Beraneka cerita WNI di Arab SaudiKisah kali ini tentang rasanya bila terkena pidana cambuk
BACA JUGA: Perjuangkan HAM di Perbatasan, Diteror Akan Dikubur 7 Meter
WNI asal Porong, Sidoarjo, mengisahkan kepahitan tersebut tanpa mimik sedih, bahkan diselingi gurauan--------------------------------------------------
ROHMAN BUDIJANTO, Makkah
--------------------------------------------------
ABDULLAH Khotib begitu mencintai Makkah
BACA JUGA: Serahkan Celengan, Bocah 6 Tahun Itu Rela Tak Beli Kucing
Sosok asal Gedang, Porong, Sidoarjo, tersebut sangat kerasan tinggal di tanah suciBACA JUGA: Beri Semangat agar Indonesia Berani Bermimpi
Dia juga berkarir dan berkeluarga di sanaSegala pengalaman pahit dan getir dia jalani dengan lapang dadaSalah satu pengalaman getir itu, dia kena kisas (pidana) cambukSangat sakitTetapi, dia merasa putusan tersebut adil."Setiap musim haji, peristiwa itu kembali teringatSampai rinci, saya ingat pengalaman dicambuk itu," tutur Khotib ketika berbincang di maktab 565, tempat wartawan Jawa Pos tinggal, di Aziziah Janubiah, sekitar 6 km dari Masjidilharam Selasa lalu (8/12)Khotib tak menganggap pencambukan itu sebagai pengalaman memalukanSebab, dia membela harga diriBahkan, dia merasa mendapatkan berkah dari kejadian tersebut
Perkara itu bermula saat Khotib menyetir bus Saptco (Saudi Arabia Public Transportation Company), semacam DAMRI-nya Arab SaudiDia merantau ke Arab Saudi mula-mula karena dikirim perusahaan assembling mobil tempatnya bekerja di Pepelegi, Waru, SidoarjoTapi, kemudian dia menetap dan bekerja di Saptco.
Di antara penumpang mobilnya, ada tiga pemuda yang tergesa-gesa untuk sampai di tujuanMereka memaksa Khotib bergegas menyetir bus tersebutTetapi, terlalu cepat menjalankan bus bisa menyalahi aturanKarena Ramadan, Khotib harus berhenti, setidaknya 15 menit setelah azan magrib, memberikan kesempatan untuk buka puasaBaru berhenti sejenak, mereka memaksa untuk jalan lagiPadahal, penumpang lain, yang kebanyakan orang sepuh, memintanya bersabar.
Khotib mengalahSetelah berhenti sepuluh menit, bus itu diberangkatkanTapi, karena berangkat lebih cepat, dia tak memacu busnya dengan maksimalDia khawatir sampai di terminal berikutnya terlalu cepat"Setiap bus punya jadwal khusus untuk masuk terminalTak boleh lebih cepat," tutur mukimin asal Gedang, Porong, Sidoarjo, tersebutMereka mengomel-ngomel terus.
Sampai-sampai, ada kejadian lagiSeorang penumpang berpakaian ihram minta turun saat bus berhenti di lampu merahKhotib melarang karena hal itu melanggar aturan sehingga bisa ditilang polisiLalu, sang penumpang diminta turun tak jauh dari lampu merah tersebutDia maklum dan setuju
Herannya, malah tiga pemuda itu yang mengomel-ngomel, "membela" penumpang berihram tersebutMereka mengundat-undat bahwa mereka telah membayarKhotib masih sabarApalagi, penumpang lain "mendukung" diaPuncaknya, saat bus berhenti, Khotib turunTiga pemuda tersebut belum puasMereka mendekati Khotib dan menuding-nuding sambil mendorong kepala Khotib"Mereka menghina ibu kita, bangsa kita, macam-macam," papar Khotib.
Karena mereka mulai main fisik, secara refleks keterampilan bela diri Khotib keluarKetika tangan seorang pemuda hendak menjangkau kepalanya, dia menangkis dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menonjok kepala si pemudaPemuda yang lebih tinggi daripada Khotib tersebut tumbang, pingsanKepalanya berdarahDua pemuda lain kala itu akan membantu sang temanMau memukul, salah seorang di antaranya dihadiahi Khotib pukulan di kepalaPemuda kedua terkapar juga, benjolPemuda ketiga, baru pasang kuda-kuda, dihantam Khotib di perutDia pun terkapar seperti bola boling
Polisi cepat datang"Mereka tanya, mana sopirnya yang memukulSaya bilang saya sopirnyaMereka heran, pemuda kecil seperti saya bisa membuat terkapar tiga pemuda tinggi besar," kata sosok setinggi sekitar 160 cm yang pernah menekuni bela diri Jepang dan silat Cimande tersebutKhotib lantas diinterogasi polisiPara penumpang sepuh tersebut membela Khotib yang waktu itu masih berpostur langsing.
Di kantor polisi, dia diperlakukan baik-baikTak ada pemukulanDia kemudian dibawa ke mahkamah atau pengadilan"Untung, hakimnya keturunan IndonesiaSaya ditanyai baik-baikSaya jelaskan apa adanyaSaya juga dibela penumpang-penumpang sepuh yang tahu kejadian tersebut," papar diaKhotib maklum ketika hakim itu tetap menyatakan dirinya bersalahDia disesalkan sang hakim karena memukul sampai berdarah"Jadi, di sini memang jarang ada perkelahian yang sampai berdarah," ungkapnyaDia kena vonis dua bulan penjara plus cambuk 39 kaliKhotib tabah saja menjalani perkara tersebutPemuda yang terluka olehnya itu juga dipenjara karena memaksa melanggar aturan, meski tak dicambuk.
