Beli Rumah Subsidi tapi Tidak Ditempati, Bakal Kena Sanksi

Senin, 11 Maret 2019 – 00:32 WIB
Direktur Utama BTN Maryono mendampingi Presiden Joko Widodo melihat rumah KPR bersubsidi. Foto dok Humas BTN

jpnn.com, MAKASSAR - Pemerintah menyiapkan sanksi kepada pembeli rumah subsidi tapi untuk investasi. Subsidi bakal dicabut.

Selama ini, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) membantu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan memanfaatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi. Namun, banyak yang tak tepat sasaran.

BACA JUGA: Rumah Jadi Investasi, Subsidi Dicabut

Pengawasan ketat akan mulai diberlakukan. Kontrol berkala melibatkan tim khusus. Memastikan rumah subsidi itu ditinggali atau tak disewakan kepada pihak lain.

"Sesuai ketentuan, satu tahun setelah akad KPR, kita harus evaluasi, monitor langsung ke lapangan. Apakah rumah tersebut ditempati atau justru disewakan kembali," ujar Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR, Budi Hartono.

BACA JUGA: Selamat, Warga Dapat Bantuan 1.010 Unit Rumah

BACA JUGA: Pemerintah Dinilai Gagal Menjaga Daya Beli Masyarakat

Langkah ini untuk memastikan penyaluran FLPP tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, bukan sekadar investasi.

BACA JUGA: Realisasi KPR 2018 Masih Lebih Baik Dibanding Tahun 2017

"Kita lakukan pemantauan rutin. Pada tahap pertama saat verifikasi penagihan bank kita evaluasi melalui database yang ada," imbuhnya.

Hasil evaluasi dan monitoring ke lapangan diinformasikan ke bank penyalur untuk menegur nasabahnya yang tidak menempati rumah subsidi.

"Kita tegur hingga dua kali peringatan. Jika tidak direspons juga kita minta agar bank menarik bantuan subsidi perumahan tersebut. Untuk selanjutnya nasabah akan diminta untuk melunasi dengan cicilan komersial," tegasnya.

Ketua DPD REI Sulsel, M Sadiq mengemukakan, jika ada user yang memalsukan identitas hanya untuk mendapatkan rumah dengan kredit FLPP, subsidinya langsung dicabut. "Akan diberlakukan bunga komersial," ujarnya.

Ia menjelaskan, saat user atau pembeli melakukan akad di perbankan, melampirkan surat pernyataan bakal dihuni. Bahkan dalam aturan main yang ada, itu merupakan rumah pertama.

Bos Zarindah Group itu menegaskan, pihaknya beserta perbankan pun telah mengimbau kepada user yang telah selesai akad. Dalam jangka waktu lima tahun, rumah subsidi tersebut tidak boleh dijual apalagi direnovasi.

Terkait dihuni atau tidak, Ketua Pengembang Indonesia (PI) DPD Sulsel, Yasser Latief, menerangkan, memang saat ini ada beberapa user yang ditemukan tidak menempati huniannya. Tetapi itu, bukan berarti tidak ditinggali.

"Ini mungkin karena tempat kerja yang jauh dari lokasi hunian, sehingga jarang ditempati," tuturnya.

Kepala KCP BTN Tamalanrea, Gambang Prijambodo, mengungkapkan, saat ini angka kebutuhan akan hunian, masih terbilang cukup tinggi. Meskipun demikian, pihaknya tidak serta merta langsung meloloskan user yang ingin akses KPR.

"Syaratnya memang cukup ketat. Harus rumah pertama, dihuni, gapok sesuai, serta tidak boleh dijual. Semua tentu melampirkan surat penyataan pribadi dan juga pengantar dari stakeholder terkait (lurah)," bebernya.

Kementerian PUPR PPDPP hingga 1 Maret 2019 telah menyalurkan KPR subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui FLPP senilai Rp868 miliar. Alokasi kredit itu untuk membiayai 9.115 unit rumah.

BACA JUGA: BUMN Buka 11 Ribu Lowongan Kerja

Hingga akhir 2019 ditargetkan Rp7,1 trilun bagi sekitar 67 ribu unit rumah. Dananya berasal dari DIPA 2019 sebesar Rp5,2 triliun dan target pengembalian pokok Rp 1,9 triliun.

Sementara untuk realisasi penyaluran dana FLPP 2010 hingga 1 Maret 2019 telah mencapai Rp 37,68 triliun untuk 586.882 unit rumah. Kelompok penerima manfaat KPR FLPP sejak 2010 terbagi atas 73,72 persen pegawai swasta; 12,85 persen Pegawai Negeri Sipil; 7,72 persen Wiraswasta; 3,98 persen TNI/Polri; dan lainnya 1,73 persen.

Untuk penyaluran FLPP dilakukan PPDPP melalui bank pelaksana. Pada 2018 lalu jumlah bank pelaksana sebanyak 40 bank terdiri atas 10 bank nasional dan 30 bank pembangunan daerah (BPD).

Sementara untuk 2019, pada Desember 2018 lalu telah ditandatangani Perjanjian Kerja sama Operasional (PKO) dengan 25 Bank Pelaksana untuk penyaluran dana KPR FLPP yang terdiri atas 4 bank umum nasional, 2 bank umum syariah, 13 bank pembangunan daerah, serta 6 bank pembangunan daerah syariah.

Penyaluran KPR FLPP dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) PPDPP yang bertanggung jawab langsung kepada menteri PUPR melalui koordinasi dengan Ditjen Pembiayaan Perumahan.

Untuk bisa memiliki rumah dengan KPR FLPP, sejumlah syarat harus dipenuhi. Antara lain besar penghasilan maksimal Rp4 juta untuk rumah tapak dan Rp7 juta untuk rumah susun, belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk kepemilikan rumah.

Melalui KPR FLPP, MBR menikmati uang muka terjangkau, bunga tetap 5 persen selama masa kredit maksimal 20 tahun, bebas PPn dan bebas premi asuransi. (gsa-jpg/rif-zuk)

BACA ARTIKEL LAINNYA... FLPP Dilonggarkan, Pajak Harus Disesuaikan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler