Bayar Lebih Mahal, Turis Asing Justru Ketagihan

Minggu, 13 Desember 2009 – 08:27 WIB
ALTERNATIF - Ken, Joanne , Farrel Sean (berkacamata) dan Anneke Rompas (bertopi) di tengah-tengah warga Kampung Luar Batang, Kota, Jakarta. Foto: Istimewa.
Kini wisata di Jakarta tak melulu Monas, Taman Mini, atau AncolJakarta Hidden Tour, wisata ke area-area tersembunyi di ibukota memberikan alternatif baru

BACA JUGA: Tak Menyangka Buah Hati Menangis Berujung Petaka

Bagi wisatawan asing yang sudah mencicipi, tur jenis itu jauh lebih menyenangkan daripada tempat wisata konvensional
Seperti apa?

Laporan RIDLWAN HABIB, Jakarta

RAMBUTNYA
dibiarkan memanjang hingga punggung

BACA JUGA: Bisa Dihargai Rp 500 Juta Per Ons

Sebagian mulai memutih karena usia
Senyumnya lebar dan bicaranya blak-blakan

BACA JUGA: Disel Dapat Kasur Empuk dan Jatah Makan Nasi Kebuli

"Gini-gini saya ini aktivis sosial juga lho," kata Ronny Poluan, pencetus ide, pengelola, sekaligus tour guide Jakarta Hidden Tour.

Saat ditemui di rumahnya, kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, yang dipenuhi aneka tanaman hias, Ronny baru selesai memandu seorang tamu asing"Aku sorry banget, nggak bisa ajak kamuSoalnya dia tidak ingin kunjungannya diliput media," katanya.

Tamu itu, kata Ronny, adalah salah seorang pejabat sebuah kedutaan"Dia sedang ada misi khusus," ujarnya, menolak menjabarkan secara detail.

Istri Ronny, Anneke Rompas, lalu ikut bergabung di ruang tengahSambil membawa segelas kopi hangat, Anneke sibuk memperingatkan tiga anjing pudelnya agar tidak menyalak-nyalak.

Ronny mengatakan, turnya sedang agak sepi bulan ini"Tapi, ini bukan karena kontroversi di mediaSaya sudah dapat reservasi untuk enam bulan ke depanYa, mungkin bulan ini memang sedang sepi saja," tuturnya.

Kontroversi? Alumnus Institut Kesenian Jakarta itu menganggukSejak turnya diliput sebuah televisi nasional dan ditulis media-media asing, hingga perdebatan riuh di internet, dirinya sering dikritik"Saya dituding menjual kemiskinanPadahal, sama sekali tidakSaya hanya ingin mempertemukan mereka (turis) dengan warga lokal Jakarta yang hidup apa adanya," katanya.

Ronny memulai mengemas tur itu awal Februari 2008Awalnya, dengan latar belakang sutradara film pendek dan pemain teater, Ronny sering menemani kolega-kolega seninya dari mancanegara"Biasanya saya hanya ajak ke museum, ke Ancol, atau ke tempat wisata yang umumSaya bosan sendiri, mereka juga bosan," ungkapnya, lantas tertawa.

Secara tak sengaja, saat menemani temannya dari Australia, Ronny bertemu dengan Maskun, seorang penjaga menara di Museum Bahari di kawasan Kota, Jakarta"Lalu, saya tanya di mana rumahnyaTernyata dekatSaya lalu ke sana dan bertemu dengan tetangga-tetangganya yang ramahTernyata teman saya itu terkesan," katanya.

Nah, saat itu tercetus ide untuk mengajak lebih banyak turis asing ke Luar Batang, kampung Maskun"Kebetulan saya juga pernah membuat dua film dokumenter di Kampung Galur, JakartaSaya ajak juga mereka ke sana," katanyaFilm buatan Ronny yang berjudul Eye of the Day dan Shape of the Moon berhasil memenangi World Cinema Award dalam kompetisi Sundance Film Festival, Amerika, pada 2005.

Sejak itu, satu demi satu turis mulai mengontak RonnyMereka meminta diantar ke kampung-kampung tersebutLalu, Ronny mengoperasikan wisata unik itu dari ruang tamu rumahnya"Ini memang tanpa modalHanya perlu koneksi internet dan line telepon," katanya.

VIDA atau Volunteering for International Development from Australia mengetahui aktivitas RonnyLembaga yang berbasis di Kent Town, South Australia, itu membantu Ronny mengembangkan tur tersebut menjadi lebih sistematis"Prinsipnya memang bukan untuk komersial, tapi lebih humanisMerekatkan hubungan di antara dua budaya yang berbeda," katanya.

