Belajar dari Pemimpin Filipina

Rabu, 12 Maret 2014 – 00:28 WIB

MUSIM kampanye pemilu di Indonesia sudah dekat.

Satu nasehat saya, para calon presiden di Indonesia perlu mengamati dan belajar dari Filipina.

BACA JUGA: Mengapa Bu Risma Tidak Boleh Mundur

Berbeda dengan rekan-rekan regionalnya, Presiden Benigno Aquino III (atau biasa dikenal Noynoy) adalah contoh dinasti yang mampu memenuhi janjinya.

Saya pertama kali mewawancarai Aquino saat ia menjabat sebagai Presiden di tahun 2010. Seketika itu juga saya dibuat terkesan olehnya.

BACA JUGA: Imlek .

Namun, banyak pengamat yang meremehkan dengan menganggapnya sebagai politikus junior yang masih hijau-- seorang anak dari Cory Aquino dan mantan senator Filipina yang terbunuh Beniqno Aquino.

Tetapi ada satu hal tentangnya yang menyadarkan saya. Mungkin memang benar, seperti yang saya tulis saat itu, ...."tekadnya yang tenang dan percaya diri, serta pola pikir rasional dan kehati-hatiannya membuatnya tidak berhutang budi kepada kepentingan bisnis dan politik....integritas dan kecerdasannyalah yang mendorong Filipina untuk maju ke depan dan membuat tetangganya tercengang."

BACA JUGA: Banjir Jakarta

Mendengar pidatonya di Kuala Lumpur baru-baru ini, saya merasa kalau Aquino tidak mengecewakan.

Berbicara tentang pemilu, dia mengemukakan:

"Orang-orang mengatakan kepada kami ...bahwa pada akhirnya inilah saat yang tepat untuk merealisasi potensi Filipina."

Saya kira, Aquiono telah mencapai tujuan utamanya dan tujuan lainnya.

Pertama, perekonomian negara ini telah berubah.

Di Global Competitive Report WEF, peringkat Filipina melonjak naik dari semula ranking 85 pada tahun 2010 menjadi ranking 59 pada tahun 2013.

Produk Domestik Bruto (PDB) Filipina tumbuh sebesar 7,2% di tahun 2013, meskipun bencana topan Haiyan melanda negara ini. Selain itu, bisnis industri outsourcing (BPO) pada prosesnya menghasilkan USD 13.3 miliar di pendapatan ekspor, dan pada 2016 diharapkan bisa mempekerjakan 1,3 juta orang.

Filipina juga muncul sebagai hub pariwisata, setelah menarik sekitar 4,6 juta turis internasional pada tahun 2013 dan mencatat pendapatan sekitar USD 4,8 miliar.

Ini bukan datang tiba-tiba: saat Aquino menjabat di tahun 2010, dia mengidentifikasi BPO dan pariwisata kepada saya sebagai "wilayah pertumbuhan yang penting" bagi perekonomian.

Secara terpisah, Pekerja Asing Filipina (OFW) di seluruh dunia telah menyumbang USD 22,5 miliar pada remiten tahun 2013. Tentu saja sepuluh juta OFW telah mewakili pembiayaan penting negara untuk masa depan keluarga-keluarga yang sering terabaikan.

Meski demikian, Filipina akan memasuki titik "manis" demografis di tahun 2015, ketika mayoritas penduduknya memasuki usia pekerja.

Korupsi tetap menjadi masalah utama. Tapi Aquino memiliki keberanian untuk mengatasi kepentingan pribadinya.

Bahkan pendahulunya, Gloria Macapagal Arroyo masih belum terhindar dari tuduhan korupsi di tahun depan. Ini membuktikan bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari hukum.

Memang benar, peringkat Indeks Persepsi Korupsi Filipina mengalami perbaikan, dari ranking 134 di tahun 2010 naik ke urutan 94 di tahun 2013 (Indonesia berada di ranking 114).

Aquino juga menantang kepentingan agama yang kuat, yaitu ketika Gereja Katolik tidak sepakat atas RUU Kesehatan Reproduksi, yang salah satunya adalah pemberian kemudahan akses alat kontrasepsi.

Langkah ini sangat diperlukan mengingat Filipina memiliki pertumbuhan populasi yang tertinggi di Asia, yaitu 1,9% dibandingkan China 0,6%. Jelas, ini semakin memperburuk angka kemiskinan.

Namun, pengaruh Aquino sudah melampaui jauh dari urusan dalam negeri. Isu pemberontakan di Selatan Filipina sejak 40 tahun silam mungkin berakhir di bawah kepemimpinan Aquino.

Satu rencana sedang dibuat untuk mengembangkan wilayah otonomi Islam di sana menjadi sebuah entitas khusus yang dinamakan "Bangsamoro".

Hal ini menjadi bagian dari perjanjian perlucutan senjata oleh Barisan Pembebasan Islam Moro atau MILF.

Tentu saja, kesepakatan itu masih membutuhkan persetujuan Kongres Filipina dan kelompok pemberontak lain, meski Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) tetap bersikukuh.

Kesepakatan tersebut juga menunjukkan kesepahaman masyarakat Katolik Filipina ketika menangani isu kaum minoritas.

Saya tidak hendak mengatakan segala sesuatu berjalan baik di Filipina.

Sikap mereka atas isu Laut China Selatan mungkin kurang bijaksana terutama mengingat ketegangan wilayah terus meningkat.

Namun, akan menjadi hal yang bodoh jika terus-menerus mengabaikan Filipina.

Aquino telah menunjukkan kejelian, keberanian dan konsistensinya dalam melangsungkan agenda transformasi.

Ini memang tidak mudah. Elit Filipina telah menolak banyak inisiatif, tapi hal tersebut tidak menyurutkannya.

Seperti yang Aquino sampaikan dalam sambutannya:

"Filipina, pernah sekali tertinggal dari Asia, namun kini Filipina memasuki  siklus berkelanjutan dari kekuatan pemberdayaan dan kesempatan, serta sebuah pertumbuhan dimana tidak ada satupun yang merasa tertinggal."

Saya berharap presiden terpilih dalam lima tahun jabatan nanti –siapapun dia- akan mengucapkan hal yang sama seperti Aquino.[***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontroversi Kata Allah di Malaysia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler