JAKARTA - Tarif bea masuk impor film telah diubahNamun, itu tidak menjamin film-film box office produksi Hollywood segera meramaikan bioskop di tanah air
BACA JUGA: Soal Gaji ke-13, Menkeu Minta PNS Bersabar
Sebab, importer penunggak bea masuk tetap harus lebih dahulu mengangsur kewajibannya."Kalau film impor itu tidak masuk karena pihak eksporter bersikeras hanya mau melalui importer tertentu, sedangkan importer tertentu itu tidak patuh dalam memenuhi kewajiban kepada negaranya, itu tentu kita tidak boleh kemudian menghalalkan semuanya," kata Menkeu Agus Martowardojo saat ditemui wartawan di Gedung DPD, Jakarta, Senin (20/6).
Ada tiga importer di bawah Grup 21 Cineplex yang menunggak hingga Rp 31 miliar
BACA JUGA: Gula Rafinasi Berpotensi Merembes 600 ribu Ton
Jika memperhitungkan denda, bisa mencapai Rp 300 miliar lebihMereka telah mengajukan banding ke pengadilan pajak
BACA JUGA: Impor Lima Produk Naik Pesat
Satu importer, yakni PT Amero Mitra Film, telah mencicil tunggakan, sehingga bisa mulai mengimporTapi Amero selama ini hanya mengimpor film produksi "grade B" HollywoodSedangkan dua importer lain, yakni PT Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika Film, masih belum mengangsur tunggakanKedua perusahaan itu adalah importer film-film "grade A?, alias produksi enam studio utama Motion Picture Association of America (MPAA)Yakni, Paramount Pictures, Walt Disney, Sony Pictures, Twentieth Century Fox, Universal Studios, dan Warner Bros.
Agus mengakui, ada sebagian kalangan yang kecewa karena tidak bisa menonton film-film menarik produksi HollywoodNamun, ia mengingatkan bahwa yang paling utama adalah kepentingan jangka panjang untuk menyehatkan industri film, baik dalam negeri maupun impor
"Kamu harus juga ada rasa menjaga negaraRasa nasionalisme yang baik, karena kita tidak bisa hanya untuk kepentingan short term, jangka pendek, kepengin lihat film-film asing, kemudian aturan di negara kita enggak dijaga," kata Agus.
Menkeu kembali mengingatkan tentang tidak sehatnya distribusi film di tanah airDari 498 kota di Indonesia, sebanyak 433 kota tidak memiliki bioskopPadahal, menurut Agus, seharusnya industri bioskop bisa menjadi lahan yang bisa menciptakan lapangan kerja baru
Namun, karena distribusi film masih kurang sehat, industri bioskop menjadi susah berkembang"Wirausahawan yang membikin bioskop itu tidak mungkin (berkembang), tidak mungkin dia akan bisa bikin bioskop kalau tata niaganya tidak diperbaiki," kata mantan Dirut Bank Mandiri itu
Saat ini ada 600 layar bioskopSebanyak 500 layar dimiliki Grup 21 Cineplex, 70 sisanya oleh BlitzMegaplex, dan 30 lainnya oleh perusahaan lain"Kita mesti meyakinkan tidak ada praktek-praktek yang tidak sehat dalam distribusi film," kata Agus.
Salah satu cara untuk memperbaiki distribusi, kata Agus, adalah mewajibkan produsen film asing membuka cabang di IndonesiaSelain itu, industri penggandaan film juga perlu didirikan di tanah air"Kalau seandainya bioskopnya nanti sudah sampe dua ribu bioskop, tapi kemudian copy film-nya hanya tiga puluh, ya tetap susahJadi, alangkah baiknya kalau usaha penggandaan film itu bisa dilakukan di Indonesia," kata Menkeu
Kemenkeu telah merampungkan penyederhanaan tarif impor filmTarif bea masuk ditetapkan Rp 21.000-22.000 per menit per copySistem tarif spesifik itu, menggantikan tarif sebelumnya yang menggunakan skema advolarum (persentase), yakni 10 persen dari nilai pabeanSelain itu, importer juga dikenai PPN 10 persen dan PPh dalam rangka impor 2,5 persenUntuk cara pemungutan PPN dan PPh, akan diatur kemudian.(sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BI Cermati Perkembangan E-Money
Redaktur : Tim Redaksi