Untuk ikut dalam tur tersebut, peserta harus merogoh kocek minimal USD 50 (sekitar Rp 475.000) untuk paket jalan-jalan sekitar tiga jamAwalnya Ronny dan Anneke hanya mematok tarif USD 20, lalu naik menjadi USD 35"Mereka (tamu) bilang, kok murah sekaliPadahal, mereka mengaku lebih suka trip ini dibandingkan dengan wisata konevensional yang ada di Jakarta," katanya.

Dari dana itu, Ronny mengaku bahwa 50 persen diberikan untuk warga kampung-kampung yang dikunjungiBahkan, sebagian besar turis yang datang tak sungkan memberikan dana lebih untuk orang-orang yang ditemui"Mereka berbagi dengan tulusWarga juga tidak meminta, tapi juga turis yang tergerak hatinya," katanya.

Untuk memesan Ronny, tamu cukup SMS atau teleponLalu, diatur jadwal yang diinginkan."Titik berangkatnya terserah tamuMau dijemput di hotelnya juga bisa," kata pria asli Manado yang sudah 40 tahun di Jakarta itu.

Dia mencontohkan, tur yang diikuti pasangan Joanne dan Ken bulan laluMereka ditemani warga Indonesia yang lama tinggal di Kanada, Farrel SeanDari hotel di kawasan Jakarta Pusat, mereka naik busway ke Museum Fatahillah, kawasan kotaSetelah itu, mereka berjalan kaki menuju ke Pasar Ikan.

Lalu, masuk ke kampung Pak Maskun di Kampung Baru, Luar Batang"Jaraknya dari Museum Fatahillah memang tidak jauhTapi, harus masuk ke gang-gang sempit," kata Ronny.

Setelah bertemu dan berbincang di rumah warga, mereka menuju Stasiun KotaDengan naik kereta api listrik, mereka menuju kawasan Galur, Senen, dan Jakarta PusatMereka melihat permukiman warga yang dibangun seadanya menggunakan tripleks dan kardus-kardus bekas.

Setelah itu, mereka menuju ke Kampung Pulo di tepi Sungai Ciliwung"Rata-rata bisa selesai dalam waktu empat sampai lima jam, diselingi istirahat dan makan siang di warung sederhana," katanya.

Prinsip marketing "word of mouth" (mulut ke mulut) benar-benar berjalan untuk trip ini"Kami tidak pernah promosi kecuali membuat website," ujarnya.

Rata-rata turis tertarik justru karena mendengar cerita dari temannya yang pernah mengalamiRonny lalu menunjukkan situs mereka Realjakarta.blogspot.comKarena memakai fasilitas blog, Ronny tak perlu bayar"Hanya bayar untuk berlangganan paket internet saja agar bisa online 24 jam," katanya.

Tamu yang ikut dalam tur itu dibatasi empat orang sekali jalanKecuali, paket rombongan dari lembaga atau universitas"Kami pernah menerima tamu mahasiswa dari Gateway College di BaliJumlahnya 33 orang sekali jalanBahkan, setelah itu, mereka mengirim 36 orang lagi," katanya.

Penelusuran Jawa Pos, lokasi yang disebutkan Ronny benar-benar tersembunyiMencari rumah Maskun di luar Batang, misalnya, sangat sulit karena harus masuk ke gang-gang tikusKepada Jawa Pos, Maskun mengatakan bahwa senang bisa membantu Ronny mengantar tamu-tamu asing itu"Tetangga-tetangga juga senangKagak ada masalah," ujarnya.

Menurut Maskun, perkenalan dengan Ronny terjadi saat dirinya bertugas di Menara Museum Bahari"Sejak ada tamu orang bule itu, warga senang karena mereka baik," katanya.

Farrel Sean, salah seorang yang pernah merasakan, justru ketagihan dengan tur ala Ronny dan Anneke itu"Jika ada waktu lagi, saya sangat senang untuk mengulangi," kata Farrel.

Remaja berkacamata itu mengaku terkejut, betapa di balik gedung-gedung tinggi Jakarta terdapat keadaan yang sangat kontras"Awalnya saya memang tahu ada beberapa daerah yang agak kumuhTapi, setelah melihat sendiri, saya kaget banget," katanya.

Kini, Ronny berusaha mengembangkan program tambahan yang lebih memberikan manfaat bagi warga-warga yang dikunjungi"Kalau ada yang tidak senang dengan aktivitas kami, it's fineYang jelas, saya berpikir positif sajaIni juga demi kepentingan kemanusiaan," katanya(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perjuangkan HAM di Perbatasan, Diteror Akan Dikubur 7 Meter


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler