JAKARTA - Seperti perayaan hari raya Idul Fitri, perayaan Natal juga identik dengan pemberian parselParsel yang diberikan kepada pejabat negara tersebut berpotensi menjadi suap
BACA JUGA: Ormas Keras, Pemerintah Loyo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengimbau penyelenggara atau pejabat negara yang menerima parsel Natal agar segera melaporkan gratifikasi itu kepada lembaga antikorupsi tersebutNamun, hingga kemarin (24/12) belum satupun pejabat negara yang melaporkan gratifikasi seperti itu kepada KPK
BACA JUGA: Pejabat Negara Serbu Malaysia
"Sepengetahuan saya, sampai saat ini belum ada yang melaporkan soal gratifikasi terkait perayaan Natal," ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar ketika dihubungi Jawa Pos kemarinHaryono menjelaskan, seharusnya pejabat atau penyelenggara negara punya kesadaran tinggi untuk melaporkan gratifikasi
BACA JUGA: Gereja Bukan Sasaran
Aturan tentang penerimaan gratifikasi sudah jelas termuat dalam pasal 16 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPKNamun, dia mengakui, kesadaran untuk melaporkan gratifikasi di kalangan pejabat negara tergolong rendahSelama ini, kata dia, mayoritas pejabat negara hanya melaporkan tanda terima kasih yang mereka terima setelah menggelar pesta pernikahan atau acara sejenisPadahal, lahan penerimaan gratifikasi jauh lebih luas"Yang paling banyak dilaporkan selama ini sebatas tanda terima kasih saat menggelar acara kawinan atau semacamnya," tutur Haryono
Untuk itu, KPK mengimbau setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi terkait perayaan Natal dan Tahun Baru agar segera melaporSesuai dengan ketentuan undang-undang, pejabat negara harus melaporkan gratifikasi tersebut dalam waktu 30 hari kerja terhitung setelah menerimanya
"Penerimaan gratifikasi itu kan macam-macam bentuknyaYang dikhawatirkan, gratifikasi itu bisa dikategorikan suap karena mungkin berkaitan dengan wewenang dan tugasnya sebagai penyelenggara negaraJadi, perlu dilaporkan agar jelas statusnyaKalau memang tidak ada unsur suap, ya akan kita kembalikan," paparnya
Ketentuan gratifikasi tersebut disebutkan dalam pasal 12B ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiPemberian itu dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainGratifikasi tersebut diterima di dalam maupun luar negeri dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik(ken/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyimpangan Anggaran Pelesiran Capai Rp 73,6 miliar
Redaktur : Tim Redaksi