Semut di Seberang Lautan Tampak Jelas

Senin, 25 April 2011 – 15:50 WIB

Tiga hari, saya mewakili Forum Pemred Jawa Pos National Network (JPNN) –bersama beberapa pemred JP Group—, berkunjung ke kawasan eksplorasi tembaga dan emas, Tembagapura, Mimika, di PapuaAda banyak catatan pengalaman yang bisa diadopsi oleh pemda maupun perusahaan besar

BACA JUGA: Palembang Siap Tuan Rumah SEA Games

Ada juga curhat, jeritan hati yang tak banyak didengar orang, sekalipun di era informasi dan keterbukaan seperti sekarang


DON KARDONO, Timika

SEJAUH mana sih Timika? Dari Jakarta masih bisa ditempuh 6 jam, setelah dikurangi perbedaan waktu 2 jam

BACA JUGA: Mendengar Solusi-Solusi Kreatif Birokrasi

Itu sudah termasuk transit minimal di dua kota, Surabaya-Makasar, atau Denpasar-Makasar
Lebih jauh lautan Somalia, lebih jauh Kairo-Mesir, Tri-poli-Libya, atau Fukushima-Jepang sana.

Ibarat gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang laut begitu jelas! Itulah gambaran yang sedang diderita warga Tembagapura, kawasan eksplorasi tambang tembaga dan emas terbesar di dunia itu

BACA JUGA: Dari Petinju Mike Tyson sampai Basketballpreneurship

Ada sekitar 22.000 karyawan dan minimal 40.000 keluarga di sana yang setiap hari kehilangan kemerdekaanTidak memiliki rasa aman, tidak punya freedom of fear, sebuah kebebasan asasi yang amat berharga bagi umat di muka bumiIni setelah beberapa minggu lalu, —masih di bulan April 2011 ini—terjadi penembakan misterius lagiKorbannya adalah karyawan PT Freeport, dua orang.

Mereka ditembak, lalu mobilnya di bakar dan didorong ke jurangKeduanya tewasKabar itu begitu cepat menerpa masyarakat Tembagapura yang jaraknya dua jam naik bus, atau 20 menit dengan Chopper – istilah populer helikopter di sana—Masyarakat pun merasa terterorMereka seperti terancam, setelah mereka berdua, lalu siapa lagi? Dengan modus apa lagi? Rasa waswas itu nyaris menghantui mereka setiap kali hendak keluar dari TembagapuraSituasi tidak aman ituAda banyak “teroris” yang tak pernah jelas kabar ujung akhirnyaBerbeda dengan penembakan, peledakkan bom, dan ancaman gangguan teroris di Jakarta dan kotakota lain di JawaTidak terlalu lama, Polisi akan menangkap pelaku dan otak yang bersandiwara di belakangnya.

Polisi juga cepat merekonstruksi motif, mensketsa gambar sel-sel jaringan dan lukisan wajah merekaKota-kota di Jawa sudah seperti terekam dalam CCTV dan terkendali penuh, sehingga tidak ada satu bagian pun yg lepas kontrolTapi mengapa kasus penembakan di Timika dan Tembagapura, lokasi pertambangan Freeport kok tak pernah terang benderang? Sudah lebih dari 10 tahun, sejak tahun 1990, penembakan sering terjadiPuluhan kali penembakan itu dibiarkan menjadi teka-teki sejarah yang tidak terungkapSeolah “tersembunyi” di balik tumpukan emas dan tembaga di sanaPadahal, Timika dan Tembagapura itu kota kecil yang seluruh penduduknya, jika dikumpulkan paling hanya se stadion Gelora Bung Karno, Senayan.

Bayangkan, sejak 1990 sampai 2011 ini, sudah terjadi lebih dari 20 kali kasus penembakanTak satupun berhasil ditangkap! Apalagi diungkapMotifnya apa? Solusinya bagaimana? Tidak seperti Noordin M Top dan kawan-kawannya yang cepat ditanganiPolisi seperti bekerja dengan sangat cepatTrauma penduduk betul-betul menjadi korbanBerita soal dua pejabat security tewas dibakar mobil dibakar itu membuat semua jadi was wasTak ada yang berani melintas Timika-Tembagapura, naik jalur daratSetiap pergerakan, harus konvoi, dikawal petugas bersenjataSeperti pasukan perang sajaAkibatnya, yang biasa ditempuh 2 jam, sekarang paling cepat 3 jamItupun berjalan dengan rasa tidak aman! Rasa takut, siapa tahu tiba-tiba ada serangan peluru nyasar! Wajar juga jika pejabat-pejabat di Freeport enggan, mengomentari peristiwa-peristiwa keamanan itu.

