Batam Sulit Terapkan Kebijakan Kemendikbud Soal Hal Ini

Sabtu, 15 April 2017 – 03:30 WIB
Suasana murid SD sedang mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Foto ilustrasi: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghapus sistem sekolah dua shift ternyata tidak bisa dijalankan di semua daerah.

Salah satunya adalah di Kota Batam, Kepulauan Riau. Pasalnya, saat ini sekitar 80 persen sekolah negeri di Batam menerapkan sistem belajar dua sesi karena terbatasnya ruang kelas.

BACA JUGA: BP Batam Didesak Percepat Selesaikan Lahan Status DPCLS

"Kita tidak bisa, karena double shift itu alternatif," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, Muslim Bidin kepada Batam Pos, Jumat (14/4).

Bahkan, kata Muslim, ada beberapa sekolah yang membagi jam belajarnya dalam tiga sesi. Seperti SDN 005 dan SDN 006 Seibeduk.

BACA JUGA: Industri Shipyard Terpuruk, 20 Perusahaan Tutup Total

"Mau tidak mau harus kami lakukan, karena desakan dari orangtua murid juga. Harusnya mereka sadar, daya tampung sekolah negeri terbatas," keluhnya.

Menurut Muslim, kondisi ini terjadi karena tingginya pertambahan jumlah anak usia sekolah. Angka tersebut tak sebanding dengan jumlah ruang kelas yang tersedia.

BACA JUGA: DPR Soroti Kenaikan Tarif UWTO Lahan Baru hingga 432 Persen

Situasi ini menjadi dilema bagi Dinas Pendidikan. Jika tidak ditampung, banyak anak yang akan kehilangan kesempatan belajar meski usianya sudah memenuhi syarat.

Namun jika dipaksakan, makan konsekuensinya akan terjadi kekurangan ruang kelas. Sehingga sistem belajar dua sesi menjadi satu-satunya solusi saat ini.

"Setiap tahun dua hingga tiga ribu pertumbuhan anak usia sekolah, sedangkan bangunan sekolah tidak (sebanding dengan jumlah itu)," ujar pria kelahiran 12 April 1958 ini.

Selain karena tingginya pertumbuhan penduduk usia sekolah, membeludaknya siswa di sekolah negeri ini karena sebagian besar orang tua memaksakan anaknya masuk sekolah negeri. Hal ini dikarenakan konsep sekolah murah, bahkan gratis, di sekolah pemerintah.

Padahal, kata Muslim, banyak orang tua siswa yang sebenarnya mampu menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta. "Semua mengaku tidak mampu, hal ini terlihat dari proses penerimaan siswa baru," ujar Muslim.

Muslim mengakui, sistem belajar dua sesi memang tidak efektif. Karena selain tidak kondusif, jam belajar siswa juga relatif lebih singkat.

Namun jika sistem ini dihapuskan, makan dia memastikan setiap tahunnya akan ada ribuan anak-anak usia sekolah yang tak bisa sekolah.

Kecuali jika mereka mau masuk ke sekolah swasta. Meski begitu, ia tak bisa menjamin sekolah swasta bakal mampu menampung semua anak usia sekolah yang tak tertampun di sekolah pemerintah.

"Ini berat, maka dari itu double shift tetap menjadi solusi hingga saat ini," jelasnya.

Pria kelahiran Rempangcate, Batam, ini mengaku sudah menyampaikan kondisi tersebut kepada Kemendikbud. Kata dia, pihak kementerian memaklumi persoalan ini karena Batam merupakan daerah industri.

"Sudah pernah dibicarakan, dan mereka memaklumi," sebutnya.

Mengenai bantuan pembangunan gedung sekolah yang ditawarkan Kemendikbud, Muslim juga menyebut hal itu tidak akan mudah. Sebab masalah yang dihadapi Batam saat ini bukan pada kekurangan anggaran, melainkan ketiadaan lahan untuk membangu sekolah.

"Inilah permasalahan yang tengah dihadapi Batam. Bangun sekolah tidak harus nunggu dari pusat, asalkan lahan ada kami bisa bangun," ucapnya.

Meski begitu, Muslim mengaku sangat mendukung rencana dan kebijakan Kemendikbud itu. Menurut dia, Pemko Batam harus merespon tawaran itu dengan menyediakan lahan. Sehingga akan semakin banyak sekolah yang akan dibangun di Batam, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh Pemko Batam.

"Alhamdulillah, setidaknya pusat menawarkan solusi," kata pria yang sudah 10 tahun menjadi kepala Dinas Pendidikan Kota Batam ini.(rng)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Tewasnya Siswi SMKN 3 Psp


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler