jpnn.com, JAKARTA - Keanekaragaman hayati merupakan hal vital untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya saat ini dan masa datang.
Keberadaannya dapat memberikan manfaat ekonomi, dukungan fungsi ekologi, rekreasi, kultural, saintifik, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Ada Sosok Luar Biasa di Balik Konservasi Penyu Lekang di Pantai Marekisi, Siapa Dia?
"Kehilangan atau penurunan kondisi keanekaragaman hayati dapat membahayakan nilai dan fungsi tersebut, serta memengaruhi kesejahteraan manusia," kata Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna dalam webinar pelatihan dan pembelajaran lingkungan Belantara Learning Series Episode 3 (BLS Eps.3), Selasa (31/5).
Laporan Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services 2019 oleh IPBES (The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) memaparkan status keanekaragaman hayati bumi kini kian mengkhawatirkan.
BACA JUGA: Bantu Stabilkan Harga, Kementan Bakal Serap Telur dari Peternak Rakyat
Para ilmuwan mengungkapkan, saat ini bumi telah kehilangan lebih dari 80 persen biomassa satwa menyusui (terdiri dari satwa mamalia dan primata). Itu disebabkan oleh degradasi ekosistem alami yang mengalami kerusakan 100 kali lebih cepat dari yang terjadi selama 10 juta tahun terakhir.
"Tanpa disadari, penurunan biomassa yang sangat signifikan ini tentunya menimbulkan dampak dan kerugian yang sangat besar untuk seluruh makhluk hidup di bumi," kata Dolly Priatna.
BACA JUGA: Peringatan HPN 2022, Menkominfo Siapkan Aturan Ekosistem Media
Mengambil momentum Hari Keanekaragaman Hayati sedunia yang diperingati tiap 22 Mei, topik BLS Eps. 3 kali ini membahas “Nilai Konservasi Tinggi dan Stok Karbon Tinggi untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia.
Belantara Foundation menggandeng Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, Fakultas Biologi Universitas Nasional, I-SER FMIPA Universitas Indonesia dan Daemeter Consulting. .
"Keanekaragaman hayati merupakan jawaban atas tantangan pembangunan berkelanjutan dan fondasi kehidupan yang dapat dibangun kembali dengan lebih baik," ujar Dolly Priatna.
Dia melanjutkan, keanekaragaman hayati juga memiliki nilai intrinsik yang berhak untuk tetap hidup, walau tidak memberikan manfaat langsung bagi manusia. Kehilangan atau penurunan kondisi keanekaragaman hayati dapat membahayakan nilai dan fungsi tersebut, serta mempengaruhi kesejahteraan manusia.
Dolly menegaskan, upaya untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati bukan hanya tugas pemerintah saja, tetap butuh dukungan semua pihak, termasuk sektor swasta dan masyarakat, serta dilakukan dengan pendekatan bentang alam.
Pada kesempatan yang sama, Anggota AIPI dan Direktur Pusat Studi Etika Lingkungan Universitas Nasional, Prof.Dr. Endang Sukara mengingatkan, bahwa keanekaragaman hayati Indonesia sangat unik. Di sebagian besar endemik atau tidak dijumpai di mana.pun, kecuali di negeri ini.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengungkapkan potensi ekonomi keanekaragaman hayati terutama untuk bisnis farmasi multi miliar dolar. Oleh karena itu, harus menyadari pentingnya keanekaragaman hayati tidak hanya melindunginya tetapi yang lebih penting memanfaatkannya dan keuntungan bagi sebesar-besarnya bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
"Kebijakan politik, investasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bioetika harus dijadikan instrumen utuh untuk mengarusutamakan keanekaragaman hayati dalam pembangunan nasional," kata Endang Sukara. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Batam Logistics Ecosystem Makin Siap Diterapkan, Begini Progres dan Capaiannya
Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Mesyia Muhammad