Mereka memilih diam, takut jangan-jangan malah dirinya yang menjadi sasaranBahkan, beberapa waktu silam, sekitar 6000 warga menggalang tanda tangan, membuat surat untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), atas suasana tersebutApakah hanya kami yang tidak boleh mendapatkan hak atas rasa aman? Begitulah jeritan hati mereka”Ya terus terang ini menjadi salah satu keprihatinan kamiApa salah kami? Kami pembayar pajak yang tertibDarah kami merah putih! Jiwa kami Pancasila.

Sulit kami harus menjelaskan suasana seperti ini kepada anakanak kamiGenerasi muda yang makin kritis, kenapa bisa terjadi?” curhat mereka yang enggan dikutip namanyaKenapa? ”Takut mas!” jawabnya, seriusYa, suara hati seperti itu memang bisa saya rasakan tatkala berkunjung 3 hari bersama Pemred Jambi Ekspres, Wapimred Fajar Makasar, Pemred Radar Timika, Pemred Radar Sorong, dan saya Pemred Indopos JakartaSulit sekali mereka berkata lugasSaya bisa mengertiMereka, pekerja tambang yang hari-harinya menghadapi alam yg cukup ganasNaik turun Grasberg di ketinggian 4.200 dpl saja sudah perjuangan beratOksigen menipis, kalau tidak terbiasa, saya jamin, berjalan biasa 100 meter saja Anda bisa sempoyongan, bahkan pingsanUdara berangin di kisaran suhu 4-5 derajad Celcius.

Kulit terasa lebih tebal dan keriputKalau turun di dataran yg lebih rendah, seperti ada yg baru saja merusak pori-pori kulitnya, perih saat mandi terkena sabun, dan warna telinga pun memerahOrang selalu melihat Freeport dengan 300.000 orang yang bersentuhan langsung secara ekonomis, itu dari bingkai politisSoal kontrak karya yang sampai 2045Soal sumbangan perusahaan terhadap negeriSoal dugaan kerusakan lingkungan, karena perubahan bentuk permukaan bukit dan undergroundSoal eksploitasi tambang tembaga terbesar di duniaSoal jatah Indonesia yang dianggap terlampau kecilTidak banyak yg retreat sejenak, berempati seandainya berada di pihak mereka! Tinggal di Tembagapura, yang dikelilingi gunung dan hutan.

Yang suhunya 18-20 derajad CelciusYang ketinggiannya 1.800 sampai 2.000 meter dplLokasi pertambangan Grasberg di 4.200 meterTidak ada hiburanTidak ada gedung bioskop, gedung seni teater, tidak ada music lounge, tidak ada playland anak-anak, tidak ada lahan datar yang luas! Semua naik turun dan sengaja tidak diaspal, agar tidak slip di kemiringan di atas 45 derajadWisata kuliner yg menghibur hanya Klub Lupa LelahRestoran, yg bisa menyediakan seafood, chinesse food, sekaligus western food seperti pasta, blackforest, tirramisu, dllJuga shoping, orang sana menyebutMinimarket yang diisi Hero, dengan harga-harga yang cukup menantangSatu ikat kangkung, harga Rp 19.000,-Satu wortel 5 ribuTerus terang, saya pun rasanya tak sanggup hidup dalam isolasi di tengah hutan berbukit ituOrang tidak melihat dulu, ketika belum ada apa-apa.

Masih belukar dan bebatuanBelum ada infrastruktur menuju ke sanaOrang juga tidak mau melirik, ternyata masih banyak cadangan tambang yang berada di luar petak 10 kilometer kali 10 kilometer yang menjadi wilayah kontrak karya ituOrang lebih asyik mempergunjingkan Freeport sebagai tambang terbesar di dunia yang bernilai ekonomisTidak mau menengok sedikit saja, apa saja yang sudah dilakukan Freeport sebagai corporate responsibility(don/bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wikileaks Pun Tak Boleh Menyadap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler