jpnn.com, JAKARTA - Rohaniwan Romo Benny Susetyo menilai maraknya sejumlah kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelang Pilkada 2018 merupakan tragedi memilukan. Menurutnya, praktik demokrasi yang terlalu liberal telah menimbulkan politik transaksional.
"Ini merupakan peristiwa memilukan yang terus berulang. Ekses dari penerapan demokrasi liberal yang saat ini berlangsung di Indonesia. Dampak buruknya, merebak politik transaksional," ujar Romo Benny di Jakarta, Senin (19/2).
BACA JUGA: Dua Keganjilan OTT Bupati Lampung Tengah, Oh Ternyata
Seperti diketahui, terdapat sejumlah kepala daerah yang terjaring OTT KPK. Antara lain Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang kembali maju pada pilkada di daerahnya.
Selanjutnya ada Bupati Ngada Marianus Sae yang maju sebagai calon gubernur Nusa Tengggara Timur. Bupati Subang Imas Aryumningsih yang menjadi calon petahana pada Pilkada 2018 juga terjaring OTT KPK.
BACA JUGA: Ssttt, Ini Kode Bupati Lampung Tengah untuk Samarkan Rasuah
Terakhir adalah OTT KPK terhadap Bupati Lampung Tengah Mustafa. Politikus Partai NasDem itu sedang mencalonkan diri pada Pemilihan Gubernur Lampung 2018.
Menurut Romo Benny, selama akar persoalan tidak diselesaikan dengan baik, maka peristiwa yang sama bakal terus berulang. Sebab, sistem politik liberal ala Amerika Serikat yang diadopsi Indonesia saat ini membuat semua orang bisa menjadi pemimpin. Asal terkenal, populer, punya uang dan marketing politik maka bisa terpilih.
BACA JUGA: Bamsoet Minta Pemerintah Pakai Jurus Jitu Tekan Korupsi Kada
Karena itu, lanjutnya, sistem politik yang ada perlu diperketat. Selain itu, politik berbiaya tinggi juga harus dihindari.
Khusus untuk warga NTT, anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) itu mengajak warga untuk cerdas dalam memilih.
"Masyarakat NTT harus jeli memilih pemimpin. Pilih yang paling bersih dari yang ada saat ini. Bukan yang memberi janji, tapi yang memberi harapan nyata," ucapnya.
Romo Benny juga mengatakan, politik uang menciptakan biaya tinggi dalam pilkada bahkan hingga menimbulkan kemiskinan. “Kemiskinan membuat rakyat tidak punya posisi tawar dalam politik, dalam memilih pemimpinnya. Ini akibat sistem politik yang mengisap dan menindas,” pungkas Romo Benny.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Copot Mustafa dari Ketua DPW, NasDem Tunjuk Taufik Basari
Redaktur & Reporter : Ken Girsang