Di tengah pandemi virus corona, muncul laporan dan keluhan warga jika sejumlah rumah sakit di Indonesia terlalu cepat menyatakan anggota keluarga mereka yang meninggal akibat terjangkit COVID-19.

Apakah keluhan tersebut ada benarnya, dan bila tidak, bagaimana menghindari agar pihak keluarga bisa mengetahui dengan jelas apa yang terjadi dengan anggota keluarga mereka yang kemudian meninggal karena penyakit lain, tapi tiba-tiba dinyatakan mengidap COVID-19?

BACA JUGA: Alex Morgan dan Seluruh Keluarganya Positif Terpapar COVID-19

Menurut dokter Atok Irawan, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo di Jawa Timur, faktor komunikasi tampaknya penting diperhatikan sekarang ini guna menghindari kesalahpahaman antar berbagai pihak di tengah situasi pandemi yang bergerak cepat.

"Selama ini keluarga di RSUD Sidoarjo mengerti tata kelola pasien COVID. Yang penting memang komunikasi yang harus bagus," kata dr Atok Irawan dalam perbincangan dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya, hari Selasa (05/01).

BACA JUGA: MPR Dorong Kemenkes Segera Laksanakan Keinginan Presiden Soal Vaksin Covid-19

Menurut dr Atok ketika seseorang terkena COVID-19 dan dirawat di rumah sakit, komunikasi dengan keluarga masih bisa terjalin, walau keluarga tidak lagi diperbolehkan berada di ruangan perawatan.

"Pasien bisa membawa hape dan nomor hape perawat diberikan kepada keluarga. Sehingga komunikasi pasien, keluarga dan nurse station bisa terjalin bagus," jelasnya.

BACA JUGA: Aktivitas Masyarakat di Jawa-Bali Dibatasi pada 11-25 Januari, Simak Penjelasan Menko Airlangga

"Dengan itu perubahan kondisi pasien terkomunikasikan."

"Kadang ada keluarga yang sulit memahami tata laksana COVID ini, termasuk ingin mendampingi seperti pasien non-COVID," kata dokter Atok, yang juga dokter spesialis paru-paru. 'Dia bukan milik kami lagi'

Salah seorang yang mempertanyakan soal pasien terlalu cepat dinyatakan terjangkit COVID-19 adalah Tyas Soemarto yang tinggal di Jakarta.

Tyas kehilangan kakak perempuannya beberapa hari lalu, setelah kakaknya dirawat di rumah sakit karena penyakit bawaan.

"Awalnya dokter mau memindahkan ke ICU untuk ditidaksadarkan dan diperiksa otaknya. Tapi anak-anaknya dan menantunya menolak karena takut kelewatan."

"Dari sini tampaknya dokter mulai putus asa dan secara tiba-tiba memanggil anaknya agar ibunya dicuci darah di tempat penderita COVID-19."

"Kakakku waktu masuk sudah dua kali swab PCR hasilnya negatif. Menjadi aneh kenapa tiba-tiba harus dicuci darah lagi, karena sehari sebelumnya baru dicuci darah.

"Dokter bilang [kepada anak kakaknya], "ibu kamu ada indikasi COVID karena lebih baik dicuci darah di tempat COVID. Karena tempat yang biasa penuh."

"Kalau menunggu hasil tes COVID di badan ibu kamu ini sudah banyak cairan dan kamu tanggung resikonya sendiri," demikian cerita Tyas. Photo: Virus COVID-19 bisa bermanifestasi menjadi 1000 macam penyakit kata dokter Atok Irawan. (AP: CDC)

 

Menurut Tyas yang pernah bekerja sebagai wartawan, tidak lama setelah perdebatan antara keluarga dengan dokter, dokter mengatakan hasil tes swab menunjukkan kakak perempuannya positif COVID-19.

Pemberitahuan didapatkan pihak keluarga secara lisan, namun mereka tidak mau menerima begitu dan meminta bukti data.

Dokter kemudian menunjukkan nama kakaknya masuk dalam daftar dengan hasil tes positif COVID-19 di komputer.

"Saat itu juga kita semua disuruh pulang dari rumah sakit, membawa semua barang-barang kakak. Tidak boleh lagi menjenguk dan hanya diberi report lewat video call."

"Di situ rasanya langsung ada tembok besar yang membatasi kami dengan almarhumah. Dia bukan lagi milik kami."

