Perjuangkan HAM di Perbatasan, Diteror Akan Dikubur 7 Meter

Rabu, 09 Desember 2009 – 05:36 WIB
Pastor John Djoga yang ditemui di kediamannya di Arso Kota Kabupaten Keerom. pastor yang bertugas di Kabupaten Keerom ini meraih Yap Thiam Hien Award yakni peghargaan pengabdian untuk Hak Azasi Manusia di Papua (foto: Isak/cenderawasih pos)

Pejuang hak asasi manusia (HAM) yang mendapat penghargaan Yap Thiam Hien tahun ini adalah Pastor John DjongaDia tinggal di Arso Kota, Kabupaten Keerom, Papua, sebuah kawasan yang berbatasan dengan Papua Nugini

BACA JUGA: Serahkan Celengan, Bocah 6 Tahun Itu Rela Tak Beli Kucing

Pengabdian seperti apa yang telah dia lakukan"
---------------------------- --------
ISAK WOMSIWOR, Keerom
---------------------- --------------
Di Kabupaten Keerom tak sulit mencari rumah John
Pria 51 tahun itu dikenal cukup vokal setiap berbicara soal kekerasan yang sering terjadi di daerah perbatasan

BACA JUGA: Beri Semangat agar Indonesia Berani Bermimpi

Daerah tempat tinggal John memang berbatasan dengan Papua Nugini


"Saya tidak tahu mengapa saya yang terpilih menerima penghargaan ini," katanya kepada Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group) yang berkunjung ke rumahnya kemarin siang

BACA JUGA: Kisah Fauziansyah, Ajudan Gubernur Sumut yang Tewas di Pusat Hiburan M. City

Bagi dia, selama menjalankan tugas sebagai pastor sama sekali tak berharap mendapat penghargaan apa pun"Dari surat yang saya terima, saya diberi penghargaan (Yap Thiam Hien) karena dianggap kontinu dan sabar bersama masyarakat di pedalaman, terutama mereka yang susah dari akses perkembangan informasi," ujarnya.

Dia menceritakan, masyarakat pedalaman yang tinggal di perbatasan rentan menjadi korban pelanggaran HAMDan, John sangat keras menentang pelanggaran itu"Aksi-aksi yang mengarah ke tindak pelanggaran HAM masih terus dilakukan dan tidak pernah ada penyelesaian," ujarnya.Pihak yang pertama melakukan tindak kekerasanterhadap masyarakat sipil adalah militerJohn mengaku memiliki bukti kuat seputar tindakan-tindakan oknum militer yang melanggar HAM.

"Pihak militer selalu memiliki stigma bahwa daerah perbatasan sangat rawan terhadap pengaruh Organisasi Papua Merdeka (OPM)Karena itu, masyarakat sipil selalu dianggap sebagai OPMMereka hanya lewat untuk mencari makan di hutan, namun selalu ditanyai oleh aparatJika tidak memberikan penjelasan yang pasti, mereka dianggap sebagai separatis dan langsung ditembak," paparnya.

Selama stigma bahwa orang Papua, terutama masyarakat adat atau masyarakat asli Papua, masih dinilai Pemerintah Indonesia dan militer sebagai OPM, sejauh itu pula pelanggaran HAM di Papua tetap terjadi"Selama hak-hak sipil, adat, dan penghormatan terhadap kekayaan alam orang Papua belum diberikan, sejauh itu pula aksi-aksi pelanggaran HAM tetap terjadiIni yang kami dari gereja selalu lawan," tegasnya.

Hal utama yang membuat John begitu gencar melawan, bahkan menentang aksi-aksi pelanggaran HAM, adalah dia terpanggil sebagai pastor yang harus memberikan kedamaian, kabar keselamatan, dan sukacita bagi umatnyaKarena itu, ketika melihat anggota gerejanya mengalami tindak kekerasan, tugasnya melindungi dari tindakan-tindakan pelanggaran HAM atau kekerasan tersebut.

"Sejauh ini kegiatan-kegiatan gereja, baik Katolik maupun Protestan, di Papua juga dianggap sebagai orang yang membela Organisasi Papua MerdekaPadahal, anggapan itu salahKami selama ini bekerja untuk mengangkat harkat dan martabat orang Papua," ujarnya.

Banyak suka dan duka dialami John ketika memperjuangkan hak asasi di daerah perbatasanPengalaman menarik yang tidak pernah dia lupakan seumur hidup ketika harus memperjuangkan hak-hak penduduk asli di KeeromHal itu terjadi ketika Gubernur Papua Barnabas Suebu berkunjung Ke Kabupaten Keerom, tepatnya di Kampung Workwana, pada 2007

"Ketika itu saya dipercaya oleh tujuh kepala suku di daerah perbatasan untuk menyampaikan aspirasi kepada gubernur PapuaMasyarakat meminta militer nonorganik, terutama Kopassus, ditarik dari daerah perbatasan, karena hidup mereka semakin tidak bebas," kisahnya.

"Setelah aspirasi masyarakat tersebut saya sampaikan ke gubernur, saat dalam perjalanan pulang ke rumah, saya mendapat teror dari anggota militerKatanya, saya akan dikubur dalam tanah tujuh meterSaya ingat betul orang yang mengancam saya tersebutSaya sempat takut, namun saya tetap percaya bahwa hidup ini hanya di tangan Tuhan dan kebenaran tidak akan pernah dikalahkanTerbukti, saya tetap melaksanakan tugas saya membela masyarakat sipil sampai saat ini," sambungnya.

Terkait penghargaan yang akan dia terima di ruang Flores (Ball Room) Hotel Borobudur, Jakarta, besok, John menuturkan, penghargaan itu akan dijadikan sumber inspirasiDia akan semakin bersemangat memperjuangkan hak asasi manusia di tanah Papua dan Indonesia pada umumnyaDia ingin Indonesia tetap sebagai negara yang ramah terhadap warganya dan menghormati hak-hak dasar manusia, tanpa memandang perbedaan warna kulit, agama, suku, budaya, keyakinan politik, dan asal usul sosialnya.

"Penghargaan ini akan menjadi sumber motivasi saya untuk tetap memperjuangkan hak-hak dasar manusia agar tetap dihormati oleh siapa punPerjuangan ini akan saya lakukan sampai titik darah penghabisan," ujarnya(jpnn/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pecahan Granat Tertanam di Tubuh, Kuat Renang 300 M


Redaktur : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler