jpnn.com - JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengatakan, pola kampanye pada daerah dengan calon tunggal, tidak berbeda jauh dengan daerah yang terdapat lebih dari sepasang calon kepala daerah. Bahwa pasangan calon dapat menyelenggarakan rapat umum maupun rapat terbatas. Namun yang berbeda kemungkinan hanya terkait debat.
"Mungkin yang kami bedakan nanti adalah debat. Kami berpikir tetap akan membuat suasana debat itu ada, namun karena hanya satu pasangan calon, nanti modelnya bisa jadi menjadi tanya jawab dari panel tertentu. Tapi kepastian polanya saat ini sedang disusun," ujar Hadar, Kamis (1/10).
BACA JUGA: Novel Baswedan dkk Periksa Perangkat e-KTP, Ada Apa ya?
Menurut Hadar, kampanye tetap diperlukan meski pilkada hanya diikuti calon tunggal. Sebab pasangan calon dinilai perlu memerkenalkan diri dan program visi misi yang akan dijalankan ketika nantinya terpilih. Langkah ini penting, sehingga masyarakat dapat menentukan apakah akan memilih pasangan calon tersebut, atau menolaknya.
"Jadi kampanye tetap perlu, karena kami ingin juga calon ini dikenal di masyarakat dan sebtulnya mereka juga harus ada upaya (memerkenalkan diri dan program,red). Apalagi belum tentu juga mereka akan disetujui oleh semua masyarakat," ujarnya.
BACA JUGA: Jepang Tak Nyaman dengan Sikap Indonesia
Saat ditanya apakah dalam hal ini KPU juga mengakomodir hak masyarakat yang "menolak" pasangan calon dalam kampanye, Hadar mengatakan tidak mungkin. Pasalnya, tidak ada pihak yang akan mengakomodasi hal tersebut.
"Diakomodasikan oleh siapa? Kalau ada kandidat lain kan mereka yg mengakomodasi, kalau tidak ada, ya tidak bisa," ujar Hadar.
BACA JUGA: Hormati Putusan MK, Mendagri Tunggu Alternatif KPU
Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai, akomodasi terhadap pilihan "tidak setuju" terhadap calon tunggal nantinya, harus sama kedudukannya dengan pilihan "setuju". Karena masyarakat pemilih perlu mendapatkan asupan informasi yang sama sebagai dasar untuk menentukan pilihan.
"Untuk itu, alat peraga kampanye yang disediakan oleh KPU yang dipasang di tempat-tempat publik seperti spanduk dan umbul-umbul, juga perlu dipikirkan materi apa yang ada dalam alat peraga untuk pilihan 'tidak setuju' tersebut," ujar Masykurudin. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Bersikap Tegas, Kalau Kasus Salim Kancil Gimana...?
Redaktur : Tim Redaksi