"Penjaranya enak sekali," terang KhotibDia ditahan di sijjin (penjara) di Tan?im, tepi wilayah MakkahKasur penjara tersebut berbahan busa tebal sejengkalPendinginnya AC "gantung" sehingga suhunya bisa diatur, bukan AC sentralPagi, dia sarapan roti yang diolesi maduSiang, dia diberi makan nasi kebuli dengan banyak dagingMalam, dia dijatah roti dengan daging"Pokoknya, bergizi dan bisa tambah gemuk," kelakar Khotib.
Yang tidak enak, tiba saat dicambukSebelum dibawa ke tiang pencambukan di depan umum, Khotib diperiksa dokterDicek kondisi badannya, terutama jantungKalau tak enak badan, hukuman ditundaTetapi, waktu itu Khotib sehat dan siap-siap sajaDua tangannya lurus di atas kepala, diikat di tiang tinggiPunggungnya dibukaBeberapa polisi berbaret merah menjadi eksekutornyaBegitu aba-aba dimulai, polisi tersebut dengan sekuat tenaga mengayunkan rotan seukuran jari di tangan, bukan ayunan ringan seperti hukum cambuk di Aceh
Karena hantaman keras tersebut, Khotib meringis menahan sakitPencambukan itu beruntun, cepat, tanpa jedaSetelah bak.bik.buk.bek.bok.sampai 20 cambukan, polisi itu capekKhawatir cambukan terlalu ringan, polisi rekannya langsung menggantikan sampai lunas 39 cambukanSebelum mendapatkan giliran dicambuk tersebut, Khotib melihat pemuda yang divonis 25 cambukanKesalahannya, sang pemuda mabuk-mabukan"Baru 19 cambukan, dia pingsanTak kuat," tutur KhotibSang pemuda pun diobatkan dan masih punya utang enam cambukanSetelah sembuh, utang itu baru ditagih?.
Khotib disambut teman-temannya satu sel dengan penuh haruLima teman senasibnya, yang berasal dari berbagai bangsa, tersebut iba melihat punggung Khotib "habis" oleh bilur-bilur cambukanBilur-bilur itu berwarna merah biru meski tak berdarahKhotib mengaku tidak terlalu merasakan sakit karena punya wirid alias doa untuk menangkal siksaanSatu orang rekan seselnya sampai menangis melihat memar-memar berat itu.
Baru malamnya, "siksaan" tersebut datang"Rasanya senut-senutSepanjang malam tak bisa tidur," paparnyaMeski begitu, dia tetap bersyukurDia tak demam karena kesakitan tersebutHari berikutnya, sakitnya meredaKini bekas cambukan tersebut hilang karena kulit punggungnya tidak sobek akibat kisas itu.
Kini Khotib mengenang peristiwa tersebut sebagai pengalaman tak terlupakanDia bersyukur lagi karena dilepas dari penjara pada 7 ZulhijahSekeluar dari penjara, dia langsung mengenakan pakaian ihramBesoknya, dia tarwiyah dengan menginap di Mina, dilanjutkan wukuf di Arafah keesokan harinya, 9 ZulhijahDia berhaji setelah dipenjaraWaktu itu, memar akibat cambukan tersebut sudah sembuh.
Khotib juga merasa beruntung lagiPerusahaannya malah mempromosikan dia ke bagian trainer untuk sopir-sopirDia menduga, hal tersebut disebabkan keteguhannya pada aturan saat menyopirSampai kini, 25 tahun kemudian, dia mencapai posisi sebagai marketing SaptcoBus-bus Saptco itu disewa negara-negara lain saat musim haji seperti sekarangSetiap bus mematok tarif 3.000 riyal (sekitar Rp 8 juta) per hariRatusan bus Saptco disewa Indonesia, Turki, Iran, dan negara-negara lain.
Di senggang tugas sebagai pemasar, dia sering membantu jamaah haji asal SidoarjoTermasuk, mencarikan hadyu (kambing kurban) untuk jamaah agar sesuai dengan syariatDia pun mengusahakan oleh-oleh khas yang susah didapat, seperti madu Yaman yang dikemas bersama sarang tawonnya, atau mencarikan dendeng hati unta untuk penyembuh sesak napas.
Kisah dicambuk di awal dia berkarya sebagai pegawai BUMN Arab Saudi tersebut menjadi kenangan tak terlupakanKini sosok yang tetap mempertahankan WNI-nya itu berusia 57 tahunTiga tahun lagi dia pensiunIstrinya warga Saudi, membawa satu anak dari pernikahan terdahuluKhotib kawin lagi setelah bercerai dengan istrinya yang memberikan empat putra-putri di PorongKini empat putra-putrinya sudah mandiri.
Dia ingin balik ke IndonesiaSebab, keindahan Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan tanah gersang ArabTapi, dia harus mempertimbangkan perasaan istri dan anaknya di sana"Entah bagaimana nanti Allah menentukan," katanya soal apakah akan menetap di Arab Saudi atau pulang setelah pensiun(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Fauziansyah, Ajudan Gubernur Sumut yang Tewas di Pusat Hiburan M. City
Redaktur : Tim Redaksi