jpnn.com, PALEMBANG - Masyarakat mampu tak bisa lagi bebas membeli gas 3 kg dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.800 pada 2018 mendatang.
Pasalnya, pemerintah akan menerapkan distribusi gas melon secara tertutup.
BACA JUGA: Tol Palindra Mulai Wajib Pakai e-Toll
Seperti apa? Nantinya, elpiji 3 kg hanya bisa dibeli oleh orang tidak mampu pemegang kartu PKH (Program Keluarga Harapan).
Sebaliknya, mereka yang tak punya kartu tersebut, tapi mau beli gas 3 kg, akan dikenai harga non-subsidi.
BACA JUGA: Penembak Mahasiswi Itu Masih Misterius
“Kalau sekarang kan gas bersubsidi 3 kg banyak disalahgunakan. Yang beli justru orang-orang kaya atau mampu, yang seharusnya gas itu untuk orang miskin,” ujar M Roby Hervindo, area manager communication & relations Pertamina MOR II Sumbagsel, tadi malam (20/11).
Hanya memang, kata Roby, pihaknya belum mendapat petunjuk resmi untuk pelaksanaannya.
BACA JUGA: Pengelola Sriwijaya FC: Musim Ini Merugi
“Belum tahu kapan waktu kepastian penerapannya. Masih dibahas di Kantor Pusat dan Kementerian ESDM,” imbuhnya.
Kartu PKH sendiri, akan dikoordinir dan diterbitkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bekerja sama dengan Himbara (Himpunan Bank Milik Negara).
“Jadi dalam satu kartu PKH itu, pemerintah memberi bantuan dana PKH kepada orang miskin, rentan miskin, dan UMKM penerima subsidi. Kartu itu bisa untuk beli gas bersubsidi, beras rastra, subsidi listrik,” ujarnya. Tapi setiap subsidi itu dijatah, seperti gas 3 kg hanya 3 tabung sebulan.
Namun, lanjut Roby, ada perbedaan data masyarakat yang berhak menerima subsidi antara Kementerian Sosial dengan penerima subsidi elpiji Kementerian ESDM.
“Data itu nanti disinkronisasi, sebelum kartu PKH diterbitkan,” ujarnya. Tapi estimasi sementara, kuota penerima gas subsidi 3 kg sekarang akan tinggal 40 persen di tahun 2018.
Di luar kuota subsidi, Pertamina tetap menjual gas 3 kg non-subsidi. “Nanti bedanya, pemegang PKH bisa dapat harga subsidi sesuai HET Rp15.800.” Hanya saja, Roby belum bisa menaksir berapa harga keekonomian untuk gas 3 kg. “Karena harga dunia itu 'kan selalu berubah. Harga non-subsidi nanti ngikuti harga gas dunia,” cetusnya.
Namun jika hitungan sekarang, lihat saja dari harga Bright Gas 5,5 kg Rp 67.500 per tabung. Hitungan Sumatera Ekspres, dihitung dari harga Bright Gas, berarti harga keekonomian gas per kg sekitar Rp12.272. Artinya jika 3 kg, maka harga gas melon non-subsidi di 2018 bisa dijual Rp36.800 per tabung.
Gas 3 kg ini tetap bisa didapatkan di agen-agen. “Yang beli gas subsidi pakai kartu PKH, nanti agen gas mungkin dilengkapi mesin EDC (electronic data capture) bank, supaya bisa mencatat pembelian,” pungkasnya.
Officer Internal Communication & Corporate Event PT Pertamina MOR II Sumbagsel, Siti Rachmi Indahsari menambahkan penerapan di Sumsel belum tahu kapan.
“Karena sejauh ini belum ada petunjuk lebih lanjut dari pemerintah pusat terkait kebijakan itu. Termasuk rapat dengan instansi terkait dengan Pemda dan stakeholder bagaimana mekanisme distribusinya. Tapi prinsipnya kita siap melaksanakannya,” ujarnya.
Diakuinya, distribusi gas subsidi 3 kg harus dipikirkan seksama. Jangan sampai ketika diterapkan ada kendala. “Paling penting kesiapan infrastruktur untuk menunjang pembelian dengan kartu,” bebernya. Supaya efektif, dia tak menampik perlu pengawasan ketat agar distribusi tertutup efektif.
“Pengawasan harus dari agen hingga masyarakat. Ini melibatkan Hiswana Migas, Pemda, juga kepolisian makanya perlu koordinasi,” bebernya.
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir juga belum dapat memastikan kapan tepatnya diberlakukan kebijakan itu. “Masih tahap studi. Tapi ini memang perlu karena orang mampu seperti penghuni apartemen bahkan gunakan gas melon,” kata dia di Hotel Grand Sahid Jakarta, kemarin.
Data Kemenko Perekonomian, jumlah pengguna gas bersubsidi hampir sama dengan banyaknya rumah tangga miskin. “Ini nanti yang diusulkan menjadi penerima dana PKH. Lalu harga gas melon bisa dinaikkan dengan harga pasaran misalkan jadi Rp30 ribu, berarti pemegang PKH disubsidi misal Rp10 ribu,” katanya.
Direncanakan distribusi tertutup dipaketkan dengan bantuan PKH ditempatkan di elektronik warung (e-Warung). “Namun saat ini belum diputuskan, sekarang masih pendalaman,” tandasnya.
Ketua Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas) Sumsel, Bayumi mengakui ada rencana distribusi gas bersubsidi 3 kg secara tertutup, tapi pihaknya belum mendapat petunjuk teknis.
“Saya belum bisa komentar. Senin depan baru ada pertemuan di Jakarta dengan Pertamina untuk bahas elpiji. Mungkin saat itu juga dibahas,” ujarnya. Tapi dia rasa nanti pelaksanaannya baru pilot project wilayah tertentu.
Ketua DPC Hiswana Migas Kota Palembang, Alpis Pardin menjelaskan namanya barang subsidi tergantung kebijakan pemerintah. “Jika nanti pemerintah melaksanakan distribusi terbatas, kita harap semuanya sudah siap,” jelasnya.
Di kalangan pengecer, sejumlah agen cukup resah sebab bisa menekan penjualan gas 3 kg. Fauzi (60), agen gas elpiji di Jl Gelora Kelurahan 32 Ilir menerangkan pembatasan penjualan saat ini saja sudah kurangi pendapatan, apalagi nanti hanya untuk penerima PKH saja.
“Saat ini, setiap warung dijatahi 10 tabung. Tidak boleh lebih. Sementara permintaan lebih dari itu, 20-30 tabung setiap warung,” ujarnya.
Untuk gas 5,5 kg atau Bright Gas, penjualannya tidak selaris elpiji 3 kg. “Kalau gas 3 kg seminggu laku 300 tabung. Tapi, Bright Gas hanya 50-60 tabung. Masih lebih banyak penjualan gas 12 kg,” katanya. (yun/cj10)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Venues Asian Games Tinggal Finishing, Tinggal Kebut Rusunami
Redaktur & Reporter : Budi