - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap terdakwa kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi, Chairun Nisa.
Nisa yang juga politikus Partai Golkar dan Anggota Komisi II DPR itu dianggap terbukti menjadi perantara pemberian suap sebesar Rp 3 miliar dari Bupati Gunung Mas non-aktif, Hambit Bintih, dan pengusaha Cornelis Nalau Antun, kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Uang itu diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan sengketa gugatan pilkada Kabupaten Gunung Mas.
BACA JUGA: Jokowi Tegaskan, Prabowo Bukan Orang yang Paling Berjasa
"Menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Chairun Nisa dengan pidana penjara selama empat tahun dikurangi masa tahanan yang telah dijalankan," kata Hakim Ketua Suwidya saat membacakan amar putusan Nisa, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/3).
Majelis hakim juga menuntut pidana denda kepada Chairun Nisa sebesar Rp 100 juta. Jika tidak dibayar, mantan Bendahara Umum Majelis Ulama Indonesia itu ditambah hukuman kurungan selama tiga bulan.
BACA JUGA: Diganjar 4 Tahun Penjara, Politisi Golkar Menangis
Dalam memberikan putusan ini majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.
Pertimbangan yang meringankan adalah Nisa belum pernah dihukum, bersikap jujur, menunjukkan pengabdian kepada masyarakat sebagai Anggota DPR, dan menyesali perbuatannya. Sementara pertimbangan memberatkan adalah tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, merusak nilai-nilai demokrasi di Indonesia, serta merusak citra lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi di mata masyarakat.
BACA JUGA: Adik Atut Minta Amir Hamzah dan Kasmin Dikonfrontir dalam Sidang
Majelis hakim menganggap Nisa terbukti melanggar dakwaan alternatif kedua. Yakni Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam analisa fakta persidangan dibacakan Hakim Sofialdi, benar adanya Chairun Nisa bersama-sama dengan Akil Mochtar menerima uang suap SGD 294,050 ribu, USD 22 ribu, dan USD 766 ribu atau seluruhnya setara Rp 3 miliar, serta Rp 75 juta dari Hambit Bintih dan Cornelis. Uang itu diberikan supaya Akil mau mempengaruhi putusan gugatan pilkada Kabupaten Gunung Mas di MK dan menguatkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gunung Mas. Yaitu menetapkan kemenangan pasangan Bupati dan Wakil Bupati, Hambit Bintih-Cornelis Nalau Antun, dan membatalkan gugatan duet Jaya Samaya Monong-Daldin dan Alfridel Jinu-Ude Arnold Pisy.
Menurut Hakim Sofialdi, benar Hambit pernah menemui Chairun Nisa di Hotel Sahid, Jakarta, dan meminta supaya bisa mempertemukannya dengan Akil Mochtar. Chairun Nisa kemudian mengontak Akil dengan mengirimkan pesan singkat menanyakan soal sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas.
"Akil kemudian menjawab pesan singkat Chairun Nisa, 'Kapan mau ketemu? Saya malah mau suruh ulang nih Gunung Mas'," ujar Hakim Sofialdi.
Kemudian, Chairun Nisa menghubungi Hambit dan memintanya bertemu dengan Akil di rumah dinas Ketua Mahkamah Konstitusi di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan. Hambit lantas bertemu Akil dan dia menyanggupi memberikan sejumlah uang sesuai permintaan Akil. Akil lantas menghubungi Chairun Nisa mengatakan soal pembicaraannya dengan Hambit.
"Akil kemudian mengirim pesan singkat kepada Chairun Nisa berisi, 'Besok sidang. Kemarin pemohonnya sudah ketemu saya. Bupatinya. Tapi saya minta lewat bu Nisa saja'," sambung Hakim Sofialdi.
Hambit kemudian menghubungi pengusaha Cornelis Nalau, yang juga keponakannya, dan meminta menyiapkan sejumlah uang buat diberikan kepada Akil. Chairun Nisa kemudian menemui Hambit di rumahnya, Jalan Tjilik Riwut kilometer 3,5, Kalimantan Tengah. Hambit kemudian memberikan uang Rp 75 juta kepada Chairun Nisa. Saat itu, Chairun Nisa juga memperlihatkan pesan singkat dari Akil kepada Hambit, yang isinya adalah Akil minta imbalan Rp 3 miliar dan diberikan dalam bentuk Dolar Amerika. Hambit menyanggupi.
Pada 2 Oktober 2013, Chairun Nisa mengontak Akil akan memberikan duit suap dari Hambit dan Cornelis. Akil menyanggupi akan menerima duit itu di rumah dinas MK, Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan. Saat itu, Chairun Nisa datang bersama Cornelis membawa duit suap itu, dan tak lama kemudian langsung disergap tim KPK.
Menurut Hakim Gosen Butar-Butar, peran Nisa lebih tepat dijerat dengan dakwaan kedua karena hanya sebagai perantara. Sebabnya adalah Nisa tidak pernah menerima langsung uang suap buat Akil. Dia juga disebut bukan pihak yang dapat mempengaruhi perkara yang dimaksud oleh Hambit.
"Terdakwa hanya menerima uang Rp 75 juta dari Hambit tidak ada kaitannya dengan sengketa pilkada Gunung Mas. Tetapi perbuatan terdakwa adalah perantara, karena yang memiliki inisiatif menghubungi dan meminta bantuan untuk mendekati Akil kepada terdakwa adalah Hambit Bintih," tutur Hakim Gosen.
Sementara menurut Hakim Alexander Marwata, Nisa adalah Anggota DPR yang juga dekat dengan Akil. Maka dari itu Hambit mengira Nisa bisa membantu mengurus sengketa pilkada Gunung Mas di MK. Apalagi Nisa lolos menjadi anggota parlemen dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah.
"Terdakwa secara sadar melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya," tandas Hakim Alexander. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pemilu, Tiga Pelaku Pengedar Uang Palsu Diamankan
Redaktur : Tim Redaksi