jpnn.com, SAMARINDA - Muhammad Asan Ali, nasabah Bank BNI Cabang Samarinda, Kalimantan Timur, masih berjuang untuk mendapatkan uang tabungannya yang sempat hilang Rp 3,5 miliar, agar bisa kembali utuh.
Dari Rp 3,5 miliar uang tabungan pedagang ikan yang berlapak di Pasar Segiri itu, hanya tersisa ratusan ribu rupiah.
BACA JUGA: Komplotan Hipnotis Mengincar Ibu-Ibu, Waspada
Uang tabungan Asan sebesar Rp 3,5 miliar raib diselewengkan oknum costumer service (CS) Bank BNI Cabang Samarinda bernama Besse Dalla Eka Putri yang saat ini berstatus terdakwa kasus penggelapan uang nasabah. Perkara ini diadili di Pengadilan Negeri Samarinda.
Uang yang dikembalikan pihak Bank BNI Cabang Samarinda kepada Asan hanya sebesar Rp 2,6 miliar saja. Masih kurang sekitar Rp 841 juta.
BACA JUGA: Nasabah BNI Kehilangan Rp 3,5 M: Kami Tak Mau Terjebak Proses Hukum Terdakwa Dalla
Asan Ali sudah membuat laporan ke kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kaltim dan ditindaklanjuti.
OJK sudah meminta pihak Bank BNI Cabang Samarinda agar menyampaikan tanggapan atau respons terhadap sikap nasabah yang meminta kekurangan Rp 841 juta tersebut.
BACA JUGA: Info Terbaru Uang Tabungan Nasabah BNI Samarinda Hilang, Muncul Angka Baru
Melalui kuasa hukumnya, Bank BNI Cabang Samarinda membalas surat tanggapan itu. Bank BNI Cabang Samarinda menyatakan pengembalian uang Asan Ali sesuai dengan hasil audit.
Selain itu, uang ganti rugi sebesar Rp 2,6 miliar kepada Asan, sudah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, sebagaimana tertuang di dalam surat perjanjian.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum BNI Cabang BNI Samarinda, Agus Amri saat dihubungi JPNN.com.
Agus Amri juga turut menanggapi pernyataan pihak Asan Ali yang sebelumnya mengatakan bahwa hasil dari penyelidikan dan penyidikan kepolisian, uang di dalam rekening koran milik korban totalnya ada sebesar Rp 4,1 miliar.
Agus merasa heran atas pengakuan dari pihak korban. Pasalnya angka tersebut dikatakan ujuk-ujuk muncul ketika kasus penyelewengan tabungan nasabah ini mencuat ke publik. Dia menegaskan bahwa nilai pengembalian uang tabungan Asan sudah sesuai hasil audit.
"Auditor yang memeriksa itu lembaga independen bukan dari internal BNI, loh itu, ya. Hasil ini sudah melalui proses yang panjang sekali, auditor pun sudah diperiksa berkali-kali oleh penyidik Polda Kaltim, untuk meyakinkan hasil di sistem, ya, ini (Rp 2,6 miliar)," ucapnya.
Dia mengatakan angka Rp 4,1 miliar itu tidak diketahui hasil perhitungan dari mana. Pasalnya, angka tersebut tidak ditemukan oleh tim auditor.
"Saya tidak tahu. Ini angka (Rp 4,1 miliar) dari mana lagi?," kata Agus.
Agus mengatakan kasus lenyapnya uang nasabah Bank BNI ini sudah berjalan cukup lama.
Kasus uang nasabah BNI hilang ini pertama kali mencuat dan dilaporkan pada akhir 2020. Dalam prosesnya, pihak BNI disebut sudah berupaya mengembalikan uang tabungan Asan yang tercatat di dalam sistem perbankan BNI.
Agus pun menyayangkan ketika Asan malah menyatakan kalau ganti rugi yang disepakati dan ditandatangani di dalam surat perjanjian, belakangan disebut memiliki unsur paksaan dari pihak Bank BNI.
"Sudah dua tahun berjalan. Kemudian dia bilang terpaksa, ini aneh menurut kami sebenarnya. Perjanjian iini ditandatangani di hadapan notaris kok, seteleh hasil dari audit itu didapatkan," ungkapnya.
"Hasil (ganti rugi) ini juga berdasarkan sistem yang ada di bank kami. Kan enggak bisa uang yang diberikan ke Dalla, lalu dikantongi Dalla dan kemudian kami bilang, oke jumlah itu kami akui, tidak bisa loh. Kan mesti yang masuk di dalam sistem saja," sambungnya.
Dijelaskannya, bahwa motif Besse Dalla saat menguras habis uang tabungan milik Asan tidak hanya menarik dari rekening yang sudah diduplikat saja.
Melainkan juga dengan cara mengantongi uang yang disetorkan korban, tanpa tercatat di dalam sistem.
"Bahkan bisa saja diakui Rp 100 miliar yang hilang, tetapi tidak termasuk di dalam sistem, bisa dong, bisa banget. Namun, yang masuk di dalam sistem inilah (Rp 2,6 miliar) hasilnya," tegasnya.
Agus menegaskan, Bank BNI tidak punya kepentingan untuk tidak memberikan hak nasabah yang disebut-sebut masih ada selisih sebesar Rp 841 juta.
"Reputasi bank kami lindungi dan kalau memang ada nilai dipertanggungjawabkan melalui sistem, pasti akan kami penuhi, sudah pasti itu. Namun aturan dari OJK memang begitu, jadi kami tidak punya kepentingan untuk tidak tidak kembalikan selisih Rp 841 juta itu, apabila memang tercatat di sistem" tegasnya.
Menurut Agus, keterangan terkait kerugian yang tidak tercatat dalam sistem bisa saja mendapatkan pengakuan yang berubah-ubah dari korban.
"Sekarang selisihnya Rp 841 juta, kemudian dibilang di rekening koran ada Rp 4,1 miliar, berarti tambahan kurangnya jadi Rp 500 juta lagi. Wah, bisa makin banyak lagi. Nanti kurang lima lagi, besok tujuh lagi," cetusnya.
Terkait tuduhan adanya unsur pemaksaan di dalam penandatanganan surat perjanjian yang dilakukan petinggi BNI Cabang Samarinda, Agus menyarankan agar pihak Asan membuktikannya di pengadilan.
"Silakan ke pengadilan kalau menyatakan keberatan atas dokumen yang sudah pernah ditandatangani dan disepakati pengembalian uang tabungan itu. Lebih pasti sebenarnya itu jalurnya. Jadi dia bisa mengadukan semua itu ke pengadilan," katanya.
Agus sangat menyayangkan tindakan dan pikiran Asan yang dianggapnya telah berubah-ubah.
"Jadi kayak anak kecil dong, bilang saya dipaksa bikin perjanjian, tidak bisa begitu. Kalau mau membatalkan perjanjian, harus bisa buktikan itu di muka pengadilan. Tidak bisa semudah itu mencabut perjanjian," tandasnya. (mcr14/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MA Bebaskan Petinggi OJK di Kasus Jiwasraya, Kejaksaan Agung Tidak Tinggal Diam
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Arditya Abdul Aziz