Begini Sikap Pemerintah soal Putusan MK yang Batalkan Presidential Threshold

Jumat, 03 Januari 2025 – 10:21 WIB
Yusril Ihza Mahendra dalam sidang sengketa hasil Pilpres di MK, Selasa (18/6). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemerintah menghormari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau "presidential threshold".

Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menganggap aturan itu bertentangan dengan UUD 1945.

BACA JUGA: Mahfud Sebut Putusan MK Soal Ambang Batas Pencalonan Presiden Harus Ditaati

Sebelum dibatalkan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI, atau minimal 25 perden suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil pemilu lima tahun sebelumnya.

Dengan pembatalan itu, maka setiap parpol peserta pemilu mendatang, berhak mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa ambang batas lagi.

BACA JUGA: MK Hapus Aturan Presidential Threshold, Said PDIP Singgung Syarat Kualitatif Capres-Cawapres

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/1).

Yusril menegaskan, semua pihak, termasuk pemerintah terikat dengan Putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun.

BACA JUGA: Saleh PAN Bersyukur MK Hapus Presidential Threshold, Singgung Capres-Cawapres

Pemerintah menyadari bahwa permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.

Lebih jauh, Yusril menyebut, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu dibanding putusan-putusan sebelumnya.

"Namun apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Yusril.

Menko Yusril menambahkan, setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu, pemerintah secara internal tentu akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres 2029.

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril.

"Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya," pungkas Menko Yusril. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Terkejut dengan Putusan MK Soal Presidential Treshold, Tidak Seperti Biasa


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Yusril   Pemerintah   KPU   MK  

Terpopuler