"Karena almarhumah langsung dimasukkan ke ICU COVID. Langsung dibius total, karena terus berontak. Dan dari jam ke jam kondisinya terus menurun, sampai koma dan meninggal dalam hitungan dua hari lebih."

"Ketika mengurus surat kematian di rumah sakit, ada pemandangan yang menyedihkan ketika membaca,"meninggal karena penyakit menular"," kata Tyas.

Tyas mengaku lewat perbincangan dengan pihak lainnya, ia mendapat informasi jika apa yang dialami kakaknya bukanlah hal yang pertama terjadi.

"Ada teman kakakku yang tabrakan parah karena masuk IGD juga dinyatakan meninggal karena COVID. Padahal meninggal tidak berapa lama setelah masuk IGD."

"Sepertinya tidak banyak keluarga yang menuntut ke rumah sakit, walau mereka sangat curiga. Kita semua takut memasalahkan hal ini karena takut dianggap tak ikhlas den menghambat perjalanan yang meninggal ke sisi Tuhan," katanya. 'COVID adalah virus dengan manifestasi 1000 penyakit'

Dalam percakapan dengan ABC Indonesia, dr Atok Irawan, Direktur RSUD Sidoarjo Jawa Timur tidak bisa memberikan tanggapan langsung terhadap kecurigaan yang disampaikan oleh keluarga Tyas Soemarto tersebut. Photo: Dr Atok Irawan, Direktur RSUD Sidoardjo di Jawa Timur. (Foto: Koleksi pribadi)

 

"Saya kira itu kasuistik ya," katanya.

Namun berbicara secara umum mengenai hasil tes PCR di rumah sakit, menurut Dr Atok, sekarang hasil tes COVID-19 sudah bisa diketahui dalam waktu enam jam.

Menurutnya keluarga bisa meminta kepastian apakah anggota keluarganya memiliki COVID-19 setelah meninggal.

"Bisa dilakukan swab PCR setelah meninggal pada jenazah suspek COVID menggunakan TCM [tes cepat molekuler] yang hasilnya satu jam untuk.memastikan protokol perawatan jenazah COVID," kata Dr Atok.

Namun dr Atok mengatakan tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki mesin TCM.

"Kalau RSUD Sidoarjo punya alat tersebut sehingga dilaksanakan. Ini prosedur standar, tapi kan tergantung kemampuan tiap rumah sakit."

Berbicara mengenai adanya pendapat rumah sakit sengaja meng-COVID-kan pasien tanpa alasan atau bukti yang jelas, dr Atok berpendapat jika itu adalah "fitnah". Photo: Mereka yang masuk rumah sakit dengan penyakit bawaan memiliki kemungkinan lebih besar terkena COVID-19. (AP: Achmad Ibrahim)

 

Dia sendiri membuat tulisan panjang yang sudah disebarkan lewat media sosial menanggapi tuduhan tersebut.

"Kalau ada yang bilang rumah sakit itu mengCOVIDkan pasien, ini jawabannya," tulisnya baru-baru ini.

"COVID adalah virus dengan manifestasi 1000 wajah penyakit, dari yang tanpa gejala, flu ringan sampai yang kerusakan organ vital tubuh yang menimbulkan kematian."

"Ada pasien masuk rumah sakit dengan stroke, dirawat empat hari kok sesak, di-swab ternyata positif."

"Lalu stroke-nya apa? Stroke bisa jadi diagnosis utama, lalu menyebabkan penurunan imun, lalu terinfeksi corona jadilah COVID. Atau stroke adalah manifestasi dari COVID," lanjutnya.

Dokter Atok juga memberikan beberapa contoh lain, mulai dari diabetes, tifus, dan yang lain yang bisa membuat tubuh jadi lebih lemah dan kemudian masuk virus corona.

"Jadi kesimpulannya kalau ada keluarga dibawa ke rumah sakit karena stroke, diabetes melitus, hipertensi, jantung, kecelakaan atau melahirkan, kok kemudian dicek swab hasilnya positif, maka jangan buru-buru berburuk sangka ini bisnis rumah sakit."

"Karena COVID bisa menyerupai seribu wajah penyakit, atau dia juga bisa menempel ke penyakit-penyakit yang sudah ada tadi, diabetes misalnya atau stroke, atau kecelakaan," jelas dr Atok.

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Fraksi PSI Idris Ahmad: Pemprov DKI Jakarta Sudah Kewalahan

Berita Terkait