jpnn.com, SAMARINDA - Sektor pertambangan masih menjadi faktor penting perekonomian di wilayah Kaltim. Ini terlihat dari produk domestik regional bruto (PDRB) Kaltim pada triwulan II 2018 berdasar harga berlaku senilai Rp 156,59 triliun.
Di mana andil terbesar masih datang dari pertambangan dan penggalian mencapai 45,26 persen atau setara Rp 70,87 triliun.
BACA JUGA: Kebutuhan Batu Bara Meningkat, Permintaan Alat Berat Melesat
PDRB merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di suatu daerah. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan.
PDRB atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan, sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.
BACA JUGA: Batu Bara dan Minyak Menipis, EBT Harus Dimaksimalkan
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Atqo Mardiyanto mengatakan, setelah batu bara, andil kedua terbesar adalah dari lapangan industri pengolahan dengan angka 18,33 persen atau senilai Rp 28,7 triliun.
Meski andil pertambangan dan penggalian paling tinggi, namun perkembangannya mengalami kontraksi sehingga ekonomi Kaltim tumbuh melambat.
BACA JUGA: Ekspor Batu Bara Indonesia Anjlok 16 Persen
“Sudah sering dikatakan dan disarankan Kaltim bukan hanya mengandalkan sektor pertambangan, namun juga serius memajukan sektor lain. Agar kontribusi batu bara mengecil, sehingga jika komoditas ini jatuh tidak membuat ekonomi Kaltim langsung terpuruk,” tuturnya, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Setelah batu bara dan lapangan industri pengolahan, tambah Atqo, berada di posisi ketiga penyumbang PDRB Kaltim adalah dari lapangan usaha sektor konstruksi yang tercatat sebesar 8,77 persen, atau senilai Rp 13,73 triliun.
“Sedangkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang merupakan sektor paling banyak menyerap tenaga kerja, hanya mampu menyumbang PDRB di peringkat keempat dengan andil 8,08 persen atau Rp 12,65 triliun,” katanya.
Dia menjelaskan, struktur PDRB Kaltim menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada triwulan II 2018 tidak menunjukkan perubahan yang berarti, karena masih relatif sama dengan struktur pada triwulan-triwulan sebelumnya. “Masih sama, batu bara masih mendominasi. Belum ada sektor yang bisa menggantikan,” ungkapnya.
Pada triwulan kedua tahun ini masih didominasi lima lapangan usaha utama, yaitu pertambangan dan penggalian, usaha industri pengolahan, konstruksi, pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kemudian disusul lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan peranan 5,68 persen.
“Jika diamati sumber pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan II tahun ini, maka sumber pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini berasal dari lapangan usaha konstruksi yang memiliki andil sebesar 0,68 persen,” ujarnya.
Kemudian diikuti lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan andil sebesar 0,52 persen. Usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan memiliki andil sebesar 0,41 persen.
Berikutnya adalah lapangan usaha industri pengolahan dengan andil 0,32 persen. Usaha transportasi dan pergudangan dengan andil 0,28 persen, lapangan usaha jasa pendidikan dengan andil 0,13 persen.
Disusul lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum dengan andil 0,10 persen, usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dengan andil 0,09 persen, dan lapangan usaha lainnya sebesar 0,30 persen.
"Lapangan usaha pertambangan dan penggalian menjadi satu-satunya usaha yang memberi andil negatif pada triwulan II 2018 terhadap pertumbuhan perekonomian Kaltim, yakni minus 0,99 persen. Namun, karena kontribusinya masih besar dalam struktur menyebabkan lambatnya kecepatan pertumbuhan ekonomi Kaltim secara tahunan," tutupnya. (*/ctr/ndu/k15)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji Guru Honorer Naik, Lumayan
Redaktur & Reporter : Soetomo