jpnn.com, BATAM - Anggota Komisi VI DPR RI, Nyat Kadir, kembali menyoroti persoalan Tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang belakangan ini jadi polemik di kota Batam, Keprulauan Riau.
Kali ini khusus mengenai pengalokasian lahan baru yang ternyata super mahal. Disebut-sebut naik hingga 432 persen dari tarif lama.
BACA JUGA: Yakinlah, Batam Bisa Bebas Penyakit Tuberkulosis
"Padahal sebelum keluar Perka (peraturan kepala) baru pengganti Perka lama, Dewan Kawasan sudah memberikan amanat bahwa kenaikan paling tinggi hanya 150 persen," ungkap Anggota Komisi VI DPR RI, Nyat Kadir, Selasa (11/4) lalu.
Nyat menyebut, seharusnya di Perka yang baru, yakni Perka Nomor 1 tahun 2017 sudah dikunci besaran kenaikannya yang tidak boleh melebihi 150 persen.
BACA JUGA: Persoalan Lelang Pemerintah Mendominasi Laporan ke KPPU
"Tapi kenyataannya ada yang sampai 400 persen. Harus diperbaiki," kata Nyat.
Sekafar mengingatka pada 5 Desember 2016, DK mengeluarkan Surat Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Nomor S-657/SS.M.EKON/12/2016.
BACA JUGA: Banyak Pelabuhan Tikus, KPPU: Batam Rawan Persekongkolan Kartel
Surat tersebut merupakan hasil kesepakatan pembahasan kenaikan tarif UWTO BP Batam. Jika sebelumnya, tarif dibagi berdasarkan zonasi per kelurahan, 41 peruntukan, dan memiliki rentang terendah hingga tertinggi, maka dalam usulan final ini, tarif bersifat tarif tunggal untuk delapan wilayah dan dibagi hanya untuk 13 peruntukan.
Kenaikan paling tertinggi mencapai 150 persen untuk alokasi baru peruntukan komersil.
Namun setelah menelaah antara tarif lama dan tarif baru memang terdapat perbedaan kenaikan yang tidak sesuai dengan amanat DK.
Memang pada dasarnya BP Batam tidak akan membuka alokasi lahan baru lagi. Mereka akan melelangnya secara online nanti.
Contoh kenaikan tarif sebesar 432 persen tersebut terjadi di wilayah Batamcentre dengan peruntukan komersil.
Pada tarif lama, nilai UWTO adalah Rp 51.750, sedangkan pada tarif di Perka Nomor 1 Tahun 2017 ada di angka Rp 275.100.
Kemudian untuk perumahan di wilayah Nagoya, nilai UWTO lama ada di angka Rp 51.000. Sedangkan nilai terbarunya mencapai Rp 216.900. Terjadi kenaikan sekitar 325 persen.
Pada saat menerbitkan Surat Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Nomor S-657/SS.M.EKON/12/2016, anggota tim teknis DK, Taba Iskandar mengatakan revisi UWTO ini hanya solusi jangka pendek dalam rangka meredam situasi keruh saat itu.
"Namun inti dari semuanya adalah membenahi dualisme kepemimpinan yang ada di Kota Batam," jelasnya.
Sekarang, Taba mengungkapkan masalah mengenai BP Batam ini harus didudukkan sesegera mungkin. BP Batam harus tunduk pada DK, karena DK merupakan pembuat kebijakan yang harus dipatuhi BP Batam.
Makanya pada 17 April mendatang, DK akan memanggil BP Batam dan perwakilan usaha untuk berdiskusi soal polemik lahan dan masalah lainnya.
Di tempat yang berbeda, Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono mengatakan tudingan tersebut salah alamat.
"Ada dua Surat Keputusan (SK) lama. SK tarif UWTO 2007 untuk sewa 30 tahun dan SK tarif UWTO untuk perpanjangan 20 tahun. Yang dibandingin terhadap SK 2007, seharusnya dibandingkan dengan yang 2010," katanya.
Jika dibandingkan dengan SK 2010, maka kenaikan tarif UWTO tidak sampai 432 persen.
Memang untuk tarif perpanjangan baru, kenaikannya sudah sesuai anjuran DK. Namun kenaikan drastis tarif alokasi lahan baru tetap saja membuat khawatir khususnya bagi penerima alokasi lahan tidur yang ingin membangun lahannya kembali.
Sisa nilai UWTO-nya yang belum dibayarkan ketika mendapat alokasi lahan baru akan dikonversi ke nilai UWTO sekarang.(leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peternak Babi Minta Disediakan Lokasi Legal
Redaktur & Reporter : Budi