Berbisnis dan Gaya Hidup Halal Ala Sapta Nirwandar

Minggu, 18 Februari 2018 – 09:45 WIB
Bedah buku 'Halal Lifestyle, Trend Global & Peluang Bisnis’ di Bandung, Jawa Barat. Foto: Istimewa

jpnn.com, BANDUNG - Label halal kini sudah menjadi tren dunia. Sejumlah brand kelas dunia sudah menghadirkan produk dengan identitas halal.

Potensi pasarnya pun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bagaimana dengan bisnis halal di Indonesia?

BACA JUGA: Kiai Maman Curiga Ada Isu SARA di Balik Hoaks Wiski Halal

Menurut Ketua Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar, berdasarkan Global Islamic Economy Report tahun 2017-2018, peringkat indonesia turun berada di posisi 11.

“Sebelumnya, ada di posisi 10 tahun 2015-2016,” ujar mantan wakil menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu saat meluncurkan buku ‘Halal Lifestyle, Trend Global & Peluang Bisnis’ di Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini.

BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Importir Berani Edarkan Mi Samyang Tanpa Label MUI

Sapta mengungkapkan bahwa negara yang bukan mayoritas Muslim juga tengah mengembangkan halal foodcourt khusus makanan halal.

Misalnya, Singapura yang mempunyai halal foodcourt, Korea Selatan telah memiliki 150 restoran tersertifikasi halal, hingga Thailand memiliki Pattaya Halal Restaurant.

BACA JUGA: Produk Tanpa Label Halal Beredar Bebas

“Thailand juga sudah masuk ke sektor halal tourism dan Korea Selatan juga mengembangkan halal beauty,” kata Sapta.

Indonesia diharapkan tidak ketinggalan oleh negara yang penduduknya bukan mayoritas Muslim.

Pemerintah juga harus lebih giat lagi dalam mengembangkan gaya hidup halal, mulai dari lintas sektoral, bidang, dan tentunya tidak lepas dari dukungan industri, akademisi, hingga media.

“Halal adalah lifestyle. Oleh karena itu saya menulis buku Halal Lifestyle, Tren Global, & Peluang Bisnis dengan harapan dapat membuka cakrawala bisnis di sektor halal lifestyle yang saat ini memiliki potensi sangat besar,” ujarnya.

Halal yang kental dengan filosofi religi ternyata memiliki makna yang sangat luas dan bisa diaplikasikan dalam berbagai sisi kehidupan, termasuk ekonomi. Sayangnya label halal belum menjadi sebuah nilai tambah.

“Banyak para pelaku usaha hanya melihat label halal hanya sebagai syarat penetrasi ke berbagai gerai ritel. Banyak juga yang salah paham ketika produk dikomunikasikan dengan branding halal karena dikaitkan dengan agama padahal bisa menjadi pedoman akan kualitas hidup yang menyehatkan dan aman bagi demua orang,'' jelasnya.(mg7/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mi Instan Tanpa Label Halal Masih Beredar


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler